• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Bulan April ini kita sudah memasuki bulannya lebaran, meskipun lebaran masih nanti di penghujung bulan. Biasanya karena ini momen perayaan tahunan, kita diliputi perasaan suka cita, kegembiraan, yang menurunkan tingkat cermat banyak pertimbangan. Biasanya dengan dalih, gapapalah sekali-kali ini, kita jadi punya banyak pengeluaran yang gak dipersiapkan sebelumnya. Gak ada budgetnya, tapi tetap diusahakan ada. Gapapa sih kalau akhirnya emang bisa ada namun sayangnya kemungkinan lain bisa aja jadi mengganggu kas setelah lebaran nanti. Keteteran sana-sini.

Lagipula, kalau bisa direncakan dengan baik supaya lebaran lancar dan setelah lebaran juga lancar, kenapa nggak? Sebelum menganggarkan, coba bikin daftar apa aja perintilan Ramadhan sampai Lebaran yang sebenarnya bisa direncakan.



- Makanan Berbuka

Seringnya rasa lapar saat belanja makanan sebelum berbuka puasa membuat kita kalap jajan, padahal setelah berbuka baru makan beberapa bagian juga sudah kenyang. Ada banyak laporan tentang tingginya angka food waste selama Ramadhan ini. Seperti dari Media Indonesia dan laman detik ini. Ironis sekali, disaat sebagian kita bisa membuang makanan ada sebagian saudara kita yang susah untuk makan. Banyak sekali loh kerugian hanya karena kalap ini, mulai dari gak sesuai ajaran Islam, dampak lingkungan, bahkan rugi keuangan juga. Sedikit-sedikit setip hari lama-lama ya jadi bukit juga. 


- Makanan Penyambut Tamu

Lebaran kita jadikan sebagai ajang silaturahmi yang sangat besar, kunjungan ke keluarga besar, sanak saudara, dan para kerabat. Jelas kita perlu suguhan jika ada yang datang berkunjung. Aneka makanan, kue basah, kue kering, cemilan memenuhi meja tamu. Namun perlu tetap diperhatikan adalah jumlah dan ketahanan makanan. Jumlahnya perlu disesuaikan dengan perkiraan tamu yang akan datang, disesuaikan juga dengan masa konsumsinya. Sayang kan, beli banyak eh pada basi. Tidak perlu terlihat 'penuh' yang penting cukup, dan makanan kan bukan untuk dilihat tapi untuk dimakan.


- Bingkisan

Sejak dulu, pengiriman bingkisan lebaran cukup ramai dilakukan, namanya parcel. Belakang, sejak pandemi yang membatasi kunjugan, pengiriman bingkisan jadi semakin marak dengan istilah hampers lebaran. Bukan seperti dulu yang sebatas hubungan profesional, sekarang juga hubungan pertemanan. Intinya sama, isinya sekarang yang sangat beragam. Dari awal lebih baik buat daftar siapa aja yang akan dikirimi, perhitungkan juga ongkos kirimnya, lalu pikirkan kiriman yang benar-benar bisa dimanfaatkan. Kalau makanan, cari yang punya masa konsumsi lama, sehingga dikonsumsi setelah lebaran pun tidak apa. Jika barang, pertimbangkan kebutuhan dan kesukaan dari penerima juga supaya bisa dimanfaatkan. Jangan lupa sesuaikan dengan kemampuan kita ya, gak perlu dipaksakan.


- Pakaian baru

Tidak pernah ada anjuran membeli baju untuk hari raya, hanya gunakan pakaian bersih dan terbaik. Kalau baju lebaran tahun-tahun sebelumnya masih bisa digunakan, kenapa nggak? Apalagi biasanya kita jarang menggunakan baju lebaran untuk keseharian kan, sehingga kita perlu menormalkan pakai baju lebaran dari tahun lalu. Sarimbit bagus untuk difoto, tapi kalau nggak pun ya gak masalah kok. Baju yang dipakai buat kesempatan lain juga gak masalah dipakai juga saat lebaran. Gak ada kewajiban pakaian harus yang seperti apa. Kalau udah punya, alokasi anggaran ini bisa dibelokkan ke hal lainnya kan.


- THR

Hadiah lebaran bermula sejak tahun 1951 yang diberikan pada pegawai pemerintahan saat itu, lalu pada 1994 diganti namanya menjadi Tunjangan Hari Raya (THR) untuk seluruh pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan. Tapi yang bisa menggerus anggaran kita adalah pemberian THR pada anak-anak yang berkumpul itu. Tidak masalah, karena menyenangkan bisa memberi dan menerimanya. Berbagi pada anak-anak itu baik, dalam batas tulus memberi ya, jangan sampai merembet ke harapan dipuji "wah tante itu baik ngasihnya banyak." Hal yang penting saat memberi THR ke anak-anak itu hanyalah pertimbangan jumlah anak yang disesuaikan dengan uang yang kita punya. Apa kata anak ataupun orangtua nya tidak perlu dipikirkan. 

Bagus sih kasih rapi-rapi dalam amplop lebaran, mana gambarnya juga lucu-lucu pula, sayang aja dilihat cuma beberapa detik, amplopnya dibuka, terus seringnya dibuang. Kecil sekali kemungkinan anak akan reuse apalagi recycle. Mungkin penggunaan amplop akan lebih berguna kalau THR-nya dititipi ya, tapi kalau cuma untuk lucu-lucuan coba rethink!


- Ongkos mudik

Untuk yang akan mudik jauh dari wilayah domisili, ini ongkos pulang kampung ini lumayan menguras kantong. Harus dipersiapkan atau diangsur dari jauh hari. Dari yang terlihat paling besar biayanya adalah perjalanan udara, jelas hitungan harga tiket dikali berapa orang. Transportasi umum memang lebih terlihat anggarannya dibanding transportasi pribadi. Salah satunya via darat dengan mobil, terlihat lebih murah namun memiliki lebih banyak item yang diperhitungkan. Bukan hanya biaya bensin dan tol, tapi juga service mobil memastikan ia prima hingga bekal perjalanan. 


- Zakat

The last but not least. Malah gak bisa dikurangi apalagi dihilangin. Kewajiban kita untuk mengeluakan hak orang lain, bagian yang bukan milik kita, zakat fitrah dan zakat mal kalau belum diangsur selama setahun. Singkatnya, zakat fitrah dengan hitungan 2.5kg beras dan zakat mal (zakat harta) itu 2.5% dari pendapatan kita.


Memang secara faktanya, bulan ramadhan dan lebaran nanti akan meningkatkan pengeluaran kita, menggerakkan ekonomi juga katanya, jelas itu gapapa. Selama tujuannya jelas, manfaatnya juga tepat, dan pastinya pengeluaran-pengeluaran tersebut sesuai dengan apa yang kita punya, sesuai dengan anggarannya, dan tidak mengganggu kebutuhan kita sesudahnya. 
Berikut beberapa tips sederhana yang bisa kita coba:

- Pahami batas kemampuan diri
Ini hal mendasar yang kadang disadari kadang sadar sih tapi gak mau ngaku aja. Kalau emang belum mampu, ya gak usah maksa. Segala perintilan diatas itu bisa dihilangkan kecuali zakat, jadi pahami prioritasnya. Bayar zakat dulu, kalau masih ada uangnya bisa berbagi ke yang lain. Pakaian bisa gunakan yang ada. Makanan gak perlu banyak, cukup sesuaikan dengan kemampuan. Jangan pikirin apa kata orang, hubungan baik itu perlu dijalin dengan kejujuran dan apa adanya bukan dengan sungkan dan gak enakan. 

- Tidak perlu ikut-ikutan
Kalau ada orang yang beli baju baru, ya bagus. Kalau kita nggak ya gapapa dong. Tren warna, tren model, akan terus berganti, bahkan makanan juga ada trennya. Bukan lagi sekedar kue nastar, belakangan juga ada olahan cokat sampai keripik kentang yang datang dari luar negeri. Pilihannya adalah sadari batas kita dimana, perlunya apa dan berapa, baru deh bisa cari alternatif yang lebih murah. Apalagi sekarang, mau belanja barang ada banyak sekali caranya.


- Anggarkan dari jauh-jauh hari
Untuk yang akan mudik dengan jarak jauh dan membutuhkan biaya yang besar, bisa diangsur tabungan dari bulan bahkan tahun sebelumnya. Tahun depan mudik nih, sekeluarga, pakai 2x pesawat, ya ditabung dananya dari sekarang. Mau ngasih THR orang sekampung bakal banyak nih, ya disiapkan juga dananya. Bakal open house dengan catering berhari-hari juga bisa aja kan, asal dananya ada. Dari mana? Ya disiapkan dari sebelumnya. 

