Perdebatan antara peran suami-istri dalam rumah tangga ini memang tidak ada habisnya. Dari dulu, sampai sekarang. Dan perdebatan biasanya dimulai dengan pernyataan simpel berupa, jadi istri itu harus bisa masak. Dan biasanya mereka yang memunculkan pernyataan ini bisa laki-laki bisa juga perempuan, ntah memang sudah menikah atau belum. Nah, pernyataan seperti ini, sama dengan pernyataan pada umunya, akan memunculkan gelombang dukungan dan gelombang sanggahan yang beradu argumen.
Saya sendiri ingin memulai argumen dengan berdasar atas pemahaman umum yang kita yakini bersama bahwa suami adalah kepala rumah tangga, yang artinya suami bertanggung jawab atas kelangsungan rumah tangga tersebut. Kemudian beralih pada pemahaman umum bahwa suami berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yang didalamnya ada suami, istri, serta anak-anak. Sampai sini setuju?
Pada dasarnya, kebutuhan pokok dikelompokkan atas tiga kategori yakni kebutuhan sandang yang berkaitan dengan pakaian, pangan yang berkaitan dengan makanan, dan papan yang berkaitan dengan tempat tinggal.
Dari apa yang saya ketahui sebegai orang awam, masing-masing kebutuhan itupun sebenarnya memiliki dalil sendiri-sendiri. Seperti yang tertuang dalam HR Muslim berikut,
"...dan bagi mereka (istri-istri) wajib bagi kalian memberi rezeki dan pakaian yang baik kepada mereka"
Jika kita lihat Al.Quran pun, dalam Q.S. Al. Baqarah 233 disebutkan kalimat yang artinya:
"Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun, bagi yang ingin menyusu secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. ..."
Selain itu, dalam QS. Attalaq ayat 6, berbunyi:
"...tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu"
Jadi, sepemahaman saya, sesungguhnya dalam Islam sudah diatur bagaimana suami berkewajiban terhadap istri, memenuhi kebutuhan pokok istri. Jika kita setuju mengenai kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian, serta tempat tinggal adalah tanggung jawab suami, maka artinya ketersediaan makanan dirumah, pakaian yang bersih, rumah yang layak huni adalah tanggung jawab suami kan? Maka pekerjaan berupa memasak, mencuci pakaian, serta membersihkan rumah adalah tanggung jawab suami, bukan?
Apakah dengan pemahaman tersebut lantas suami yang berkewajiban mengerjakan semuanya? Tentu tidak serta merta demikian. Karena yang menjalankan rumah tangga adalah masing-masing individu yang berbeda, maka rasanya dibolehkan saja untuk mengatur bagaimana pelaksanaan pekerjaan tersebut disepakati oleh kedua belah pihak di masing-masing keluarga selama tidak ada pihak yang merasa terdzalimi, karena sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Pengampun.
Rasanya, dalam keluarga yang memang saling menyayangi, apa iya istri rela membiarkan suami menanggung semua pekerjaan rumah tangga sementara ia harus mencari rezeki halal lagi di luar sana dengan bekerja? Atau, apa rela suami menyerahkan seluruh pekerjaan rumah tangga kepada istri padahal ia juga turut membantu suami mencari nafkah dengan bekerja juga? Apa iya, seseorang akan tega menyerahkan pekerjaan pada orang yang ia sayangi, yang menjadi pasangan hidupnya, untuk mengerjakan sesuatu yang ia ketahui menjadi beban bagi pasangannya tersebut?
Namun, jika dalam praktiknya, kebanyakan istri yang mengerjakan pekerjaan tersebut, selama sang istri tidak keberatan, apa salahnya? Mungkin ia memang melakukan itu karena hal itu membuatnya bahagia. Toh, insyaAllah itu akan menjadi amalannya. Begitu pula jika dalam satu keluarga hanya sang istri yang bekerja di luar, dan suami yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga, selama suami tersebut rela, kenapa mesti dikomentari? Mungkin memang itu keputusan terbaik agar rumah tangga mereka bahagia.
Saya rasa, ini bukan perkara yang rumit jika saja kita sama-sama kembali ke pemahaman dasar dan mampu untuk berkomunikasi internal didalam rumah tangga. Hal yang paling perlu dikoreksi disini adalah pekerjaan pemenuhan kebutuhan dan keberlangsungan rumah tangga bukanlah tanggung jawab seorang perempuan, bukan tanggung jawab istri.
Jadi, tidaklah tepat menuntut seorang perempuan harus pandai memasak, menyapu, berberes rumah, sedangkan laki-laki tidak mendapat tuntutan yang sama. Hanya karena seorang perempuan tidak mahir melakukan pekerjaan-pekerjaan itu, lantas nilainya sebagai perempuan akan berkurang apalagi jika menjadi istri. Hanya karena di kehidupan sosial kita, mayoritas perempuan yang mengerjakan semua pekerjaan tersebut, tidak lantas laki-laki bisa serta merta lepas tangan dan tidak dipersiapkan dengan kemampuan itu. Seluruh kemampuan itu, menurut saya, adalah kemampuan dasar bertahan hidup yang perlu dimiliki semua orang, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Pemahaman seperti ini, yang saya pikir sangat perlu untuk kita perbaiki yang kemudian nantinya kita praktikkan, pada lingkungan terkecil di keluarga kita. Bagaimana kita berkompromi antar suami-istri. Bagaimana kita memperlakukan anak laki-laki ataupun perempuan. Bagaimana kita melihat sanak saudara atau kerabat, dan bagaimana kita menanggapi apa yang terjadi dalam lingkungan sosial kita. Wallahualam.
Salam, Nasha.