Meskipun bullying bukan lagi hal asing dibicarakan, namun faktanya kasus bullying masih kerap terjadi, bahkan sering kali di lingkungan yang harusnya menjadi zona aman anak. Mirisnya, perundungan baik fisik ataupun verbal tersebut kadang dianggap sebagai kenakalan anak atau remaja biasa, padahal efeknya jangka panjang,bukan hanya pada korban tapi juga pada pelaku. Sebagai orang tua, kita tentu tidak ingin anak terlibat dalam lingkaran penindasan tersebut, sehingga penting bagi kita untuk mulai membicarakannya, mempersiapkan anak sebelum melepaskannya keluar, khususnya bagi anak dibawah usia tujuh tahun.
Mengenal Bullying
Diartikan secara harfiah sebagai penindasan, perundungan, pengintimidasian, ataupun perisakan; bullying adalah tindakan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan. Tindakan agresif ini biasanya dilakukan oleh sekelompok orang kepada seseorang yang dianggap lebih lemah atau sedikit berbeda dibanding kebanyakan orang lainnya. Tidak hanya sekali dan tanpa sengaja, pelaku bullying biasanya menargetkan orang tertentu dengan tujuan merendahkan, mendominasi baik secara emosional, mental, dan fisik. Bullying bisa dilakukan dalam bentuk verbal ataupun non verbal, namun keduanya sama-sama memiliki efek menyakitkan dalam jangka panjang.
Sebagai korban bullying, anak akan merasa takut, kehilangan kepercayaan diri, terganggu rasa keamanannya misalkan jadi enggan ke sekolah, terganggu mentalnya dengan adanya rasa gelisah, cemas, stres, juga tertekan. Akibatnya, anak yang seharusnya bisa bersenang-senang dengan perasaan nyaman menjadi menurun kualitas hidupnya. Efeknya juga bisa pada kondisi fisik anak mulai dari sakit kepala, mual, tekanan darah meningkat, serta gangguan pencernaan; apalagi jika perundungan dilakukan dengan kekerasan fisik. Luka dan lebam adalah bukti nyata yang jelas tampak.
Sedangkan bagi pelaku bullying yang sudah merasa berkuasa atas pihak tertentu, mereka akan kehilangan empati, terdorong semakin agresif, memiliki masalah perilaku, sulit fokus pada aktivitas di sekolah, menurunnya prestasi, hingga akan kesulitan memandang masa depan dengan positif. Jika diteruskan, anak-anak ini beresiko berada dalam lingkaran yang tidak baik sehingga lebih beresiko terlibat dalam tindakan kriminal, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, hingga aktivitas seksual dini. Sejatinya, tindakan penindasan bukan hal yang bisa diterima oleh hati masing-masing kita, termasuk para pelaku, sehingga mereka akan hidup dalam ketidak tenangan yang secara garis besar akan menurunkan kualitas hidup mereka juga.
Bukan hanya bagi mereka yang terlibat, yaitu korban dan pelaku, anak yang menyaksikan tindakan bullying juga bisa terpengaruh dengan efek-efek negatif antara lain perasaan tidak nyaman dan tidak aman, merasa cemas, takut, dan bis aterganggu juga mentalnya. Tidak ada anak ataupun orang yang secara sadar ingin berada dalam situasi bullying, sehingga penting bagi kita untuk menghadapi bullying ini dengan lebih serius, mulai dari anak-anak walaupun masih berusia dini. Sebab nyatanya, perilaku bullying bisa dimulai dari tindakan sederhana yang tampaknya bermain-main antara anak-anak usia tiga hingga tujuh tahun.
Sama dengan bentuk bullying pada anak dan dewasa pada umumnya, bullying pada anak usia dini juga dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu fisik, verbal, dan relasional. Penindasan fisik pada anak contohnya mendorong, memukul, mencubit, mencakar, meludahi, dan tindakan lan yang merugikan sekitar. Dalam bentuk verbal, perundungan dilakukan dengan mengolok-olok, menertawakan, berkata kasar, mengejek, menggertak, mengancam, memanggil dengan julukan tidak baik, mencibir, bahkan menjulurkan lidah. Sedangkan bullying relasional, terjadi saat seorang anak merusak barang anak lain, mengucilkan, mengasingkan, juga dengan menjelek-jelekkan anak lain pada teman-temannya.
Jika kita lihat contoh tindakan bullying pada anak usia dini diatas, sepertinya tindakan tersebut bukalah hal yang sulit kita temui dalam interaksi sosial anak-anak. Sehingga pada usia ini, hal paling penting yang menjadi catatan bagi kita adalah bagaimana kita sebagai orang tua, juga guru ataupun pengasuh yang membersamai mereka, merespon tindakan-tindakan anak-anak ini; serta perilaku seperti apa yang anak-anak lihat dari sekitar mereka. Tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita sering mempelihatkan tindakan-tindakan tersebut? Pernahkan kita mengolok anak sendiri, menertawakan dalam konteks merendahkan yang mereka alami, hingga melakukan kekerasan fisik pada mereka?