Pentingnya menganggarkan itu bukan untuk menambah kerepotan di hidup kita, justru sebagai langkah untuk mempermudah. Agar kita tidak kesulitan ataupun menyulitkan orang lain di kemudian hari. Semangat menggerakkan ekonomi!


Salam, Nasha

KBBI memberi penjelasan bahagia sebagai keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan), tapi menurutku ini tidak bisa menggambarkan keseluruhan makna dari bahagia itu sendiri. Semua orang jika ditanya,menginginkan hidup yang bahagia, yang tidak menyusahkan untuk dijalani, yang sesuai dengan yang diharapkan, yang membuat hati senang, namun pertanyaannya bisakah hidup berjalan seperti itu? Apakah dengan hidup yang tidak berjalan begitu, jadinya kita tidak bahagia?

Dalam beberapa penjelasan yang aku peroleh, penjelasan menarik tentang kebahagiaan adalah dengan bagaimana kita bisa punya keberanian dan kekuatan untuk melepaskan apa yang bukan milik kita dan menerima apa yang diberikan pada kita. Sebelum pembahasan lebih lanjut, kita semua harus meyakini satu hal yang pasti bahwa hidup kita sudah diatur dalam koridor yang ditentukan oleh Sang Pencipta Kehidupan. Bagaimana kita menyikapinya, itulah yang bisa kita pelajari dan terus kita proses didalamnya.


Belajar Menerima

Seberapa sering kita sampai pada titik kehidupan yang gak pernah kita bayangkan sebelumnya? Saat kita menghendaki A, ternyata ada halangan yang menjadikan kita mendapati B. Kita kecewa awalnya, namun setelah dijalani ternyata kita mensyukuri B sebab itu rasanya lebih indah dari apa yang kita bayangkan saat mendapatkan A. Aku cukup sering. 

Sebenarnya aku orang yang cukup detail saat menginginkan sesuatu, namun disisi lain karena aku bukan orang yang punya self esteem tinggi, aku agak yaudahlah dengan opsi-opsi lain. Apalagi pengalaman bahwa apa yang aku mau tidak selalu yang terbaik. Sehingga, belajar menerima ketetapan Tuhan, apa yang menjadi milikku, jalanku, adalah hal yang awalnya sulit namun paling mungkin untuk dilakukan. Kenapa juga bersikeras pada hal yang kita tidak tahu pasti baik untuk kita? Jadi untuk hal-hal yang rasanya masih kurang berkenan, tapi mau tidak mau sudah ada di depan mata, coba tarik nafas lalu mulai terima. Tidak perlu menunggu waktu yang tepat untuk hal itu menjadi indah, namun keindahan itu bisa kita ciptakan saat ini dengan mata yang melihat dengan cara berbeda. 

Selain ketetapan, kita juga perlu menerima kebaikan. Iya, kebaikan, hal baik yang ada di sekitar kita. Mungkin saking menghayatinya kalimat tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, agak sulit untuk kita menerima kebaikan dari orang lain, karena saat menerima kita rasanya ada di bawah. Keinginan untuk berada di atas untuk terus memberi membuat kita enggan menerima. Padahal, gak mungkin bisa memberi tanpa ada yang menerima. Kalau memang ada saatnya kita butuh kebaikan orang lain, terima dengan lapang dada. Terima kalau kita gak bisa melakukan semua hal, terima kalau orang lain bisa melakukan yang gak bisa kita lakukan. Tidak perlu rendah diri untuk menerima kebaikan, anggap itu sebagai cara kita agar mereka juga bisa menebar kebaikan. Cara kita semua berkasih sayang.

Photo by Anete Lusina in Pexels


Belajar Melepaskan

Ini bukan hal yang mudah memang, melepaskan apa yang biasa kita genggam. Tapi ibarat kata jika hal itu berduri, kenapa menahan sakit dengan memegangnya? Lepaskan. Kendurkan ikatan agar tidak sesak. Lepaskan, rasakan angsuran kelegaan. 

Bukan hanya melepaskan kebendaan, namun hampir semua hal bisa kita lepaskan. Hubungan misalkan, sudah paham kan kalau semakin kita dewasa circle pertemanan juga semakin mengecil. Ini dibuktikan secara ilmiah dalam PubMed Central Journal. Itu normal dan gapapa. Lepaskan, emang gak semua hal bisa kita pertahankan bersamaan. Bisa juga kekuasaan, pernah dengar kan post power syndrome? Kondisi belum bisa menerima kehilangan kekuasaan yang pernah dimiliki sebelumnya, biasanya terjadi pada pensiunan, tapi bukan gak mungkin bisa terjadi sebelum itu. Orang tua yang melepaskan kontrol sedikit demi sedikit pada anak yang semakin mandiri. Berapa banyak orang tua yang gak bisa melepaskan diri dari campur tangan terhadap rumah tangga anak hingga menyebabkan perceraian. Atau juga harapan. Apalagi jika harapan itu berkaitan dengan orang lain. Sedekat apapun kita pada orang tersebut, sesayang apapun, sebagus apapun sepertinya harapan itu, tetap kita tidak bisa berharap banyak sebab harapan akar dari kekecewaan, maka lepaskan, lakukan seperlunya, banyak-banyak doakan.

Buatku, perjalanan paling panjang dan berarti dari proses menerima dan melepaskan adalah perjalanan keibuanku. Mengutak-atik prioritas hingga merelakan banyak hal dan menerima lebih banyak hal lagi, hal-hal yang selama ini tidak terbayang. Sudah sampai sini, eh bisa kok ternyata, wah indah juga rasanya. Seiring dengan pertambahan usia anak, kita juga perlu melepas mereka ke area luar yang lebih luas, mengendurkan sedikit pengawasan, melepaskan agar ia bisa tumbuh besar.Mempercayakan, melepaskan, bukan perkara instant, perlu latihan, dan jelas bisa diupayakan dari sekarang.

Photo by Anna Baranova in Pexels

Beberapa cara dibawah ini bisa kita coba praktikkan dalam keseharian untuk bisa berlatih melepas dan menerima:

- Latihan Bersyukur

Untuk hal sekecil apapun, yang kadang luput dari perhatian kita, yang saking sudah biasanya kita terima jadi lupa kita syukuri. Hal-hal yang aku tulis disini akan terus bisa relate sebagai bahan syukuran kita. Bisa juga dengan merutinkan buat gratitude list seperti pernah aku bahas dalam postingan ini.

- Jangan Membandingkan Diri

Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, kita tidak menjalani hidup mereka sehingga tidak akan pernah tahu keseluruhan yang mereka hadapi. Apalagi dengan akses mudah pada media sosial, semua bisa memprlihatkan dan melihat apa saja yang diinginkan. Kecemburuan sosial mengalami peningkatan. Bijak menggunakan media sosial aku bahas disini. Selalu ingat bahwa apa yang ditampilkan adalah versi terbaik dari yang ada, bukan yang apa adanya. Foto selfie gak pakai filter pun, setidaknya dengan angle paling tepat dan yang dipilih itu foto terbaik kan. 

-Belajar Memaafkan

Ironinya, kita memahami bahwa orang mungkin saja melakukan kesalahan namun sulit menerima bahwa kita juga mungkin saja salah. Maafkan diri sendiri, maafkan orang lain. Terima bahwa kita semua gak mungkin selalu benar, terima juga dalam kebenaran bisa jadi ada kesalahan, dan dalam kesalahan ada juga benarnya. 

- Coba Mengidentifikasi

Semua proses ini akan lebih jelas dan mungkin dikerjakan jika kita mampu mengidentifikasi. Mulai dari apa saja yang dirasakan, apa yang membebani pikiran, apa yang harus direlakan, apa yang bisa dipertahankan, apa yang paling bikin gak nyaman, apa yang bisa diupayakan perbaikannya. Coba apa pun ditulis, dibreakdown, dibuat dalam bentuk daftar, dituang ke kertas supaya tidak penuh isi kepala. Identifikasi agar jelas apa langkah selanjutnya. Bukan hanya aktivitas kantoran yang perlu tulisan, tapi proses pengembangan diri juga perlu catatan.


Belajar dari Finlandia

Untuk skala yang lebih besar, kita bisa melihat pada negara paling bahagia di dunia selama enam tahun belakang yaitu Finlandia. Keistimewaan negara ini pernah aku bahas di Kompasiana ini. Tidak perlu membahas bagaimana kondisi negara dan perbedaannya dengan kita sehingga punya jarak sejauh 83 peringkat (Finlandia peringkat 1, Indonesia peringkat 84) namun ada berbagai persamaan yang bisa saja kita adaptasi. Kita sama-sama manusia, sama-sama punya pilihan untuk bersikap.

