Saya lupa ntah bagaimana saya sampai ke buku ini, yang jelas melalui penjelajahan di apps online shopping. Alhamdulillah..
Dari dulu saya tertarik pada negara-negara Skandinavian, walaupun belum pernah ke sana. Tapi sepertinya nyaman. Tidak terlalu heboh dan ribut tapi selalu jadi negara yang sejahtera. Negara-negaranya masuk ke deretan teratas negara dengan pendidikan terbaik, negara paling bahagia, negara dengan angka harapan hidup tertinggi. Penasaran ingin ke sana dan melihat langsung bagaimana mereka hidup. Jadi, tentu saja buku tentang parenting ala orang Denmark ini cukup menarik bagi saya hingga akhirnya saya baca, dan yes tidak salah.
Buku ini ditulis dengan proses yang panjang, dengan dilatar belakangi fakta bahwa tingkat stress pada anak-anak semakin tinggi dari waktu ke waktu, dan tingkat usia anak yang mulai terkena stress pun semakin muda. Penulis yang bersuamikan orang Denmark menyadari bahwa ada perbedaan signifikan antara ia sebagai WN Amerika dengan suaminya dalam pola pengasuhan. Dan untuk menjawab rasa penasarannya tersebut, penulis mempelajari banyak hal dari penelitian-penelitian terkait dan konsultasi dengan para pakar kejiwaan. Jadi akan banyak disebut, penelitian-penelitian yang membuktikan teori-teori pengasuhan, anak, remaja, keluarga, dsb. Sehingga, kita tidak merasa digurui oleh penulis, tapi serasa belajar bersama dengan landasan teoritis yang cukup kuat.
Singkatnya, Parenting ala Danish ini dirangkum dengan singkatan PARENT.
P untuk Playing
A untuk Auntheticity
R untuk Reframing
E untuk Emphaty
N untuk No Ultimatum
T untuk Togetherness
P untuk Playing
Di sini, ditekankan bahwa hakikat menjadi anak-anak itu ya bermain. Dan yang kita ketahui bermain pada anak-anak itu sebenarnya bukan 'sekedar' bermain. Mereka belajar banyak dari kegiatan tersebut, seperti mengeksplorasi, berusaha sendiri, fokus, bersosialisasi, menyelesaikan masalah, bertanggung jawab, dsb. Saat bermain dengan bebas, anak juga belajar mandiri memutuskan kegiatannya, mencoba hal yang ia inginkan, menanggung resiko, mengukur sendiri tingkat ketakutannya, dan mengendalikannya. Orang tua disarankan 'hanya' menyediakan lingkungan yang aman mendukung anak untuk bermain, dan membiarkan mereka melakukannya sendiri. Selain itu, para orang tua juga diharapkan untuk tidak terlalu cepat memberi bantuan serta jika ikut bermain maka bermainlah dengan sungguh-sungguh.
A untuk Authenticity
Pada bagian ini, penulis menjabarkan betapa pentingnya otentisitas atau kejujuran. Bahwa kejujuran dimulai dari diri sendiri, mengenal apa yang anak rasakan atas sesuatu tanpa perlu merasa bersalah. Dan melatih anak untuk jujur terhadap diri sendiri, dengan tidak membanding-bandingkan mereka dengan saudara ataupun temannya. Dibahas juga bagaimana orang tua mengatakan kepada anak dengan cara yang jujur, apa adanya, dan terbuka. Tentunya disesuaikan secara sederhana dengan bahasa dan pemahaman si anak. Selain itu, juga ada penjabaran bagaimana memberikan pujian yang seharusnya, yang jelas tujuan dari pujian tersebut, yang disarankan untuk berfokus pada proses ketimbang hasil.
R untuk Reframing
Reframing dimaknai dengan memaknai ulang, yang artinya bagaimana kita melihat sesuatu dengan sudut pandang yang lain. Cara pandang yang penulis tekankan disini adalah cara pandang yang lebih positif atas segala sesuatu di dalam koridor optimisme realistis, dengan mengesampingkan hal-hal negatif dan berfokus pada hal positif atas suatu kejadian. Penulis mengingatkan kita bahwa penggunaan bahasa sangat berpengaruh dalam kehidupan, meskipun kelihatannya sangat sepele. Peran orang tua yang diharapkan ialah agar tetap tenang, menggunakan bahasa yang baik tanpa melabeli perorangan melainkan hanya perilaku. Karena sesungguhnya tidak ada anak yang buruk hanya perilaku tertentu-lah yang buruk.