Kiat Membicarakan Bullying
Mungkin masih ada sebagian kita yang menganggap wajar saat anak menertawakan temannya, tapi mengetahui itu sebagai cikal bullying yang bisa tumbuh dalam diri anak hingga mereka remaja bahkan dewasa, harusnya bisa menyadarkan kita tentang pembicaraan serius tentang bullying ini. Karena dari hal kecil yang dibiarkan itulah, anak bisa tumbuh terbiasa dalam lingkaran bullying yang bisa mendorong mereka dalam tindakan penindasan yang lebih besar nantinya. Bagaimana kita mendorong pembicaraan tentang bullying ini pada anak khususnya dalam kelompok usia dini?
- Bangun ikatan (bonding) dengan anak
Ini hal paling dasar pada hampir setiap perkara. Karena bagaimana anak bisa mendengarkan atau berbicara pada kita jika ia tidak merasa puya ikatan dengan orang tuanya? Sisihkan waktu berkualitas dengan anak dan bangun relasi yang sehat dengan mereka, sehingga anak-anak akan percaya dan merasa aman dengan kita.
- Jadilah pendengar yang baik
Memang kadang gregetan sekali rasanya ingin menasihati mereka pada hampir semua urusan, tapi belajarlah untuk menahan diri. Dengarkan apapun yang mereka rasakan, pikirkan, tidak peduli sekonyol apapun kedengarannya. Validasi emosi mereka, biarkan mereka menumpahkan keluh kesahnya pada kita, dengarkan dulu saja.
- Perhatikan perubahan kecil pada anak
Dalam kasus bullying, anak akan merasa gelisah, murung, enggan melakukan hal yang dianggap dapat memicu bully, bahkan menghindari area tertentu. Jangan hanya memaksa anak pergi ke sekolah, tapi cari tahu kenapa anak tidak mau bersekolah. Kenapa ia yang biasanya bersemangat menjadi kurang gairah. Perhatikan tanda sekecil apapun.
Suatu ketika anak saya enggan membawa bekal tertentu ke sekolah. Setelah ditelusuri, ternyata ia merasa ditertawakan oleh teman-temannya. Mungkin sebagian kita menganggap ini hanya gurauan, tapi ternyata berdampak pada perubahan perilaku anak. Apa yang kami lakukan sebagai orang tua adalah mengapresiasi keterbukaannya, mengomunikasikan dan membantu anak menghadapi situasi serupa, juga membicarakan tindakan tersebut pada gurunya.
- Merespon bullying dengan tepat
Setelah mengetahui bentuk-bentuk bullying diatas, penting bagi kita untuk tidak memberi ruang pada perilaku bullying dengan alasan apapun. Karena mungkin sepele saat ini, tapi jika dibiarkan beresiko akan menjadi tindakan besar yang akan kita sesali nantinya. Dalam kelompok anak usia dini, mungkin kita hanya melihat sebagai bentuk permainan atau candaan saja, tapi pahami bahwa bercanda itu hal yang menyenangkan bagi kedua belah pihak bukan hanya satu tapi yang lainnya merasa sakit hati.
- Nilai-nilai penting untuk diajarkan pada anak
- Menghadapi bullying
Melalui cerita, beri anak contoh yang rinci atas tindakan bullying. Cerita ini bisa disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak. Misalkan jika melihat anak memukul temannya, atau ketika anak merasa dikucilkan, apa yang harus ia lakukan. Secara garis besar, anak bisa menghadapi perilaku tersebut mulai dengan berkata jangan, berteriak lalu melaporkan pada orang dewasa yang mereka percaya. Jangan ajarkan anak untuk membalas dengan tindakan serupa, karena sama dengan mengajarkan anak tindakan keliru dan justru akan menjadi lingkaran yang tak berkesudahan.
Sebagai orang tua, kita tentu tidak ingin anak menjadi pelaku, korban, ataupun saksi dari tindakan bullying. Tapi sayangnya, kita tidak bisa benar-benar tahu dan menghindarinya. Apa yang bisa kita lakukan sekarang adalah dengan membangun ikatan yang kuat, komunikasi yang terbuka dengan anak, serta membekali mereka dengan nilai-nilai diri yang kuat; sehingga jika pun ada situasi tersebut, anak tetap bisa merasa aman untuk mengomunikasikannya kepada kita dan tahu bagaimana seharusnya bersikap. Dan yang tak kalah penting adalah berdoa, memohon perlindungan bagi anak-anak kita ini dari Yang Maha Kuasa.
Salam, Nasha