Photo by Olivier Darny in Pexels

- Menjaga Kepercayaan dengan Kejujuran

Ini hal yang sangat menarik, mengingat kepercayaan kita sebagai warga sering diuji dengan banyaknya kasus negatif terkait korupsi dan ketidakjujuran para penyelenggara pemerintahan. Bukan hanya kelakuan para koruptor yang tidak tahu diri, namun juga berbagai kebijakan dan hukuman yang masih belum mumpuni. Secara data, kita memang masih jauh tertinggal dengan IPK (Indeks Persepsi Korupsi) Finlandia adalah 87 poin sedangkan Indonesia hanya 34 poin. Sejalan dengan itu, perilaku jujur warga Finlandia terwakilkan dalam Social Experiment oleh Riders Digest, dengan 11 dompet dikembalikan dari 12 yang sengaja dijatuhkan  di sana. Kalau dompet kita yang memang tidak sengaja tertinggal, lalu kita buru-buru kembali untuk mengambilnya, kira-kira dompetnya masih ada gak ya? 

Sebelum bisa percaya, kita bisa melatih diri sendiri untuk bersikap jujur terlebih dahulu. Tanamkan dalam diri, bahwa hubungan baik dimulai dengan sikap terbuka dan apa adanya. Mungkin akan ada saja perasaan ingin dianggap lebih, yang menggiring pada pamer atau flexing, tapi kalau kita sudah merasa cukup dengan diri sendiri pandangan orang mau gimana juga gak perlu dipikirkan. Lepaskan pendapat orang lain untuk kita kendalikan. Dari hubungan berlandaskan kejujuran itulah, kita bisa mulai dipercaya dan mempercayakan. Lanjutkan dengan tidak mengambil yang bukan hak, terima berapa porsi yang menjadi jatah tanpa keinginan untuk mengambil porsi orang lain, lepaskan yang bukan milik kita. 

- Fokus ke Diri Sendiri 

Focus on what makes you happy. Orang Finlandia lebih mudah melakukan ini karena GDP nya memang jauh di atas kita. Hidup mereka setidaknya tanpa perlu ribet memikirkan mau makan apa, sisihin berapa buat bayar sekolah, atau nanti kalau sakit bayarnya gimana. Namun, kita tetap bisa mncontoh kok. Kalau dirasa pendapatan kurang, ya kerja lagi lebih keras. Kalau kondisi tidak memungkinkan untuk kerja lagi, ya cukupkan dengan yang ada. Terima bahwa jatahnya ya segitu. Lepaskan angan yang memang bukan kebutuhan. Fokus dengan apa yang dimiliki, gak perlu membandingkan diri dengan orang lain. 

- Kebersamaan

Ini kalimat yang sangat menarik buatku dimana penilaian orang terhadap warga Finlandia adalah cooperation rather than competitiveness. Hal ini berlaku untuk semua aspek kehidupan mereka, termasuk pendidikan. Kita bisa loh untuk maju bersama, berkolaborasi untuk melangkah lebih jauh daripada jalan sendiri-sendiri. Bersaing butuh banyak energi dan gak bikin kita melangkah maju, tapi bekerja sama bisa membuka lebih banyak pintu peluang. Kepuasaan dan kebahagiaannya dari bekerja sama, bisa saling membantu, juga dapat dirasakan daripada menang saat persaingan.

- Ramah Lingkungan

Terlalu mustahil sih untuk membandingkan Indonesia yang perkara kantong belanja aja masih lebih banyak kontranya dengan Finlandia yang warganya udah komit untuk carbon neutral di 2050. Tapi balik lagi ke diri kita sendiri. Melakukan sesuatu yang baik, menjadikan itu kebiasaan akan mendorong kepuasan. Apalagi jika itu gerakan besar yang berdampak. Bukan hanya upaya peduli lingkungan untuk keberlangsugan hidup jangka panjang, namun juga memanfaatkan lingkungan dengan tepat untuk hidup kita saat ini. Lepaskan diri secara berkala dari digital tools untuk menjadi bagian dari alam. Tidak perlu villa musim panas seperti mereka, tapi bisa pilih liburan yang lebih dekat ke alam. Merawat taman kecil disekeliling rumah, memberi makan binatang, rutin menghabiskan waktu di alam terbuka, coba biasakan merumput atau earthing istilahnya sekarang. 



Darimana saja kita bisa belajar, kalau dirasa Finlandia terlalu jauh coba lihat ke belakang bagaimana para orang tua kita di desa dulu menjalani hari. Setiap area dan setiap waktu jelas ada beda kondisinya, namun kebiasaan baik sekecil apapun akan selalu punya tempat untuk kita jadikan kebiasaan lebih baik. 



Salam, Nasha

Bagi orang tua dengan anak yang akan memasuki usia sekolah, mungkin Ramadhan tahun ini punya cukup banyak pertimbangan. Anak ini kayanya belum terlalu paham tentang Ramadhan, belum ada pengajaran dari guru, belum ada ritual yang dilakukan, masih terlalu kecil, tapi rasa-rasanya mereka sudah punya keingintahuan yang tinggi, pada apa yang kita persiapkan, apa yang kita lakukan, saat Ramadhan nanti, mungkin sudah cukup umur untuk coba ibadah Ramadhn nanti. Kembimbangan yang membuat kita bingung mau memutuskan langkah apa yang sebaiknya kita ambil untuk anak-anak yang hampir semua yang mereka tahu berasal dari orang tua.



Nah, berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan.

- Menjelaskan

Sadari saat menjadi orang tua, kita adalah sumber informasi utama anak. Mereka memiliki rasa penasaran yang tinggi, sudah bisa menyimak banyak hal, akan bertanya apa saja e ntah itu masuk akal atau tidak bagi kita, dan akan mengejar sampai mereka mengerti. Begitu memang cara mereka belajar, lagipula lebih baik bertanya pada kita yang jelas punya filter sendiri daripada dapat informasi dari luar yang tidak jelas kredibilitasnya kan. 

Beri tahu anak dari dasar tentang Allah, tidak usah susah tentang alam semesta, dari tubuh sendiri dulu saja. Tentang Sang Pencipta, bawa anak dalam dialog dan permainan yang menyenangkan, buat anak tertarik, gembira, baru masuk ke penjelasan. Tentang tahun hijriah, nama-nama bulan dalam tahun hijriah, dimana salah satunya adalah Bulan Ramadhan. Ceritakan tentang keistimewaan bulan ini, apa yang Allah perintahkan, apa yang bisa kita lakukan di bulan ini, bagaimana kita memanfaatkannya, jelaskan satu persatu, tapi sebelumnya pelajari dulu ya.

Siapkan bahan-bahan, rencanakan penjelasannya bagaimana jadi kita juga lebih siap atas kemungkinan pertanyaan lanjutan. Medianya bisa macam-macam, tidak perlu terlalu serius, bisa dari cerita, nyanyian, saat jalan-jalan, alat peraga. Bisa juga dengan buku bacaan, worksheet, atau dengan video interaktif, mana yang anak lebih suka dan kita lebih nyaman untuk pilihan medianya.


- Menjadi Contoh

Ingat lagi bahwa children see children do.  Setelah dijelaskan teori dan cerita panjang lebar banyak banget itu, masuk lah ke praktiknya. Ini bagian lebih pentingnya, karena anak mungkin tidak mendengar, atau kurang memahami apa yang kita jelaskan, tapi anak akan selalu melihat. Bisa jadi anak menyambungkan sendiri penjelasan kita sebelumnya dengan apa yang kita lakukan, bisa jadi anak kebingungan lalu punya pertanyaan lanjutan, bisa jadi anak hanya akan meniru yang kita kerjakan. 

Jadi kerjakan saja dan perlihatkan pada anak. Ya sholat, ya puasa, ya mengaji, ya menahan diri, serta sahur, berbuka, sedekah, dan masih banyak lagi. 

Perlihatkan juga kenikmatan semua ibadah itu, jangan terus-terusan menampakkan letihnya puasa tidak bisa makan minum, tapi juga perlihatkan dengan ekspresif bagaimana nikmatnya berbuka puasa, bagaimana kita dengan senang hati sholat taraweh yang belasan rakaat itu, bagaimana kita sangat menanti dan sangat menikmati ibadah ramadhan ini. Biarkan anak melihat dan mencontoh seperti apa 'seharusnya' kita di Ramadhan ini.

Photo by Amirul Muiz on Unsplash

- Mengajak

Ajak anak, beri mereka kesempatan untuk ikut merasakan Ramadhan, coba untuk percaya bahwa mereka bisa melakukan. Meski rasanya sulit anak seusia mereka bisa sholat tarawih, tidak ada salahnya mengajak. Di tengah sholat, kalau mereka memutuskan hanya akan duduk menunggu, biarkan. Ajak juga anak berpuasa, hormati keputusannya untuk mencoba sejauh yang mereka rasa bisa. Meski kasihan haus dan lapar, ajak saja semampu mereka. Bangunkan mereka sahur, semampu mereka. Persiapkan mereka sejak malam hari. Sounding dari sebelum tidur. 