E untuk Emphaty
Bagian ini menekankan kita sebagai orang tua agar melatih anak-anak untuk merasakan, untuk menjadi manusia seutuhnya, dengan kualitas hubungan sosial yang lebih baik. Kenapa ini penting? Karena ternyata kemampuan ini dibutuhkan agar kita bisa lebih tangguh, mampu bertahan, dan tentunya lebih bahagia. Langkah-langkah yang dijabarkan disini antara lain dengan mengenal dan peduli atas emosi orang lain, apa yang kira-kira yang ia rasakan, dan tidak menghakimi. Berbaur dengan semua kalangan juga membantu anak agar memahami bahwa kita semua memiliki kualitas positif masing-masing dan terdorong untuk saling membantu. Dengan proses yang panjang ini, anak akan mampu bertumbuh untuk saling menghargai.
N untuk No Ultimatum
Faktanya, di Denmark hukuman fisik dinyatakan ilegal sejak 1997. Wow! Pembahasan pada bagian ini adalah saat anak-anak mulai membuat kesabaran kita mulai menipis, amarah memuncak, dan berteriak mengancam adalah hal yang terpikirkan oleh kita. Penulis mengajak kita untuk mencari alternatif lain, dengan pertama-tama tetap bersikap tenang, kemudian jelaskan aturan dengan tegas dan beri penjelasan, coba memahami dari sisi anak, dan temukan solusi. Karena kadang dalam pertengkaran dengan anak, bukannya mencari jalan keluar, kita malah fokus ke bagaimana bisa 'menang'. Dan penulis pun mengingatkan bahwa saat protes dan menyatakan keinginan, anak sebenarnya sedang berada pada tahap kemandirian dengan memiliki pemikirannya sendiri.
T untuk Togetherness
Ada salah satu kebiasaan orang Denmark yang telah menjadi gaya hidup mereka, yakni Hygge (dibaca huga) yang artinya bersantai bersama. Mereka berkumpul bersama seluruh keluarga besar untuk menikmati kebersamaan, ntah itu bernyanyi, saling membantu di pekerjaan rumah, bermain, bercengkerama, atau hanya menghabiskan waktu menikmati hidup bersama. Mereka meninggalkan segala persoalan pribadi dan berfokus untuk bersantai bersama, karena masih banyak hari untuk merasa khawatir atau stres terhadap masalah yang dihadapi. Toh terbukti, untuk menjadi personal yang tangguh di luar dan bahagia, seseorang perlu merasa terhubung, menjadi aman dalam kelompok tertentu, dan mendapatkan dukungan. Tentunya hal demikian, paling baik bersumber dari lingkungan keluarga yang bahagia.
Bagi saya pribadi, membaca buku ini seperti berkelana ke Denmark. Menyaksikan bagaimana mereka hidup dengan bahagia. Dan sedikit-sedikit mengambil pelajaran atas apa yang mereka lakukan. Mungkin mereka sendiri tidak terlalu menyadari, sama seperti kita, bahwa kebiasaan-kebiasaan kecil yang kita lakukan membentuk bagaimana kita. Bagaimana kita memandang sesuatu, berpikir, bereaksi, mengambil keputusan, serta bertindak.
Namun yang saya sedikit sayangkan dari buku ini adalah penjelasannya yang masih kurang mendalam. Padahal penulisan buku ini sendiri membutuhkan riset yang cukup panjang. Saya akan lebih senang jika pembahasan per topiknya lebih dalam, lebih detail, tidak masalah jika buku ini menjadi sedikit lebih 'berat'. Akan tetapi secara keseluruhan, saya bersyukur dan berterima kasih kepada penulis yang telah merangkum dan menghadirkan buku ini untuk membuka pikiran saya, menambah wawasan saya, dan memberi saya cara pandang baru. Serta tentunya merekomendasikan kepada siapa saja (tidak harus orang tua) untuk membaca buku ini.
Salam, Nasha.
google-site-verification: google1e24e629bc058f50.html