Mengajak anak bisa dilakukan dengan bertanya, boleh bujukan, namun bukan dengan menekan apalagi memaksa. Jika kita ingin anak memiliki kesadaran sendiri untuk beribadah, menikmati prosesnya itu, dan menyentuh hingga hati, maka jangan mulai dengan menakutkan pada anak usia belum matang itu. Anak cenderung akan meniru apa yang kita lakukan kok.Kalau anak penasaran, tertarik, dan melihat itu sebagai hal menyenangkan mereka akan mau mencoba lakukan.


Kita tidak akan tahu pasti usia berapa anak sanggup berpuasa, dan usia ini akan berbeda-beda disetiap anak. Melansir dari laman emc health care anak bisa dikenalkan pada Ramadhan sejak usia 3 tahun, namun praktiknya bisa dilakukan saat otak anak lebih berkembang dan ia bisa lebih mengenal dan mengendalikan dirinya. Mungkin diawali dari usia 4 tahun anak bisa mulai berpuasa, dengan saran sekitar 4 jam saja agar pertumbuhannya tidak terganggu. Diantara waktu itu, biarkan anak belajar mengenal dirinya, merasakan haus dan lapar, dan hargai niat mereka, usaha yang mereka lakukan, sambil tetap memperhatikan tanda-tanda pada tubuh anak. Durasi berpuasa ini bisa berangsur meningkat seiring dengan pertambahan usia anak nantinya. Hingga saat usia wajibnya kelak, biasanya paling cepat 10 tahun bagi perempuan atau 12 tahun untuk laki-laki,  anak sudah terbiasa dan mampu menunaikannya. 

Maka diusia belum sekolah dibawah 7 tahun begini, saat otak anak masih berpikir dengan cara yang konkrit dan praktis, yang bisa kita lakukan adalah mengajarkan dengan cara sederhana yang dekat dengan hari-harinya. Bisa dengan berbagai alat yang menambah suka citanya, ada yang menghias rumah, ada yang punya ritual keluarga, ada yang menambahkan kegiatan tematik Ramadhan, serta berbagai kegiatan lain yang menyenangkan bagi anak. Tujuannya agar anak-anak ini punya kenangan yang menggembirakan terkait Ramadhan. Kalaupun tidak ada aktivitas khusus, ajak saja anak ikut serta, menjadi bagian dari apa yang kita lakukan, ini juga membuat anak merasa lebih berharga. Semua proses keikutsertaan anak dalam suasana Ramadhan ini dapat menjadi sarana yang sangat baik untuk anak belajar dan berlatih, yuk manfaatkan! 💙

Aku ingat rasanya pernah menceritakan ini sebelumnya, berpuluh tahun berlalu rasanya ingin aku ulang, dengan cerita yang sama tapi mudah-mudahan dengan pemahaman yang lebih mendalam.

Kembali pada obrolan siang bertahun-tahun lalu, aku masih duduk di bangku SMA kala itu, mengeluhkan jadwal kelas yang semakin panjang. Dari pulang siang diperpanjang hingga pulang petang. Seorang senior menanggapi dengan ujaran singkat, gapapa kan ada dua kali jeda waktu sholat. Aku cuma bisa diam. Sembari otakku mengingatkan tentang dialog beberapa tahun sebelumnya, antara aku dan guru mengajiku. Ia bertanya, kenapa sholat subuh disaat kita masih segar hanya dua rakaat, sedangkan sholat zuhur atau isya disaat rasanya kita sudah lelah malah empat rakaat. Waktu itu beliau hanya menjawab, karena ketentuannya ya begitu. Jujur saat itu, aku sama sekali tidak mengerti. 

Bertahun kemudian, obrolan ringan begitu membawa aku pada pemikiran yang cukup dalam. Mungkin semua kalimat terlontar itu adalah kebenaran yang paling aku butuhkan.

Bahwa, aku yang perlu Tuhan. Kita semua-lah yang butuh Tuhan. 



Sholat

Pemahamanku masih sangat dangkal, aku jelas bukan ahli agama, aku hanya seorang hamba yang ingin diakui sebagai umat Nabi Muhammad. Kekhawatiran menulis tema begini jelas ada, tapi ditengah segala kebisingan ini, rasanya kita justru semakin perlu menyusupkan hal-hal baik yang kita punya. Kebenaran tetaplah milik Sang Maha Kuasa.

Bertahun setelah obrolan itu, sepertinya memang disaat aku sangat lelah dan jengah dengan berbagai aktifitas, aku menjadikan sholat sebagai rest area. Masanya kala itu, aku menantikan waktu sholat, supaya aku bisa istirahat, supaya aku bisa berhenti berlari. Tidak apa meski sebentar saja. Desakan pekerjaan, berbagai tekanan, berkejaran dengan waktu, aku hanya ingin berhenti sebentar, untuk diam menunggu saat antri berwudhu, untuk bergerak lambat langkah demi langkah, untuk melipat mukenah hingga rapi, untuk berulang kali menghela nafas sepanjang gerakan itu, juga untuk bisa berbicara tentang apa yang aku rasakan. Karena sholat tidak bisa disambil, kita benar-benar harus berhenti melakukan sesuatu untuk melakukan sholat. Istirahat untuk makan bisa disambil, tapi tidak dengan sholat. 

Momen-momen itulah yang membuatku sadar, oh Allah menciptakan sholat di tengah hektiknya aktifitas itu memang untukku, agar aku bisa lebih lama berselang. Empat rakaat di tengah teriknya matahari, di panasnya siang, agar aku bisa menyejukkan diri dalam sholat. Empat rakaat di malam hari itu, supaya aku bisa lebih lama bercengkrama tentang hari yang aku lalui. Bukan hanya disaat sulit, disaat senang juga tetap begitu. Di tengah hari kita yang semakin terbuai duniawi, kita dibawa lagi untuk pause dulu. Sekedar mengingat secara sadar apa ya yang tadi kita lakukan juga apa yang akan kita lakukan. Beberapa menit yang harusnya bisa jadi moment kita sadar diri, moment kita sejenak berhenti melihat kanan kiri lalu mantap berjalan lagi, beberapa menit yang (semoga) bukan sekedar kebiasaan hari-hari.

Benar, alasan banyak rakaat hanya Allah yang punya penjelasan tepat. Mungkin saja orang lain punya alasan sebaliknya, salah satunya bisa diihat disini. Yang jelas, sebagai makhluk memang sepatutnya kita taat pada apapun ketentuan-Nya, tanpa perlu mempertanyakan. Namun untukku sepotong cerita begini, cukup menghangatkan hati. 

Photo by Fatih Maraşlıoğlu in Pexels


Puasa

Seperti sudah kita tahu, puasa adalah soal menahan diri. Bukan hanya menahan haus dan lapar, kita juga perlu menahan nafsu, mungkin mengendalikan lebih tepatnya. Ia akan tetap ada di dalam diri, namun tidak setiap saat nafsu itu perlu dituruti, tidak setiap waktu apa yang diinginkan bisa tercapai, juga tidak semua keinginan perlu diwujudkan. Dari itu saja, sebenarnya kita sedang dilatih untuk bersabar, untuk bisa mengendalikan diri. Bentuk pengajaran sekarang dalam berbagai praktik kesehatan mental. Ternyata puasa dengan bersungguh-sungguh juga bisa melatih itu. 

Buatku, yang paling awal adalah puasa membuatku sadar kalau aku kelaparan. Menyadari kalau aku lapar, aku punya lebih sedikit energi untuk melakukan apa-apa, kalau dulu mungkin akan berlagak sok kuat dengan halah, udah biasa kok puasa tuh. Tapi emang lapar dan haus bikin kita tidak punya cukup energi seperti hari biasa. Sadari itu, untuk kurangi aktifitas yang gak perlu, marah-marah misalkan. Atau mikirin hal yang gak perlu dipikirkan, ngomentarin perkara yang gak ada solusinya. Ini bisa lumayan menghemat energi. Apalagi udah dikasih clue, marah dan ngomongin orang tuh bisa merusak puasa. 

Selain itu, kita emang perlu merasakan haus dan lapar supaya kita bisa mensyukuri nikmatnya makanan dan minuman. Kita perlu merasakan kekurangan dulu untuk bis menghargai apa yang kita miliki. Seandainya kita gak merasakan puasa, gak bakal ada puji syukur berulang kali karena nikmatnya berbuka. 

Enaknya lagi, kita tinggal di wilayah mayoritas muslim, Ramadhan menjadi bulan yang 'diperlakukan' berbeda. Ada banyak sekali penyesuaian aktifitas selama Ramadhan. Dukungan untuk kita bisa lebih beribadah. Bahkan di kotaku dulu, sekolah diliburkan selama Ramadhan diganti dengan pesantren kilat, kegiatan keagamaan di masjid terdekat. Meskipun pernah juga tetap berpuasa ditengah yang tidak puasa seperti pernah aku ceritakan disini. Tapi emang paling seru kalau Ramadhan tuh kita punya rutinitas yang berbeda dari bulan lainnya, vibe-nya jadi lebih berasa, kalau kata anak sekarang.  


Mengaji

Aku ingat diwaktu-waktu aku tidak tau lagi apa yang harus dilakukan, apa yang bisa dikatakan, tidak tahu juga maunya apa, bahkan aku gak tau mau berdoa apa, tapi rasanya sesak sekali di dada, akhirnya aku hanya buka Al.Quran membaca beberapa ayat lalu menangis sesenggukan di sana. 

Aku tidak sedang baca terjemahannya apalagi tafsirnya, aku juga tidak paham bahasa Arab, aku hanya membaca dengan apa yang aku bisa. Tapi ayat yang diciptakan Allah SWT sebegitu indahnya hingga bisa menembus hati tanpa perlu dijelaskan logika. Membayangkan itu saja hatiku hangat. 

Potongan ayat-ayat suci yang aku bahkan tidak tahu maknanya, bisa memelukku pelan, menenangkan, menambahkan kekuatan, memberiku jawaban. Jawaban yang bisa jadi  langsung terlintas di benakku begitu saja, jawaban yang mungkin melalui perantara orang luar, melalui apa yang didengar, dibaca, atau mungkin beberapa tahun kemudian baru aku dapatkan. 

Photo by RODNAE Productions in Pexels

Tidak apa, begitulah kemuliaannya.

Mungkin mirip seperti saat kita bercerita pada teman, kadang bukan jawaban yang kita butuhkan. Kadang kita hanya ingin mengeluarkan, didengarkan daripada berdesakan di kepala lebih baik dikeluarkan, diucapkan. Kadang kita hanya perlu tambahan kekuatan, memastikan bahwa ada yang berada disisi untuk memberi dukungan. Semuanya tetaplah bagian dari bagaimana Tuhan dengan megahnya mengatur segala rencana.


Nikmat Iman

Apa yang aku rasakan, apa yang kamu rasakan, apa yang kita semua rasakan mungkin bisa kita sebut sebagai anugerah karena memiliki Tuhan, kenikmatan beriman. 

Atas segala perkara yang ada-ada saja, yang sering tidak masuk akal, yang sulit dijelaskan, kita tahu bahwa ada yang berkuasa diatas segalanya. Bahwa ada alasan sesuatu terjadi, dan ada tujuan semuanya menjadi. Ada titik di mana semua ini berasal, dan ada juga titik di mana semua ini akan kembali. Aku sendiri merasa lega, karena ada 'pihak' yang bisa diserahkan atas segala urusan, aku sendiri jelas tidak akan sanggup menanggung semuanya. Jangankan semua, satu perkara saja aku tidak punya daya. Momen-momen tepat datangnya pertolongan. Orang-orang tepat yang Tuhan pilihkan untuk memberi bantuan. Cara-cara yang lembut menyentuh hati. Tempat-tempat yang pas melegakan. Serta alur yang sempurna Tuhan telah skenariokan. 

Maka, aku tidak pernah terbayang bagaimana hidup di dunia yang begitu luas dan chaos ini jika tidak ada Tuhan didalam diri. Kenikmatan untuk (insyaAllah) beriman dan berada ditengah-tengah orang yang (insyaAllah) beriman. Kenikmatan ini semoga tidak akan pernah lekang, semoga terus bersama kita. Jangan sampai kita lupa memohon agar tidak dibolak balikkan hati ini, agar bisa kita senantiasa merasakan nikmatnya iman begini. Nikmatnya menjadi hamba, nikmatnya memiliki Tuhan, nikmatnya menjadi umat, nikmatnya memiliki tauladan. 

Pada akhirnya, setelah kita meyakini dan memilih taat saja pada apa yang Allah perintahkan, lalu berangsur merasakan sepotong ketenangan, kedamaian, wah ternyata memang kita yang butuh semua ibadah itu. Kita yang jelas-jelas butuh Tuhan.



Salam, Nasha




Haji di Masa Muda


Seperti yang kita semua ketahui, bahwa haji merupakan bagian dari rukun Islam yang disebutkan terakhir dengan kalimat bagi yang mampu. Memang, berangkat haji dilakukan oleh orang yang 'mampu.' Mampu disini bisa memiliki banyak definisi, bisa dari ketahanan fisik, kesiapan dana, hingga perasaan 'terpanggil.' Iya, belum sampai ke Baitullah juga seringnya perkara belum merasa dipanggil Allah. Ingin saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan keseriusan tekad untuk benar ingin berangkat. 

Kesungguhan haji dituntut berkali lipat karena banyak hal yang harus disiapkan. Berada empat puluh hari di Jazirah Arab sana, tentu butuh badan yang sehat dan stamina yang kuat. Beradaptasi dengan perubahan lingkungan hingga melakukan berbagai aktivitas haji tanpa henti. Belum lagi, perbekalan yang dibutuhkan selama di sana. Urusan berpindah ke tempat berjarak ribuan kilometer dar tanah air, kebutuhan hidup di sana, serta segala administrasinya butuh biaya yang tidak sedikit. Sudah cukup uang untuk mendaftar pun, kita perlu menunggu puluhan tahun hingga akhirnya berangkat. Melansir dari laman kemenag, estimasi masa tunggu haji di wilayah Indonesia berkisar antara 11-48 tahun lamanya. Jika terus menunda, kapan kita berangkatnya?

Itulah kenapa kita didorong untuk meniatkan haji sejak kini. Bukan untuk menambah beban pikiran, hanya agar kita bisa lebih dini mempersiapkan untuk bisa menunaikan kewajiban. Kendaraan mewah dan tumpukan perhiasan tidak masuk dalam hal yang diwajibkan, namun berangkat haji ada. Coba lagi untuk menyusun ulang prioritas, tentukan target, anggarkan dananya, serta estimasi waktunya. Berangsur melangkah untuk haji sekarang. 'Mampu ataupun belum mampu' nantinya biar Allah yang putuskan. Allah yang akan memampukan, kita hanya perlu berniat, mewujudkan niat dengan usaha, lalu kembalikan sisanya kepada Allah. 

Sudah ada niatan, yuk Bismilah mulai dengan satu-satu langkah.

Meminta pada Allah

Setelah memantapkan hati ingin menunaikan ibadah haji, maka perbanyak berdoa. Sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, "Ya Allah aku ingin berangkat haji." Minta Allah yang mencukupkan, Allah yang akan mudahkan dan lancarkan. Jangan sampai bolak balik hati karena urusan duniawi.

Jaga Kesehatan

Niat hati berangkat haji selagi muda karena badan yang sehat dan kuat, tapi akan percuma kalau kita tidak bisa menjaganya. Daftar sekarang, pergi bertahun-tahun mendatang, kalau punya pola hidup yang tidak sehat, bisa jadi harusnya berangkat malah sudah sakit-sakitan. Dari sekarang, coba terapkan pola makanan yang lebih sehat, rutin olahraga, juga istirahat cukup. Selain sebagai bentuk syukur pada Tuhan, badan yang sehat juga memungkinkan kita optimal untuk melakukan apa saja. 

Siapkan Dana

Perlu diketahui, tahun 2023 ini BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) ditetapkan sekitar 90 juta rupiah. Tenang, tidak semua perlu ditanggung calon jamaah haji. Biaya haji yang ditanggung jamaah atau diistilahkan Bipih ditetapkan sekitar 50 juta rupiah. 
Kita juga tidak perlu mengumpulkan semuanya sebelum mendaftar. Memiliki 25 juta rupiah saja, kita bisa melakukan setoran awal ibadah haji lalu memasukkan nama di daftar antrian keberangkatan haji di wilayah domisili. Pelunasan bisa dilakukan sembari menunggu tahun keberangkatan. Kira-kira perlu berapa lama ya mengumpulkan 25 juta?

Photo by Robert Lens in Pexels

Mulai sekarang, kumpulkan uang sedikit demi sedikit. Tidak perlu dalam bentuk fisik, sudahlah repot, resikonya juga sangat banyak. Coba manfaatkan kemudahan digitalisasi dengan buka Tabungan Haji. 

Tabungan Haji

Fasilitas perbankan yang memudahkan calon jamaah haji untuk mengumpulkan uang menunaikan ibadah haji. Tabungan ini sama dengan menabung biasa, namun karena goal-nya adalah haji, maka tujuan pengumpulan dananya adalah untuk pembiayaan haji sehingga tabungan ini tidak bisa diambil sesukanya, dan data kita juga terintregasi online ke siskohat (sistem informasi dan komputerisasi haji terpadu). Jadi, setelah dana minimal pendaftarannya terkumpul, pihak bank akan menghubungi kita untuk mendaftarkan diri di kemenag wilayah agar mendapat nomor antrian keberangkatan haji. Praktis kan?

Tabungan Haji Bank Mega Syariah

Bank Mega Syariah adalah salah satu bank swasta dibawah CT Corp yang dijamin LPS, dan sejak 2009 dipercaya sebagai Bank Penerima Setoran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPS-BPIH). Selain itu, BMS (Bank Mega Syariah) sekarang mengemban amanah untuk mengelola Dana Haji sekaligus mitra investasi dari BPKH. Kerja sama terkini adalah dengan dibukanya Payment Point di Kantor Kementrian Agama untuk memudahkan nasabah melakukan pendaftaran Ibadah Haji.

Komitmen Bank Mega Syariah sebagai salah satu perbankan berbasis syariah di Indonesia dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang diraih seperti The Best Sharia Bank versi Iconomics Syariah Award pada 2021, lalu tiga penghargaan sekaligus dari Tempo Media Group dalam kategori Bank Syariah sebagai The Best Digital Services, The Best Resilience Bank, dan The Best Financial Sustainability Bank. Hingga terbaru pada Februari lalu, BMS dinobatkan sebagai Top Sharia Business Unit in KBMI 1 Category dalam pagelaran 3rd Indonesia Syariah Awards. Dengan berbagai penghargaan dan jaminan rasanya tidak perlu lagi ada keraguan untuk membuka Tabungan Haji di Bank Mega Syariah.


Produk Tabungan Haji Bank Mega Syariah ini bisa didapatkan oleh siapa saja termasuk anak-anak, dengan setoran awal untuk dewasa adalqah Rp 100.000 dan anak-anak sebesar Rp 50.000. Keunggulan lainnya adalah dengan akad syariah berupa akad mudharabah mutlaqah, dimana nasabah juga mendapat bagi hasil sebesar 0.1%. Selama penyimpanan kita tidak perlu khawatir saldo berkurang karena tabungan ini tanpa dipungut biaya administrasi bulanan. Serta data kita sebagai nasabah tabungan haji akan terhubung langsung ke siskohat (sistem informasi dan komputerisasi haji terpadu) sebagai calon jemaah haji nantinya. 

Singkatnya kita hanya perlu datang ke Bank Mega Syariah terdekat membawa kelengkapan berkas seperti KTP, NPWP, serta KK dan Akta Lahir (untuk nasabah anak), menyetorkan dana awal seperti yang disyaratkan, lalu kita akan mendapat buku tabungan haji. Pengajuan juga bisa dilakukan online melalui website BMS ini. Setoran selanjutnya dibebaskan pada nasabah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Untuk menjaga komitmen, tabungan ini tidak dilengkapi dengan kartu ATM dan tidak bisa ditarik sewaktu-waktu, kecuali setelah memenuhi saldo untuk pendaftaran haji. Tabungan bisa terus dilanjutkan hingga keberangkatan nanti. Jika sudah berangkat, rekening ini juga bisa ditutup tanpa dikenakan biaya alias gratis. 

Dengan begini, niat ibadah haji sudah mendapat satu langkah pasti. Ayo, tunggu apa lagi? Mantapkan hati, segera buka Tabungan Haji!



Salam, Nasha

Buku Tuhan ada di Hatimu ini aku punya buat persiapan Ramadhan tahun lalu, dan sayangnya baru selesai aku baca menjelang ramadhan tahun ini. Tiga tahun setelah cetakan pertamanya dirilis. Penulisnya Husein Ja'Far Al-Hadar, akrab disapa Habib Husein. Kebanyakan dari kita mungkin udah mengenal beliau, tahu sosoknya, paham pemikirannya, dan kesan apa yang ingin ia tampilkan mengenai Islam sesungguhnya. Buku ini juga sedikit banyak merupakan hasil pemikirannya tentang bagaimana kita sebagai penduduk Indonesia seharusnya memandang Islam, memiliki pemikiran dan bersikap selayaknya Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Sebenarnya ini buku yang menarik, pesan yang disampaikan juga sangat baik, hanya kurang mengikat atau emang daya bacaku aja yang rendah. Maka butuh waktu lama untuk menyelesaikannya, lalu memberanikan diri untuk menuliskannya, maafkan. Maju mundur bahas karena ini juga soal agama, yang ilmuku masih jauh dari cukup. Tapi karena ada banyak point penting dan pelajaran yang diingatkan penulis untuk pembaca, serta bisa dinikmati oleh semua orang, jadi aku akan coba rangkum insight yang aku dapatkan disini.





Hati yang Terus Beribadah Kepada-Nya


Dari titik semua bermula dan di titik semua kembali, di hati. Mengingatkan kita pada hati yang dianugerahkan pada kita, untuk selalu mengaitkan apapun kepada Sang Pencipta.

Untuk sampai ke sini, rasanya kita perlu menyadari bahwa kita memiliki banyak keterbatasan, banyak sekali. Kita punya akal pikiran, tapi masih tidak sanggup menafsirkan banyak hal. Memang akal kita tidak mampu menjangkaunya. Di sinilah kita menggunakan hati, keyakinan saja, bahwa banyak hal yang terjadi di dunia yang luas ini, tidak mungkin tanpa ada yang mengaturnya. Tidak perlu bisa kita lihat saat ini, tapi yakinnya kita ada di dalam hati. Seperti Nabi Ibrahim yang bergerak melakukan penyembelihan atas putra yang sangat disayanginya, Ismail. 
Ini juga penting sebagai pengingat buatku sebagai orang tua, untuk mendahulukan taat dulu baru logika pada anak. Kenapa melakukan ini? Ya, karena Allah memerintahkan begini. Nanti, bisa nanti-nanti setelah cukup logikanya, bisa kita tambahkan sejarahnya, alasannya, manfatnya.
Untuk perkara ibadah, kita mungkin saja tahu tentang konsep ini, bahwa Tuhan selalu melihat apapun yang kita kerjakan, dan apapun yang kita lakukan jika berlandaskan niat kepadaNya, maka itu bisa dinilai sebagai ibadah yang diganjar dengan amal kebaikan. Belajar adalah ibadah, perjalanan menuntut ilmu itu sajadahnya, mencari nafkah juga adalah ibadah, bahkan memindahkan batu di jalanan atau tersenyum saja juga adalah ibadah. Kita terlalu fokus dengan 'ritual' ibadah sampai lupa esensi ibadah sesungguhnya, bagaimana cerminan keseluruhan yang kita lakukan sebagai ibadah. Ini yang coba diingatkan kembali oleh Habib Husein, bahkan judulnya juga menjelaskan bahwa Tidak di Ka'bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan, Tuhan Ada di Hatimu.

Satu kalimat menarik yang aku ambil dari buku ini adalah Masjid bisa dirobohkan, Ka'bah bisa sepi, tapi hati manusia yang beriman akan abadi dalam ketaatan dan kecintaan pada-Nya. Indah ya. 

Cukup banyak contoh ritual ibadah yang terus dilakukan tapi gak sampai masuk ke hati. Naudzubillah ya. Karena harusnya ibadah yang benar akan banyak mempengaruhi bagaimana seseorang hidup, bagaimana dia bersikap juga bagaimana dia memperlakukan orang lain. Aku pernah belajar tentang banyak karakter yang ditanamkan hanya dari ibadah sholat. Bagaimana sholat yang hanya empat rakaat tidak sampai sepuluh menit itu bisa melatih kita untuk bersikap jujur sampai peduli. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang kita baca dalam sholat, atau berapa rakaat yang kita kerjakan, namun urusan kita hanya pada Allah untuk mempertanggung jawabkan itu. Kita benar melakukan empat rakaat tanpa dikurangi, karena sadar Allah menyaksikan, harusnya begitulah kita hidup. Kita memilih untuk berbuat baik karena tahu Allah yang melihat, kita mengurungkan niat untuk hal yang tidak baik karena tahu Allah sedang mengawasi. 

Disini juga dibahas belakangan jadi ada banyak perkara dunia yang tiba-diba diharamkan karena mendapati banyak pelaku yang menggunakannya untuk merusak. Fokusnya malah ke alat, bukan ke pelaku. Padahal setiap alat bisa digunakan untuk yang baik ataupun tidak baik, tergantung bagaimana orang tersebut menggunakannya. Ini melegakan sebenarnya, karena kita bisa saja melakukan hal yang 'katanya' banyak mudharat tapi ternyata bisa kok kita lakukan untuk hal yang bermanfaat bahkan jadi ibadah. Dalam kasus tertentu, ibadah sendiri juga bisa menjadi mudharat. Memang akhirnya semua kembali pada niat. 


Photo by Ida Rizkha in Pexels


Menjadi Cerminan Islam


Akhirnya, apa yang ada di hati, ibadah yang kita lakoni, akan tercermin dari akhlak kita sehari-hari.

Kita diingatkan kembali tentang esensi hadirnya Islam di muka bumi, sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi semesta alam. Islam yang kehadirannya bisa sebagai wujud perdamaian dan kasih sayang untuk manusia dan seluruh alam. Sudah sejauh mana perilaku kita berlandas pada kasih sayang terhadap manusia dan seluruh alam?

Sejak Nabi Muhammad mengenalkan Islam, Islam tidak dikoar-koarkan dalam bentuk ucapan tapi lebih pada apa yang Rasulullah lakukan, Beliau menjadi cerminan Islam sebagai Rahmat bagi Semesta Alam. Akhlaknya yang menjadi teladan. Kelembutannya yang mampu meluluhkan kerasnya hati. Tutur katanya yng mampu menembus dinding pertahanan diri. Memang, islam itu bukan tentang jumlah sholat tapi juga banyak manfaat yang bisa kita beri, bukan tentang kehebatan saja tapi juga tentang kehangatan.

Jadi kalau memang kita ingin memperjuangkan Islam, hal utama yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki akhlak. Misi Nabi sendiri adalah untuk menegakkan akhlak yang mulia, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak." Kita yang hidup berabad jauhnya dari beliau saja bisa merasakan kemuliaan akhlaknya, bagaimana Rasulullah menyayangi dan memberi kedamaian di hati kita. Dalam Al-Quran juga berulang kali disebutkan tentang meneladani akhlak Rasulullah yang sangat agung itu. Sehingga aneh rasanya untuk orang yang mengaku membela Islam tapi tidak mencerminkan yang dicontohkan Nabi. Mungkin terlalu jauh untuk kita hidup sehari-hari jika bicara dakwah hingga perang, tapi kita bisa mulai dengan kebiasaan harian, dengan sikap toleransi, saling membantu, menghindari suudzon, membuang sampah di tempatnya, dan berbagai sikap yang berdasarkan pada kasih sayang dan kebaikan. 

Dalam tulisannya ini, Habib Husein juga banyak menyinggung tentang menyampaikan kebaikan yang sayangnya dilakukan dengan cara yang tidak baik, sehingga sulit untuk diterima. Padahal berbagai kisah Nabi menyebarkan agama sudah sering kita dengar, tapi kenapa ya sulit sekali menjalankan misi dengan damai. Jika memang tujuannya adalah Islam, harusnya bisa melakukan dengan kasih sayang bukan paksaan apalagi yang merusak hingga menyakiti. 

Perbedaan itu bukan hal besar yang perlu kita persoalkan. Karena memang sudah ada sejak dahulu. Gejolak politik langsung muncul di zaman khalifah. Dulu ada apa-apa, orang bisa langsung bertanya pada Rasulullah, wafatnya beliau membuat umat terbagi untuk 'mempercayakan' jawaban pada siapa, hingga muncul berbagai paham perbedaan. Tidak apa, selagi pegangannya tetaplah Al-Quran dan Hadits Rasul. Itu hal biasa sejak berabad lalu, apalagi di zaman kita yang sudah sangat jauh jaraknya. Kalau mau mempersoalkan, coba tanyakan lagi pada diri sendiri, kita sedang memperjuangkan kebenaran atau ego diri dan kelompok pribadi?

Jika saja kita kembali berorientasi pada kasih sayang, maka perbedaan bisa dilihat sebagai suatu keindahan. Perbedaan akan terus ada, karena Allah ciptakan kita memang tidak sama, kita lahir dari orang tua yang berbeda, pada masa dan kondisi yang berbeda, di lingkungan yang berbeda, dibesarkan dengan cara yang berbeda, otomatis kita tumbuh dengan pola pikir dan cara pertahanan diri yang berbeda. Bisa jad semua benar, bisa jadi juga semua salah. Bisa jadi cara tertentu tepat di masa lalu, tidak lagi tepat di masa ini. Rasanya jika kita memang memiliki hati yang terpaut pada Allah dan berorientasi pada rahmatan lil alamin, cara yang dikembangkan akal kita pun akan mengarah pada hal yang benar dan membawa kebaikan, kan.


Overall, ini buku ringan yang menyejukkan, bagus untuk bacaan santai penyejuk hati dan pikiran. Seperti sedang mengobrol dengan teman, lalu diingatkan tentang baiknya bagaimana melihat berbagai persoalan. Lumayan untuk menyambut Ramadhan, supaya kalau rasa-rasanya mulai melenceng kita bisa kembali lagi menautkan hati hanya kepada-Nya dan menjurus pada moto rahmatan lil alamin.



Salam, Nasha


Sebelum mulai cerita, saya akan disclaimer dulu bahwa setiap anak memiliki kecepatan dan bidang kemampuan yang berbeda. Ini cerita anak pertama saya, dengan kecenderungannya yang lebih diam, fokus, juga menyimak. Ia memiliki rentang fokus lebih lama dibanding rata-rata anak seusianya. Untuk menghitungnya dengan sederhana, cukup kalikan usia anak dengan dua menit. Misalkan anak umur satu tahun rentang fokus biasanya dua menit, anak umur dua tahun jadi empat menit, dst. Anak saya ini sejak usia dua tahun bisa diam melakukan aktivitas motorik halus, seperti bermain puzzle. Dalam lingkungan pun, dia cenderung menyimak, sehingga sering dilabeli pendiam atau pemalu. Jika dibandingkan dengan adiknya saja kebiasaan seperti ini sudah berbeda. Maka dengan dasar yang berbeda ini, saya akan berbagi pengalaman namun jangan sampai dijadikan bahan pembanding ya, karena setiap anak memang berbeda-beda.

Dokumentasi seadanya karena anak mudah terdistracted

 Kemampuan membaca memerlukan keahlian yang sangat kompleks, anak perlu mengingat banyak sekali bentuk, menghafalkannya, melafalkan bunyinya masing-masing, menggabungkan, juga menirukan bunyinya, hingga memahami maknanya. Maka sebelum melangkah untuk belajar membaca, baiknya kita tetapkan dulu goal anak bisa  membaca untuk apa. Ada banyak kemungkinan, bisa jadi karena syarat masuk SD, atau supaya bisa menjawab banyak keingintahuannya, supaya terlihat lebih baik, kejar-kejaran dengan anak lain, macam-macam. Jawaban ini dikembalikan ke diri kita masing-masing sebagai orang tua.

Dari motivasi itulah, kita bisa berangkat ke teknisnya. Dalam teorinya, ada cukup banyak tahap yang perlu dilalui seorang anak sampai ke tahap belajar membaca, bernama tahap pre-reading skills.


Pre-Reading Skills

1. Menghadirkan Motivasi Anak

Bukan hanya orang tua, anak juga perlu memiliki motivasi sendiri. Keinginan ini bisa dari diri anak sendiri atau dengan dorongan orang tua, ingat ya dorongan bukan tekanan. Sounding seperti nah enak ya bisa baca jadi makin banyak tahu. Wah, kalau begini maksudnya apa ya, sambil memperlihatkan pada anak rangkaian huruf bermakna yang menarik untuknya. Kalimat-kalimat itu diulang terus supaya anak terpacu untuk bisa membaca. Setelah punya dorongan pribadi, anak akan lebih mantap melangkah dan bisa melalui prosesnya dengan gembira. 

Selain itu, anak juga perlu melihat dan merasakan bahwa membaca adalah kegiatan yang menarik. Ini bisa dilatih dari bayi, dengan sering membacakan mereka buku (read aloud) menikmati kegiatan baca buku di sekitar mereka (bukan main hp terus), dan menyediakan buku di sekitar mereka (buku yang terjangkau untuk mereka ambil sendiri), atau bisa juga dengan mengajak ke toko buku/ perpustakaan. Lagipula, dibandingan dengan kecepatan anak bisa membaca, lebih baik membiasakan anak untuk mencintai kegiatan membaca itu sendiri.


2. Mengasosiasikan Huruf sampai Makna

Anak perlu memahami bahwa huruf itu bisa membentuk kata, dan kata-kata itu ada artinya. Dengan rangkaian huruf, kita bisa mendapatkan informasi, bisa memahami sesuatu. Dari hal kecil saja, tulisan buka atau tutup di toko. Atau judul buku bacaannya, atau nama tokoh yang ia tanya, ada keterangan berupa kata-katanya. Dari anak sudah bisa berkomunikasi, hal ini bisa terus kita sampaikan. Oh, pintu ini di "tarik" ya tuh ada tulisannya. Ini nama tempat makannya, bisa dibaca disitu tuh. Ngomong ngalir gitu aja ya. Kita gak lagi menekan anak, tapi memberi tahu.


3. Kemampuan Mendengar

Sebagai bagian dari proses komunikasi, anak perlu bisa mendengarkan terlebih dahulu sebelum naik ke membaca. Mungkin ini aktifitas alamiah kita sehari-hari, ternyata bisa cukup membantu perkembangan otak anak dan menyiapkan otaknya untuk proses membaca nanti. Dari bercerita tentang sehari-hari, ajak ia berbicara, memberi instruksi khusus, dst. Bisa juga dari proses membacakan itu, tanyakan ke anak bagaimana jalan cereita buku yang kita baca, apa yang terjadi pada tokohnya. Proses membaca ini bisa jadi ajang buat anak belajar banyak sekali. Proses tanya jawab juga membantu otak anak untuk menganalisa kejadian, hingga melatih kemampuan kritis anak. Tanya kaya ngobrol biasa aja ya bukan modelan wawancara apalagi interogasi.

Aku gak pernah punya target anakku harus bisa baca umur berapa, dan gak pernah juga mikirin aktifitas buat nunjang kemampuan dia baca. Tapi karena aku pingin dia suka membaca, aku memang menyediakan berbagai buku sejak dia bayi, mulai dari buku bantal, board book, buku cerita anak pendek, buku cerita yang lebih panjang, komik hadits sesuai usia, sampai sekarang ada ensiklopedia anak. Kalau untuk kemampuan mendengar, itu juga dari gimana aktifnya kita ngobrol dan terus berdialog sama anak aja kan. Nah, anak pertamaku ini sudah mengenal huruf dari umur 1 tahunan kayanya, dari puzzle huruf kayu begini dapat dari kakeknya. Walaupun waktu itu dia masih belum jelas menyebut semua huruf dengan tepat, tapi dia cukup rutin main puzzle susun gini. Aku mendampingi dan memberi tahu bunyi huruf masing-masing.



Proses Membaca

Di umur sekitar 3 tahun, cukup banyak anak yang mulai bersekolah. Disitu, aku mulai mikir, apa udah saatnya memberi anak mainan yang 'agak serius.' Dari toko oren ataupun hijau, ada banyak sekali mainan dengan label edukatif bertema huruf. Ada puzzle lagi yang lebih proper sesuai bentuk hurufnya, ada flashcard, juga ada worksheet sampai ada buku latihan membaca. Dari sini, aku mulai cari tahu cara mengajarkan anak membaca, untukku, tanpa dieja, artinya anak menghafalkan per suku katanya.

Saat mulai mengajak belajar membaca, anakku gak langsung mau dan mampu. Meskipun sudah tahu semua huruf, tapi menghafalkan suku kata, dia mandek aja di ba-bi-bu-be-bo. Lupa-ulang-lupa-ulang. Disitu, aku berkesimpulan, mungkin belum saatnya, mengingat dia masih 3 tahunan. Di umur 3.5 tahunan hampir 4 tahun, aku coba ajak lagi, dia jauh lebih semangat dan berkeinginan terus. Hampir setiap hari kami latihan, sekitar 2 bulanan sampai dia bisa membaca sendiri. Ini bukan proses yang panjang dan rumit, hanya kita perlu tahu kapan anak ini punya keinginan sendiri dan siap untuk giat berlatih setiap hari. Gak perlu lama, gak sampai setengah jam, 15 menit juga cukup kalau anaknya fokus dan bisa selesai di satu sesi seperti sesi ba-bi-bu-be-bo atau sesi nya-nyi-nyu-nye-nyo.



Nah, dari pengalamanku itu ini beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk mengajari anak membaca

- Mengenalkan Huruf

Huruf bisa mulai dikenalkan melalui banyak media, bisa dari puzzle, bisa dari nyanyian, ataupun dari permainan. Tapi sebenanarnya jauh sebelum menghafalkan huruf, anak perlu bisa membedakan bentuk-bentuk dasar terlebih dahulu. Awalnya dari membedakan dan mengingat warna, dari sini anak bisa memilah perbedaan dan mengkomunikasikannya dalam bentuk kata bermakna. Lalu bentuk dasar geometri, anak mengetahui bentuk dan namanya, juga membedakan yang mirip seperti lingkaran dan oval juga persegi dan persegi panjang. Setelah dirasa anak bisa membedakan berbagai bentuk, baru dilanjut ke pengenalan huruf. Jangan lupa mengulang-ulang dibagian huruf yang mirip seperti p dan q, b dan d. 

Untuk mengenalkan bunyi, anak perlu bisa berkomunikasi terlebih dahulu, karena ada beberapa huruf yang memiliki bunyi yang mirip. Tidak apa jika pelafalannya belum sejelas kita, tapi ada perbedaan dari huruf dengan bunyi mirip tersebut. Permainan sederhana yang bisa kita lakukan adalah mencari kata dengan huruf tertentu. Misalkan nama benda dengan awalan huruf A atau binatang berawalan B, dst.

- Kegiatan Membaca

Anak bisa dilatih membaca dengan apa yang ada disekitarnya hingga rutin membaca buku. Misalkan tulisan gula dan garam, ini bisa dilakukan setiap hari. Minta anak membawakan gula yang sudah ada tulisannya. sehingga lama kelamaan anak bisa menghubungkan bunyi tertentu sebagai huruf. Mulai dari kata yang singkat-singkat saja. 

Dari kegiatan membaca, bacakan buku yang berima, sambil ditunjuk ke kata yang dibaca. Semakin sering semakin anak bisa mengingat dan menganalisa bunyi tertentu pada bentuk huruf ataupun kata tertentu. Ini akan membantu di proses membacanya nanti.


- Latihan per suku bunyi

Latihan membaca sekarang sepertinya berbeda dengan zaman kita dahulu, dengan metode mengeja. Be-u-bu-ka-u-ku-buku. Metode sekarang dan yang aku praktikkan adalah membaca tanpa mengeja. Ada yang menyebutnya metode BMTM (Belajar Membaca Tanpa Mengeja) ada juga yang menyebut Metode Montessori. Silahkan pilih mana yang lebih nyaman, namun memang benar bahwa metode ini terbukti lebih cepat dimengerti oleh anak, prosesnya pun tidak rumit sehingga anak bisa lebih menikmatinya. Kita tinggal membacakan, anak bisa mengikuti dan mengingatnya. 



- Rutin setiap hari

Sepertinya ini bagian yang paling penting, untuk merutinkan kegiatan ini dalam keseharian anak. Buatku, weekend tidak. Anakku biasanya akan belajar membaca pagi hari, tidak pernah lebih dari setengah jam. Sebelum mulai rangkaian belajar membaca ini, aku membuat semacam kesepakatan tentang waktu dan perlunya ia berlatih setiap hari, alasanku supaya tidak lupa. Lalu, ia menyanggupi, maka sejak dia mulai berkeinginan sendiri dan semangat belajar, dia juga konsisten untuk terus berlatih sampai bisa. Sesekali ada kalanya ia lupa, atau sedang beralih pada hal lain, tidak apa, ajak dan ingatkan dengan lembut tentang komitmen serta goal bisa membaca yang ingin ia raih. Libur satu dua hari juga tidak masalah. Maka dari itu, sejak awal motivasi anak adalah kunci yang penting untuk menjaga konsistensi ini. 


- Jangan dipaksa

Kita sebagai orang tua hanyalah fasilitator anak yang ingin belajar. Biarkan anak memutuskan kapan dia ingin memulai, apa yang ia ingin lakukan, dimana dia ingin melakukan. Anakku biasanya pagi bisa langsung setelah mandi dan makan, kadang juga setelah main dulu di luar, kadang mau di meja kursi, kadang juga lesehan, mana yang dia nyaman. Karena memotivasi anak boleh, tapi jangan sampai meledek. Begitu juga dengan mendorong itu boleh, tapi memaksa itu tidak. Kemampuan membaca hanyalah kemampuan mengingat yang seiring berjalannya waktu akan bisa dilakukan anak, tapi kenangan bahwa proses belajar itu menyenangkan-lah yang akan terus membekas di pikiran dan hatinya. 



Salam, Nasha

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ►  2025 (21)
    • ►  Mei 2025 (2)
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ►  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ▼  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ▼  Maret 2023 (10)
      • Mengatasi Perintilan Ramadhan sampai Lebaran yang ...
      • Memaknai Bahagia dengan Berlatih Melepas dan Menerima
      • Persiapan Ramadhan untuk Anak Usia Belum Sekolah
      • Aku, Kamu, Kita-lah, yang Butuh Tuhan
      • Jangan Tunggu Tua! Daftar Haji Sekarang, Mulai Mel...
      • Tuhan Ada di Hatimu, Buku Pengingat Sang Rahmatan ...
      • Pengalaman Mengajari Anak Membaca, Latihan Sejak B...
      • Kita Manusia, Bernilai Lebih dari Sekedar Angka
      • Sehari di Tawangmangu, Rekomendasi Wisata Keluarga...
      • Belajar dari Fenomena Flexing dan Bagaimana Kita M...
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes