• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Proses pendidikan adalah perjalanan panjang. Berbeda dengan belajar yang sudah sejak dahulu anak lakukan, pendidikan adalah jenjang formal yang punya ketentuan. Ada sistem yang mengatur, ada batasan yang perlu diikuti, ada standar yang harus dipenuhi. Setidaknya perlu dua belas tahun perjalanan sebagai siswa dan butuh tahunan lagi  sebagai mahasiswa. Memang ini tidak menentukan segala, tapi jalur inilah yang paling luas dan paling terbukti membentuk diri. Maka, mari kita mulai perjalanan ini!


Mungkin perjalanan ini tidak akan semulus dugaan. Awal-awalnya akan terasa menyenangkan karena engkau baru melakukan. Lalu, engkau mulai merasa kelelahan, kadang rasa bosan juga datang menyerang. Ada-ada saja tantangan di depan. Tidak apa.. Semua memang akan ada halangannya, tidak ada yang benar-benar mudah dilakukan. 

Wajar jika suatu waktu engkau tidak mengerjakannya dengan gembira. Pulang tidak lagi dengan senyuman tapi dengan gurat keletihan. Ingat, akan selalu ada rumah sebagai tempatmu berpulang. Beristirahat sebelum kembali melanjutkan. Aku tidak bisa menjanjikan perjalanan bebas hambatan, tapi engkau tidak akan sendirian. 

Meskipun tidak ada jaminan perjalanan ini kan terus menyenangkan, tapi waktu dan tenagamu akan sepadan. Jika dari hari ke hari engkau tahu rasanya berjuang, berlatih untuk kapasitas dirimu sendiri. Jadi mari kita mulai ini dengan cara menyenangkan. Kita berangkat melalui jalan yang lebih engkau suka, dengan cara yang lebih menarik bagimu. Karena engkau yang menjalani, aku yang mendampingi.


Setelah masa pengenalan sekolah ini usai, saya hanya ingin mengingatkan diri sendiri, anak, serta kita semua sebagai orang tua bahwa pendidikan adalah hak anak. Mereka berhak untuk pergi bersekolah, mendapat kesempatan untuk tumbuh berkembang sesuai dengan tahapan usianya, memperoleh pengalaman yang menyenangkan. Mereka-lah yang akan menjalani, yang akan memikul kewajibannya nanti, yang akan bertanggung jawab dalam kegiatannya. Kita mendampingi, memfasilitasi, mengingatkan mereka, mendukung pertumbuhannya. 

Dengan kesadaran itu, harusnya tidak perlu ada paksaan apalagi ancaman. Anak akan perlahan memahami kewajibannya di usia yang matang, rata-rata tujuh tahun. Anak belajar bertanggung jawab pada apa yang ia jalani, mereka juga akan berlatih paham konsekuensi. Jadilah tempat yang aman untuk anak berbagi, apa yang ia rasakan, pikirkan, apa yang ia hadapi, juga apa yang ia inginkan.

Di waktu lainnya, saya juga menulis ini lagi-lagi sebagai pengingat diri..

Nak, saat tumbuh semakin besar nanti mungkin akan semakin akrab ditelinga untukmu lebih unggul dari teman-teman sebayamu. Menjadi yang terbaik dalam lingkaran yang dituntut semakin membesar. Kalimat bersaing dalam kompetisi global akan semakin kerap kau dengar.

Bagaimana rasanya Nak, tumbuh dalam dunia denga populasi yang terus meningkat berkali lipat? Mereka kebanyakan semakin agresif berebut tempat. Berhenti sebentar seakan sudah tak sempat. Mulai belakangan agaknya sudah sangat terlambat.

Namun ketahuilah Nak, tidak benar-benar ada kompetisi di luar sana. Itu hanya wujud ketakutan mereka, yang sayangnya, nyaring bersuara. Mungkin mereka tidak tahu, kita tidak perlu memiliki segalanya. Sehingga mereka lupa, pada banyak hal yang sudah mereka terima. 

Lihat engkau Nak, lihat dirimu, lihat sekitarmu saja. Ada banyak yang sudah kau dapat, dan banyak pula yang bisa kau perbuat. Hasratmu meraih jangan membuatmu lupa pada apa yang ada di depan mata. Tidak perlu melihat jauh ke sana, karena jalan itu tidak akan pernah ada ujungnya. Orang yang semakin ramai, bukanlah alasan agar lebih banyak engkau menggapai. Untuk apa berebut jika engkau bisa berbagi. Untuk apa saling menyikut jika engkau bisa saling memberi. Dunia yang semakin padat harusnya membuatmu menggenggam lebih erat. Bersama-sama mewujudkan dunia yang lebih berdaulat. 

Sehingga jika terlihat kompetisi di mana-mana, tidak perlu engkau ikut serta. Jika begitu sulit mengajak mereka bercengkerama, biarkan saja. Lihat saja dirimu, perhatikan jalanmu. Tujuanmu apa, lihat ke sana saja. Teruslah melangkah, beristirahat jika engkau lelah. Kau tidak perlu lebih unggul, kecuali dari dirimu yang lalu. Manfaatkan sebaik-baiknya waktu. Kau akan mempertanggungjawabkan, ingat saja itu selalu.

Tulisan itu sebagai bentuk kegundahan hati saya akibat pilihan sekolah yang semakin beragam. Mulai dari jenisnya, kurikulumnya, hingga biayanya. Masing-masing menawarkan keunggulannya, yang semua terdengar hebat. Namun ada satu kalimat yang terus diulang-ulang, kompetisi global. Hal itu semacam warning yang memberi tahu kita bahwa dunia akan semakin ramai dengan orang-orang yang semakin pandai. 

Saya juga merasa kalau anak tidak bisa ini, ia akan tertinggal. Kalau anak tidak unggul begini, ia bisa kewalahan. Kalau anak tidak jadi yang paling, ia bisa kesusahan. Rasanya masa depan diliputi ketakutan. Padahal kan tidak perlu begitu. Setidaknya buat saya. 

Membanggakan mungkin ya jika anak menjadi yang paling cemerlang, paling dulu bisa, paling hebat di kelasnya, menjadi juara. Tapi, tidak pun tidak apa, saya akan tetap cinta. Menekankan anak untuk menjadi si paling unggul sebenarnya tidak perlu menjadi prioritas, karena perlu kita sadari bahwa persaingan itu tidak akan ada habisnya, akan selalu ada yang lebih baik, begitu pun akan selalu ada yang lebih buruk. Tergantung ke arah mana mata kita melihat, ke atas atau ke bawah. 

Bagi saya, selama anak melakukan kebaikan, melakukan hal yang benar, itu sudah cukup. Ia hanya perlu menjadi lebih baik dari dirinya yang kemarin. Mensyukuri apa yang ia miliki dengan berjuang optimal memanfaatkan itu. Sudah diberi waktu, maka gunakan dengan sebaiknya lalu bertanggung jawab atas konsekuensinya. Justru di dunia yng semakin padat, alih-alih kompetisi kita perliu mengedepankan kolaborasi. Bekerja sama bukan hanya untuk kemenangan diri sendiri, tapi untuk kebaikan bersama. 

Salam, Nasha

Menyenangkan menggunakan produk perawatan wajah yang simple, cukup beberapa jenis saja sesuai kebutuhan. Bahannya jelas, aman, harganya juga terjangkau. 



Pengalaman Pribadi

Masa pandemi dapat dikatakan sebagai masa peralihan untuk banyak orang untuk lebih memperhatikan diri sendiri, termasuk saya. Ditambah dengan kondisi yang bikin bolak balik ke dokter sampai akhirnya sadar selama ini jarang rawat badan. Dari sanalah dimulai cari tahu jenis kulit saya apa, perlunya bahan yang mana, juga belajar skin care step itu seperti apa. Tidak muluk, hanya cari yang kira-kira aman di kulit dan kantong. Maraknya skin care lokal juga bikin saya getol pingin coba-coba. Sampai setahun lalu saat mudik ke rumah orang tua, saya coba produk Atomy.

"Ini loh coba produk dari Korea. Buatan pabrik Kolmar. Googling deh. Udah coba pake nih, bagus beneran, harganya juga murah."

100ribuan untuk pembersih muka sepertinya bukan harga yang murah, walaupun juga bukan yang mahal. Karena yang meyakinkan adalah mama sendiri, dengan kalimat-kalimat pembujuk, disertai testimoni dan tester product langsung, jadilah saya mencobanya. Saat itu, saya pakai produk set pembersih evening care 4 set. Deep cleanser dan foam cleanser setiap malam, kadang skip kalau kumat mager dengan hanya pakai foam cleanser saja. Beberapa hari sekali, tidak rutin, peel off mask nya atau lebih kita kenal dengan masker. Tidak perlu waktu lama untuk membuktikan kalau pembersihnya bekerja dengan optimal, kulit muka jadi lebih bersih dan lembab. Sulit memang mendeskripsikan bagi saya yang awam, tapi memang terlihat lebih sehat, tidak lagi kusam. Sebelumnya, kulit saya cenderung kusam dan kering, namun karena karena lebih bersih dan lembab jadi juga terlihat lebih cerah atau glowing kata orang sekarang. 

Sampai disitu saya masih percaya tidak percaya, karena wajar dong wajah yang biasanya jarang dirawat jadi terlihat lebih sehat karena rutin dibersihkan. Sampailah masa ketiak adult acne menyerang. Saya bukan tipe orang yang mudah berjerawat, jarang sekali bahkan. Waktu itu muncul jerawat satu satu setiap akan haid, oh hormonal. Tidak masalah sebenarnya, tapi menyebalkan karena jerawatnya muncul setiap bulan, hilangnya bisa sampai seminggu, bekasnya bisa berbulan kemudian. Menyebalkan. 

Mau ganti produk ke set jerawatan tapi kok ya saya tidak merasa wajah jerawatan juga. Akhirnya hanya beli obat totol jerawat. Tapi tetap saja rasanya kurang puas. Barulah kunjungan mama dengan membawa produk Atomy menyelamatkan saya dari fase itu. 

Saya coba gunakan peeling pad dengan mengompresnya ke area yang ada jerawat ataupun bekasnya, lalu mengusap lembut, setidaknya 2 kali seminggu. Sampai sekarang, no more acne. Ini sih momen yang bikin terharu dan bikin repurchase, sampai akhirnya sharing begini.  


Kenalan Dulu

Buat yang belum tahu, Atomy adalah perusahaan asal Korea Selatan yang didirikan pada tahun 2009. Pencarian saya di mesin penelusuran mengantarkan pada kesimpulan kalau produk andalan perusahaan ini yang populer adalah Hemohim, obat herbal yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Perusahaan ini sendiri sudah tersebar di seluruh dunia dengan strategi pemasaran jaringan yang berpusat pada konsumen. Transaksi sangat dipermudah dengan pembelanjaan daring. 

Jadi untuk pembeliannya, bisa dilakukan melalui mobile apps. Download atomy mobile dari smartphone, login dengan User ID dan password. Masuk ke bagian Atomy Mall untuk melihat berbagai produk yang ditawarkan dan belanja seperti di marketplace lainnya. Untuk mendapatkan User ID bisa dengan mendaftar langsung atau melalui rekan yang sudah menjadi member, ini akan jadi jalan yang sama-sama menguntungkan. Cukup menyertakan KTP, kita mendapatkan User ID lalu bisa berbelanja secara mandiri melalui aplikasinya.

Mungkin sebagian dari kita merasa enggan dengan sistem pemasaran jaringan. Saya juga begitu, rasanya semacam sudah enggan duluan. Tapi menurut saya, bagusnya ini tidak mengikat sama sekali. Karena kita bisa belanja secara mandiri. Mau menjalankan bisnisnya silahkan, tidak pun juga tidak apa, kan sudah bisa menikmati produknya. Setiap belanja akan ada point yang terakumulasi tidak peduli berapa lama pengumpulannya. Lalu setelah mencapai nominal tertentu, akan ada notifikasinya. Bisa deh klaim untuk ditransfer ke rekening. Sesimple itu. Iya, bisa dibilang semacam cashback pembelanjaan.

Setelah terpukau dengan peeling pad, barulah saya lebih bersemangat menggunakan produk Atomy, bukan lagi semata karena anjuran dan testimoni mama, tapi karena saya pribadi. Saya cari informasi rinci tentang masing-masing produknya, lengkap semua keterangan ada di aplikasi. Ingridients lengkap. Saya menggunakan rangkaian produk skincare The Fame yakni toner dan lotion nya. Mau pakai kelima produknya (toner, essence, lotion, eye cream, nutrition cream), tapi anggaran belum sampai, jadi ya sesanggupnya dulu saja. Efeknya tetap kelihatan kok, meskipun mungkin tidak secepat jika kita pakai lengkap ya. Selain itu, saya pakai pembersihnya, kali ini pakai yang mild cleansing water, sunscreen SPF 50 PA+++ yang beige menyesuaikan dengan warna kulit saya, dan tentu saja sekali atau dua kali seminggu setia menggunakan peeling pad (luv banget ini ada kemasan refillnya). Hanya itu! Buat saya yang memang tidak terlalu betah berlama-lama di depan kaca, menggunakan produk beberapa dan efeknya kelihatan begini, udah cukup. Senangnya itu karena gak gak muluk-muluk wajah langsung glowing tapi perlahan kelihatan lebih bersih, lebih lembab, lebih cerah, berasa aja lebih sehatnya.

Untuk harga, mungkin terlihat angkanya cukup tinggi ya, padahal kalau dibagi sama jumlah isi botolannya, harganya jadi gak tinggi kok. Apalagi penggunaannya bener-bener gak boros, sehingga perlu waktu lama untuk konsumsi satu botol. Misalkan untuk lotion yang isinya 135ml baru habis sekitar enam bulan pemakaian. Sejauh ini saya cocok dengan produknya, harganya, dan hasilnya; makanya jadi pingin berbagi. Meskipun sampai saat ini saya masih sebagai member yang aktif belanja tanpa paham bisnisnya, kalau ada yang mau ditanya boleh komen atau email ya, bakal saya coba bantu ;D


Salam, Nasha

Pada 23 Juli ini ada peringatan Hari Anak dan Hari Tanpa TV di Indonesia. Mungkin lebih populer bagi kita Hari Anak Nasional karena sudah ditetapkan sejak tahun 1984, sedangkan Hari Tanpa TV baru digagas pada 2008 lalu. Bukan sekedar peringatan, ada banyak langkah yang sudah dilakukan demi kebaikan anak-anak Indonesia, salah satunya adalah pembentukan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Gagasan lain yang muncul dalam rangka melindungi anak adalah peringatan hari tanpa TV, ini bukan berarti melarang penggunaan TV sama sekali namun langkah yang bertujuan agar kita isa mendapatkan dampak positif dari TV. Kedua gerakan ini tujuannya sama, menjaga masa depan bangsa.

Ilustrated Picture Edited by Canva

Sejarah Singkat

Hari Anak Nasional, mulai ditetapkan sesuai dengan Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1984 yang dikembangkan hingga tertuang dalam UU No. 4 Tahun 1979 hingga Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1989. Langkah selanjutnya adalah membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai lembaga independen yang mengawasi upaya perlindungan anak oleh lembaga-lembaga di Indonesia. 

Penting diketahui, hari anak bukan hanya ditujukan untuk mereka yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah saja, namun untuk kita semua. Memahami hak dan kewajiban masing-masing, bekerja sama dalam upaya melindungi anak sesuai dengan UU dengan prinsip non diskriminasi, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, penghargaan atas pendapat dan hak anak, serta kepentingan yang terbaik bagi anak. 

Perlindungan terhadap anak tersebut tidak lagi sebatas menjaga apa yang mereka makan, tapi juga apa yang mereka lihat dan dengar, salah satunya dari media televisi. Dengan adanya keprihatinan atas durasi menonton hingga kualitas tayangan yang tidak mendidik, maka tahun 2008 lalu ditetapkanlah Hari Tanpa TV oleh Koalisi Nasional bersama Yayasan Pendidikan Media Anak. 

Awalnya gerakan ini berupa ajakan untuk tidak menonton tv, namun seterusnya gerakan ini sebagai bentuk protes pada pihak penyelenggara televisi untuk dapat meningkatkan kualitas tayangan mereka. Dari data Indeks Kualitas Program Siaran TV, program variety show, infotainment, dan sinetron masih berada dibawah standar. Sayangnya kategori itulah yang memiliki banyak penonton, melebihi kategori siaran berita, talkshow, religi, budaya dan anak. 

Studi Nielsen menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia bisa menonton tv hingga hampir 5 jam dalam sehari. Data lainnya menunjukkan, anak Indonesia menonton tv selama 1600 jam dalam setahun, lebih lama daripada waktu belajar yang hanya 750 jam dalam setahun. Ini jauh melampaui durasi yang disarankan, dan memiliki resiko tinggi atas dampak-dampak negatif apalagi dengan tayangan yang tidak berkualitas. Mereka yang menghabiskan banyak waktu dengan melihat layar (screen time) cenderung malas bergerak, sulit berpikir kreatif, dan terpengaruh secara tidak sadar dari apa yang disaksikan.  

Ini menjadi pertanda bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi. Bukan hanya oleh produsen acara, namun oleh kita semua khususnya kita yang berinteraksi langsung dengan anak-anak, orang tua. Dampak negatif dari televisi bisa diminimalisir jika kita memberi filter atas apa yang anak saksikan, memberi batasan waktu yang sesuai, dan menyediakan alternatif kegiatan lain yang bisa dilakukan oleh anak. 


Gerakan Peringatan

Melindungi anak dari efek negatif gadget ini sebenarnya cukup tricky, tapi ada beberapa hal yang perlu lebih dahulu kita pahami. Pertama, anak mengenal tv atau gadget itu dari kita, lingkungan terdekatnya. Tidak mengenal pun mereka sebenarnya baik-baik saja. Sehingga semua ini bermula dari kita, mulai dengan batasi dulu diri sendiri, setidaknya didepan anak-anak, jadilah orang tua yang 'terlihat' tidak bergantung pada tv atau screen pada umumnya.  Kedua, ada banyak sekali kegiatan yang bisa dieksplore oleh anak, dan ini sangat penting untuk perkembangan mereka, kesempatan untuk mencoba kegiatan yang kita tawarkan, kesempatan merasa bosan lalu berkreasi menemukan kegiatan lain. Biarkan anak terus menjalankan fitrahnya untuk aktif bergerak dan kreatif berpikir, dengan menjadikan menonton tv sebagai alternatif kegiatan terakhir.

Ilustrated Picture

Berikut alternatif kegiatan yang bisa kita lakukan bersama anak:

  • Olahraga bersama

Mulai hari dengan menggerakkan badan, bisa dengan senam bersama atau bermain bola di halaman. Berlarian, bersepeda bahkan lompat di tempat juga bisa menjadi pilihan. Anak-anak akan senang melakukan aktivitas yang mengeluarkan energinya, apalagi jika diakukan dengan orang yang mereka sayangi, kita. 

  • Menyiapkan makan 

Jika sulit meluangkan waktu khusus yang lama untuk anak, ajak saja anak berkegiatan bersama. Memasak misalkan, ajak anak berpartisipasi mulai dari belanja, menyiapkan bahan, hingga membersihkan peralatan. Anak akan senang mencoba hal-hal baru, melakukan pekerjaan orang dewasa. Ia akan merasa dihargai karena diajak ikut serta dan dianggap telah mampu. Mengupas kulit dengan peeler, memotong menggunakan pisau roti yang tidak terlalu tajam, membersihkannya, membuang sampah, mengupas telur, memegang ayam, dsb. Lanjutkan dengan makan bersama yang benar, di meja makan, tanpa pengalih perhatian. Lebih lama dan lebih berantakan, tapi juga lebih menyenangkan. 

  • Bermain bersama
Meski tidak bisa dilakukan setiap waktu, namun luangkan waktu untuk benar-benar masuk ke dunia anak dengan bermain bersama mereka. Tidak masalah jika hanya 30 atau 15 menit sehari, tapi pastikan tanpa distraksi. Ajak mereka melakukan sesuatu dengan permainan mereka, atau ikut serta dalam permainan yang mereka ciptakan. Bermain peran, tebak-tebakan, balok, bongkar pasang, puzzle, mewarnai, dll.

  • Membaca buku
Tidak mungkin berharap anak gemar membaca jika tidak kita beri peluang untuk membiasakannya. Jadikan membaca sebagai rutinitas harian, opsi kegiatan awal saat anak bosan. Sediakan buku di tempat yang terjangkau oleh anak, tetapkan waktu khusus anak dibacakan buku, beri anak keleluasaan memilih buku yang ia sukai dan sesuai dengan tahap perkembangannya. 
  • Melakukan pekerjaan rumah
Pekerjaan rumah tidak pernah terbatas, bisa dilakukan oleh seluruh anggota rumah. Mulai dari membereskan tempat tidur, menyapu, membereskan mainan, mengelap air yang tumpah, menyirami tanaman, mencuci piring, melipat pakaian, memasak, dsb. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu disesuaikan dengan usia anak dan tingkat resikonya. 

Sebagian orang tua menjadwalkan alternatif kegiatan anak lalu menyediakan fasilitasnya. Sebagian lagi tidak. Tidak masalah. Tapi penting dipahami, bahwa kita perlu memberi mereka kesempatan dan fasilitas untuk melakukan kegiatan. Sedikan buku agar mereka bisa membaca. Sediakan bola sehingga mereka bisa menendang, melempar, berkejaran. Sediakan mainan bola agar mereka bisa melatih jari-jarinya. Sediakan ruangnya.  Mereka juga sebenarnya bisa bermain sendiri sesuka hati, tanpa perli terus didampingi. Memang, mendidik anak perlu sumber daya. Tapi kita yang menentukan batasannya. Tidak melulu harus ikut tren, orang lain, tanpa tahu tujuannya apa. Lakukan saja apa yang bisa kita lakukan. 

Ada banyak sekali opsi kegiatan yang bisa kita lakukan, tapi dengan catatan jadikan opsi menonton tv sebagai opsi terakhir atau tiadakan sekalian. Sehingga otak kita juga akan terlatih untuk terus mencari alternatif lain, anak juga akan terbiasa mengeksplorasi dan berkreasi. Pola ini bisa menjadi bekal mereka hingga dewasa nanti. Mampu terus bergerak mencari solusi. 



Salam, Nasha

Celebrity merupakan serial buatan Korea yang dapat disaksikan di Netflix sejak 30 Juni silam. Terdiri dari 12 episode, serial ini cukup menjadi bahan perbincangan sehingga menjadi serial netflix non-english terpopuler global pada awal Juli 2023. Disinyalir, salah satu faktor penyebabnya adalah karena isu yang diangkat adalah tentang media sosial, hal yang sangat dekat dengan kita. Serial ini lebih khusus membahas tentang kehidupan sebenarnya dari para influencer yang ada disekitar tokoh utama, Seo A Ri (Park Gyu Yeong). Tentang perjuangan orang-orang meraih dan mempertahankan populritas, tentang perbedaan apa yang ditampilkan di media sosial dan kehidupan sebenarnya, hingga tentang tragedi-tragedi dramatis di belakang layar.

Karena termasuk genre thriller, maka kemungkinan besar kita tidak bisa bersantai sepanjang episode. Satu episode ke lainnya bersambungan konflik-konflik yang semakin memuncak, hingga pelanggaran hukum yang melibatkan pihak-pihak berkuasa. Ini memang bisa terjadi dibalik akun manapun, tapi bukan berarti juga semua akun memiliki drama belakang layar se-sensasional ini.

Sinopsis Singkat

Cerita dimulai dengan pengenalan kehidupan tokoh utama, Seo A Ri sebagai penjual kosmetik dari rumah ke rumah. Diketahui A Ri merupakan mantan anak pengusaha tekstil  yang sudah bangkrut sepuluh tahun lalu. Ia terbiasa hidup mewah sejak lahir, namun terpaksa berhenti kuliah karena kondisi keuangan keluarga. Latar belakang ini membuat A Ri hidup berterus terang dan tanpa rasa takut. Ia gigih bekerja keras, dan tidak tertarik dengan media sosial.

Namun, kehidupannya mulai berubah sejak bertemu kembali dengan teman masa sekolahnya, yang kini menjadi influencer dan pengusaha. Pertemuan tersebut yang menuntunnya pada pertemuan-pertemuan dengan influencer lain serta tokoh pengusaha dan penguasa. Sosoknya mulai dikenal karena memiliki keberanian berbicara apa adanya. Banyak yang mulai penasaran dengan kepribadian A Ri, termasuk konglomerat pengusaha kosmetik Han Jun Kyung dan konglomerat lain, Yoon Si Hyeon. Kebetulan-kebetulan yang dirancang, membuat A Ri kerap berurusan dengan tokoh konglomerat ini, lengkap dengan kelompok influencer didalamnya, yakni Gabin Society. 

Faktor keturunan pengusaha tekstile, bisa dijadikan alasan yang menguatkan fakta bahwa A Ri memiliki selera fashion yang disukai banyak orang. Perlahan, ia mulai banyak diikuti.Bergabungnya A Ri dengan sebuah agency, membuat namanya semakin meroket. Ketenaran tersebut membuat A Ri dengan berani membuka lini usaha fashion sendiri. Berbeda dengan influencer lainnya, ia membangun brand dengan harga terjangkau dari barang-barang yang ia pilih sendiri di pasar rakyat. Ini juga menjadi salah satu alasan banyak orang yang membeli produk brand miliknya.  

Ketenaran dan kesuksesannya yang dianggap instant, dianggap sebagai ancaman oleh para influencer lainnya khususnya mereka yang tergabung di Gabin Society.  Bukan hanya itu, keterlibatannya yang secara tak terdiga pada tokoh-tokoh penguasa juga menambah sulit posisinya. Ia tidak mau tunduk pada ancaman kekuasaan. Dari sinilah, konflik-konflik terus bermunculan, apalagi dengan karakter A Ri yang blak-blakan, tanpa takut melakukan apapun yang diinginkan, membuatnya semakin sulit membangun pertemanan. 

Bisnis fashion-nya terpaksa tutup dalam waktu singkat. Perusahaan tempatnya dulu bekerja juga ikut terdampak. Semua orang yang ada disekelilingnya ikut terkena imbas.  Hingga puncaknya, ia diberitakan sudah meninggal, namun dalam tiga bulan kembali membuat kegemparan dengan melakukan siaran langsung. Satu persatu kebenaran selama ia menjalani kehidupan sebagai influencer, diungkap tanpa aling-aling.    

Mungkin karena preferensi, mungkin juga karena genre, ditambah dengan adanya kebetulan yang menghubungkan dengan kehidupan tokoh 'papan atas', saya pribadi, tidak bisa dibilang menikmati, juga tidak bisa disimpulkan tidak menikmati, sehingga awalnya tidak ada niatan untuk membahas serial ini. Namun, isu yang diangkat serta adegan-adegan sentilan hidup kita diera media sosial dapat menjadi awal diskusi yang menarik tentang bagaimana kita begitu terikat dengan media sosial.

Makna untuk Kita

Ilustrated Picture

  • Popularitas bisa didapatkan dengan banyak cara

Salah satu yang paling instant adalah dengan menempel pada mereka yang sudah lebih dahulu populer. Menarik perhatian mereka, membuat akun kita muncul pada profil mereka, hingga terlibat dalam berbagai kegiatan mereka. Ini bisa dilakukan dengan baik dan tidak. Mulai dengan mencari tahu apa yang mereka suka lalu memanfaatkannya. Atau lebih cepat dengan mencari kelemahan mereka lalu melakukan ancaman atas apa yang mereka tutupi.  

  • Kuantitas tidak sama dengan kualitas

Bukan hanya tidak sama, tapi juga seringnya tidak berhubungan. Akun yang berkualitas bagus, memiliki konten yang berguna, tidak menjamin popularitasnya. Begitu pun sebaliknya, akun yang populer belum tentu memiliki kontan yang berkualitas. Ini tidak jauh berbeda dengan dunia nyata, orang yang populer bukan berarti orang yang banyak berkontribusi, dan orang yang banyak berkontribusi belum tentu akan dikenal banyak orang. Sehingga tidak bisa melihat kualitas dari angka popularitas.

  • Manipulasi kehidupan
Apa yang ditampilkan dimedia sosial bukan berarti yang sebenarnya terjadi. Setidaknya kita post foto yang terbaik, kan? Bukan berarti edit, tapi pilihan angle, tingkat kecerahan, mimik wajah, diatur demikian rupa supaya terlihat lebih bagus. Memang semua kita begitu, tingkatnya saja yang berbeda-beda. Sehingga tidak perlu terlalu percaya dengan apa yang ada di media sosial, tidak perlu kecewa juga kalau dugaan tidak sesuai dengan kenyataan.    

  • Resiko penyalahgunaan data 
Kejadian tertipunya ratusan ribu orang yang menyaksikan dalam live streaming Seo A Ri, mengenalkan kita pada teknologi deep fake. Ini bisa dilakukan oleh siapa saja kepada siapa saja, menggunakan data-data yang kini dengan mudah didapat dari media sosial, lalu melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak kita lakukan. Mengerikan membayangkan apa yang bisa orang lain lakukan menggunakan data pribadi kita, jadi jangans embarang membuka privasi.

  • Hidup berempati
Tragedi-tragedi ini bermula dari perasaan-perasaan yang muncul akibat pamer kemewahan, di dunia maya maupun di dunia nyata. Kemewahan yang dilihat dari seorang yang bekerja keras  sekedar untuk bertahan tentu dirasa tidak adil. Uang yang dihabiskan dalam sekali belanja, belum tentu bisa didapatkan oleh orang lain sepanjang hidupnya. Benar, itu hak masinh-maisng orang bagaimana ingin membelanjakan uangnya. Tapi alangkah lebih baik jika kita mampu menahan diri, tidak berlebihan, tidak perlu memamerkan. Coba untuk lebih memahami, hidup lebih berempati. 
  • Ada banyak hal didunia ini
Banyak sekali barang, banyak sekali kegiatan, banyak sekali apapun. Orang lain sudah melakukan ini, sudah pergi ke tempat ini, sudah memiliki barang ini. Tidak apa, kita tidak perlu juga mengikuti semuanya. Melelahkan kan rasanya melihat cepatnya perputaran tren, barang yang baru kita dapatkan sudah ketinggalan mode. Rasanya kita yang begini-begini saja jadi jauh tertinggal. Atur batasan sendiri, kita punya waktu dan tenaga yang terbatas dengan pilihan yang tidak terbatas. Cerdas tentukan prioritas. 
  • Jangan membandingkan
Kita hanya melihat sisi terbaik yang diperlihatkan orang dimedia sosial, sedangkan kita bisa melihat sisi buruk sendiri. Jadi perbandingannya tidak bisa adil sebenarnya. Biarkan saja mereka dengan hidupnya, kita juga fokus pada diri sendiri. Hal-hal baik apa yang bisa kita tambah lagi. Kalau dirasa tidak sanggup, jauhi, kita tidak punya kewajiban untuk aktif media sosial, kok.


Salam, Nasha

Warga Indonesia menghabiskan lebih dari tiga jam per hari untuk memantengi media sosial, menduduki peringkat kesepuluh dibawah negara-negara berkembang lainnya seperti Nigeria, Filipina, juga Kolumbia. Jika dicermati, keseluruhan waktu yang digunakan orang Indonesia untuk internetan bisa lebih dari tujuh jam per hari atau dapat dikatakan 1/3 waktu kita sehari habis untuk internetan. Pada penelitian sebelumnya, diketahui aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah melihat-lihat saja, lalu berbagi status, baru membaca berita dan berkomunitas. Dari data tersebut, bisa dibilang media sosial sudah masuk ke dalam bagian kehidupan kita yang tidak lagi bisa dianggap sebagai aktivitas pengisi waktu belaka. 

Data-data diatas cukup membuat bergidik, membayangkan betapa banyaknya waktu yang kita habiskan untuk internetan, untuk media sosial, untuk melihat-lihat saja. Scrolling istilahnya. Dalam suatu podcast, seorang narasumber pernah berkata kita-kira begini, tidak mengherankan jika angka perceraian di Indonesia terus meningkat, karena waktu kita sudah habis 1/3 untuk bekerja, 1/3 untuk istirahat, 1/3 nya lagi untuk internetan.Tidak tersisa waktu untuk berbicara berdua. Penasaran, data diatas ditambah data penyebabnya cukup menjadi bukti. Bukan lagi faktor ekonomi seperti yang dulu sering terjadi, namun faktor perselisihan menjadi penyebab dengan angka tertinggi, jauh meninggalkan faktor ekonomi bahkan juga perselingkuhan. Perselisihan yang tidak selesai akibat komunikasi yang tidak terjadi  karena sudah tidak sempat lagi. 

Ilustrated Picture Edited by Canva

Ini bukan fenomena yang membanggakan, tapi cukup dapat dijadikan bahan diskusi. Untuk hubungan dengan pasangan terutama, tapi juga tidak terbatas pada hubungan yang lebih luas, pada orang tua dan juga teman-teman. Sejauh apa kita benar-benar merawat hubungan yang nyata?

Hidup pada Era Media Sosial

"You are what you eat."

Kutipan diatas dapat dijadikan pedoman untuk kita memperhatikan apa yang kita konsumsi, bukan lagi tentang makanan namun apa yang indra kita konsumsi secara keseluruhan. Apa yang mata kita lihat, telinga kita dengar, apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, yang akan mempengaruhi tubuh kita dan hidup kita secara secara langsung maupun tidak langsung. Mengapa sampai demikian? Lihat kembali data paling atas, 1/3 waktu kita sehari dihabiskan untuk internetan. Setengahnya di media sosial. Paling banyaknya untuk scrolling. 

Data-data pada bagian paling atas tadi dapat dijadikan fakta pembuka, betapa banyaknya waktu dan tenaga kita yang disalurkan untuk 'melihat-lihat saja'. Mungkin ini kita lakukan secara sadar dan tidak sadar. Awalnya istirahat sebentar habis mengerjakan sesuatu, melihat apa yang terjadi sebelum tidur, melihat ada kejadian apa saat bangun tidur, karena sedang bengong saja tidak tahu mau melakukan apa, atau karena sudah terbiasa sehingga tangan bergerak otomatis. Sepotong-sepotong iseng itu yang akhirnya banyak membuat waktu terbuang sia-sia. 

Dari tingginya alasan untuk melihat-lihat saja saat orang memasuki media sosial, bisa kita simpulka bahwa mayoritas orang tidak memiliki tujuan saat membuka instagram, twitter, whatsapp status, hingga terbaru kini thread. Mungkin akan muncul alasan, melihat-lihat agar bisa melihat keadaaan kerabat, apa yang ia lakukan, sedang di mana ia berada. Lalu apa? Apakah itu bisa meningkatkan kualitas hubungan atau malah memperburuk kondisi mental pribadi? Merasa iri, merasa tertinggal? Jika keduanya, mana porsi yang lebih besar?

Kebanyakan dari kita bahkan juga tidak bisa mengingat apa saja yang barusan kita lihat, karena kita tidak melakukannya dengan kesadaran penuh. Namun, konten yang menimbulkan perasaan intens (biasanya justru negatif) akan terbawa ke kehidupan kita sehari-hari. Misalkan, saat iseng scrolling kita melihat pencapaian seorang teman, menimbulkan gejolak intens perasaan iri (yang sering tidak mau kita akui atau bahkan tidak kita sadari), akhirnya kita tutup media sosial tersebut lalu masih berpikir, kok dia bisa cepat begitu ya berhasilnya, jangan-jangan.. atau aku kerja lebih keras tapi kok gini-gini aja ya..." Sebenarnya kita sudah memahmi, apa yang ada dimedia sosial juga hasil kurasi. Hanya sebagianbukan keseluruhan. Namun hal itu tetap masuk ke pikiran kita dan berhasil mempengaruhi mood kita disisa hari, menurunkan fokus, juga pada kontrol diri yang buruk akan merusak hubungan nyata di sekitar. 

Faktanya, konten yang positif tidak signifikan menimbulkan perasaan positif, namun konten negatif secara signifikan menimbulkan perasaan negatif yang menggebu-gebu. Mungkin ini juga ada kaitannya dengan fakta bahwa sejak sebelum era medsos, kita memang lebih tertarik pada berita negatif. 

Sanggahan lain, konten positif juga banyak kok, ada loh manfaatnya kita melihat-lihat medsos itu, bisa mengingatkan kita juga untuk hal-hal baik. Benar, kita yang ada di sini sebagian besar pengguna media sosial, whatsapp saja setidaknya, atau instagram jika ingin ditambahkan. Semua tokoh sudah memasuki dunia media sosial, kita bisa tahu kabar terbaru seorang teman, tahu berita, mendapat tips pengasuhan, diingatkan soal ibadah, menghilangkan kesepian, membangun jaringan, dll. 

Batas. Itulah perbedaanya. Apa kehilangan lebih dari tiga jam sehari untuk mendapatkan manfaat dari media sosial itu benar-benar sepadan? 

Tiga jam itu bisa kita gunakan untuk hal-hal lain, berbicara dengan orang rumah, bersilaturahmi, menambah keahlian dengan kursus (online bisa) atau menambah pengetahuan dengan membaca (beda ya baca buku denga baca video pendek), istirahat dengan benar atau tidur, berolahraga, jurnaling, dll.  

Ilustrated Picture

Sebenarnya yang cukup menjadi perhatian adalah bagian kita yang menjadikan media sosial sebagai bagian otomatis dari keseharian. Menunggu sebentar buka medsos. Sedang chat atau telfonan, sambil buka medsos, lihat HP tergeletak langsung buka medsos, sambil menemani anak juga buka medsos, sambil makan juga disambil. Multitasking terbukti dapat menyebabkan depresi dan anxiety ya. Ini memang bisa hilang, tapi efek terus menerus dari stress dan peningkatan tekanan darah dapat meningkatkan esiko penyakit otak dan gangguan kognisi dikemudian hari. Belakangan, bukankah kita jadi lebih pelupa?

Alasan menggunakan media sosial untuk bisa belajar sesuatu adalah alasan yang mudah ditampik. Coba jawab, seberapa sering kita membuka medsos benar-benar untuk mencari ilmu tentang hal spesifik? Seberapa sering kita benar-benar menyudahi saat sudah mendapatkan ilmu tersebut tanpa mleihat-lihat? Faktanya, kita perlu benar-benar fokus untuk bisa belajar dan memahami. Penggunaan media sosial dapat mempengaruhi cara otak kita bekerja serta mengingat sesuatu. Kita bisa mengingat apa yang kita alami dengan benar-benar hadir utuh. Bukan dengan sambil mendengar obrolan teman, bukan dengan sambil keinginan mengupdate segera, bukan disaat perhatian kita terpecah. Bisa, tapi tidak optimal.

Pada praktiknya, bagian otomatis ini yang cukup beresiko, karena sudah mulai masuk ke alam bawah sadar, yang membuat kita bergerak tanpa benar-benar kita sadari untuk apa. Ini juga tanpa kita sadari membuat kita menghilangkan opsi aktivitas lainnya. Harusnya kita bisa fokus pada apa yang terjadi di sekitar, harusnya kita bisa memikirkan apa yang tadi kita lakukan atau apa yang akan kita lakukan, harusnya otak kita bisa beristirahat saja tanpa dipenuhi beban pikiran. Harusnya kita bisa memberi kesempatan untuk tubuh memenuhi hakikatnya bebas bergerak bukan berbaring diam.


Things to think

Diskusi ini menjadi begitu terbukan, bukan karena celebrity namun lebih pada paparan data yang cukup mengejutkan. Bagaimana bisa kita kehilangan begitu banyak waktu cuma untuk melihat-lihat saja? Tidak usah menampik, memang begitu adanya. Kita tidak benar-benar punya kepentingan di media sosial, hanya menonton kehidupan orang-orang yang lalu lalang. Sepadan tidak? 

Ilustrated Picture

Mungkin untuk menyimpulkan, ada beberapa hal yang bisa kita jadikan pertimbangan:

  • Sebelum masuk, tentukan dulu tujuannya

Misalkan tahu kabar teman, jelaskan batasnya teman yang mana, sejauh apa kita ingin tahu, apa yang kita lakukan saat tahu, boleh saja jadi bertukar pesan. Sudah selesai? Keluar. Sama juga dengan mencari informasi, sudah dapat? Keluar. Pastikan kembali, tujuannya bukan karena FOMO (fear of missing out), yang bisa memicu penyakit mental lainnya. Ingat, ketakutan itu diatasi, bukan diikuti. 

  • Cari opsi kegiatan lain

Biasakan untuk mendahulukan prioritas, lakukan dari hal yang penting, ke kurang penting, lalu tidak penting. Jangan dibalik-balik. Saat kita merasa perlu bermedia sosial karena merasa bosan, pikirkan lagi. Bosan itu tidak perlu dihilangkan, bosan itu bisa menjadi jembatan untuk kita berpikir kreatif, dan kreativitas itu sangat baik untuk otak. Jadi, biarkan diri merasa bosan dan biarkan otak menjelajah. Ada begitu banyak hal baik yang bisa kita lakukan.

  • Beri Batasan

Pahami batasan diri, apa yang dirasakan setelah bermedia sosial? Perasaan lega atau menyesal? Pembatasan ini bukan hanya saat kita merasa, tapi juga bisa kita lakukan pada hal yang lebih konkrit, misalkan hanya mengikuti orang-orang tertentu yang sudah terbukti berpengaruh baik pada kita, dan melihat konten-konten mereka saja. Ini membatasi kita untuk tidak membuka tab explore. Batasi juga waktu yang kita habiskan di sana. Rekomendasi terbaik untuk bermedia sosial adalah tiga puluh menit per hari. 


Yuk, kita sama-sama belajar untuk bisa lebih hidup sebagai manusia. Utuh apa adanya. Menyaring yang baik untuk kita terima serta membagikan hal baik juga yang ada gunanya. 


Salam, Nasha

Hari pernikahan merupakan hari yang sangat istimewa untuk kita semua. Titik yang mengubah banyak aspek dalam hidup. Karena itu, momen pernikahan dijadikan kabar baik yang disebarkan ke banyak kenalan, kaba baiak baimbauan kalau kata orang Minang. Sebagai seorang sahabat, kita tentu ingin menjadi bagian dalam hari itu, dengan kehadiran, dengan doa, juga dengan bingkisan. Kadang bingung, kira-kira apa ya yang bisa kita berikan dalam momen pernikahan? Sebelum mempertimbangkan berbagai barang, pahami dulu penjelasan ini.

Ilustrated Picture. Edited by Canva. 

Giving Gift

Memberi kado merupakan salah satu cara mengekspresikan kasih sayang pada orang terdekat kita, bisa jadi mereka adalah keluarga, teman, ataupun rekan kerja. Dalam teori love language, gift giving merupakan salah satu bahasa cinta. Memberi hadiah bisa digunakan sebagai cara untuk menunjukkan kasih sayang, perhatian, dan penghargaan. Saat memberi, ada usaha kita untuk memikirkan orang terebut, mencocokkannya dengan benda, sehingga memberi hadiah bukan hanya tentang angka. Namun, ada beberapa hal yang perlu kita ingat lagi dalam memberi hadiah.

  • Niat

Semua berawal dari niat. Saat menerima undangan pesta pernikahan, dan berniat ikut perpartisipasi dengan memberi bingkisan, luruskan dulu niat. Kenapa mau memberi kado? Bisa jadi banyak jawaban untuk ini, bisa jadi sebagai upaya menjaga hubungan baik, sebagai kebiasaan saja, bentuk balas budi, turut membantu dalam kehidupan awal pernikahan, dsb. Niat beragam tidak masalah selama dalam koridor kebaikan, bukan untuk pamer diri atau malah merusak pernikahan itu misalkan. 

Kita pribadi yang tahu, biasanya disesuaikan dengan faktor kondisi si penerima dan kedekatan hubungan. Jika hubungan dekat mungkin memberi memang dengan niat membantu, jika kurang dekat bisa jadi kita memberi sekedar pelepas kewajiban. Tidak apa, setidaknya luruskan saja niat menyebar kebaikan, ikhlas tanpa mengharap kembali.

  • Keadaan

Dari niat, kita melangkah pada keadaan, baik keadaan kita sebagai pemberi maupun keadaan orang yang menjadi penerima. Niatnya membantu kehidupan awal pernikahan, tapi perhatikan juga keadaan penerima, misalkan perkiraan kebutuhannya, tempat tinggalnya, preferensinya juga jika memungkinkan. Usahakan jangan sampai memberi barang tapi ternyata tidak dibutuhkan, atau malah memakan banyak space di rumahnya sehingga mrepotkan, atau hanya disesuaikan dengan kegemaran kita tanpa mempertimbangkan selera si penerima. Bagaimanapun, kita perlu berusaha menyesuaikan, jika hasilnya nanti tetap tidak sesuai, ya tidak apa-apa. 

Perhatikan juga keadaan kita sendiri, anggaran yang bisa kita berikan misalkan. Inginnya memberi set perabotan namun biayanya melebihi anggaran yang kita siapkan, maka tidak perlu memaksakan diri. Beri sesuai dengan kemampuan dan kemauan kita ikhlas memberi tanpa embel-embel pengganti.


Ide Barang

Setelah rampung dengan pertimbangan diatas, barulah kita bisa mengerucutkan pada pilihan bendanya. Biasanya, pernikahan sebagai awal kehidupan baru identik juga dengan tempat tinggal baru. Faktor yang paling perlu dipertimbangkan adaah bahwa tidak semua pasangan langsung memiliki rumah sendiri, dan memang bukan kewajiban juga. Tidak masalah jika mereka memilih tinggal di rumah orang tua, entah buat awal saja atau selamanya. Keadaan ini hanya menjadi salah satu pertimbangan kita saat menyaring benda yang akan dipilih sebagai bingkisan. 

Ilustrated Picture


- Perlengkapan Rumah

Faktor rumah baru atau bukan akan menjadi penentu dalam kategori barang peralatan rumah. Jika tinggal di rumah yang sudah lengkap perabotannya, kita bisa mencoret kado perabotan dari daftar. Namun jika tidak, perlengkapan rumah bisa menjadi barang yang cukup berarti. Mulai dari karpet, kompor, kipas angin, dispenser, blender, rak piring, setrika, biasanya dibutuhkan di setiap rumah. Jika ingin barang yang lebih spesifik, bisa diganti dengan coffee maker, air purifier, juicer, chopper, vacuum, dll.  Barang-barang lain yang lebih besar seperti tempat tidur, kulkas, AC, mesin cuci juga bisa diberikan namun butuh anggaran lebih besar dan komunikasi dengan si penerima. 

- Perlengkapan Dapur

Masih berhubungan dengan rumah, perlengkapan dapur juga bisa menjadi solusi kado yang dibutuhkan. Karena mungkin tidak setiap rumah punya ruang keluarga, namun bisa dipastikan setiap rumah memiliki dapur. Perlengkapan dapur itu antara lain wajan memasak, set pisau, set sendok memasak, set alat makan, set cangkir dan teko, set toples penyimpanan makanan, dsb.

- Pajangan

Berbagai benda pajangan juga bisa menjadi alternatif bingkisan untuk mempercantik rumah tinggal. Usahakan benda tersebut bukan hanya untuk dipajang ya, tapi juga yang ada manfaat. Jam dinding misalkan, atau bisa juga lampu dengan foto dan kata-kata, cermin, rak-rak dinding, tempat penyimpanan payung, dsb.

- Perlengkapan Kamar

Untuk yang belum tinggal sendiri, kita tetap bisa memberi perlengkapan rumah namun yang lebih spesifik ke perlengkapan untuk di kamar. Bisa jadi purifier, diffuser, lampu tidur, jam beker. Tidak lupa sprei, yang berdasarkan pengalaman jadi item paling banyak diberi tamu.  

- Barang Couple

Sekarang, orang-orang semakin kreatif membuat barang pasangan, ini bisa juga jadi alternatif bingkisan. Intinya sih pilih barang yang sekiranya bermanfaat dengan jumlah dua item supaya seragam, bisa barang seperti gelas, set alat makan, handuk, pakaian, set perlengkapan ibadah, hingga jam tangan. Bukan hanya barang, kita juga bisa menghadiahi dengan tiket loh, tiket liburan ataupun penginapan.

- Kebutuhan Pribadi

Biasanya saat memikirkan kado pernikahan kita berpikir untuk memberi barang yang digunakan bersama oleh pasangan. Tapi tidak harus juga, lo. Kita bisa saja memberi barang kebutuhan pribadi salah seorang, atau satu barang yang bisa dipakai bergantian. Pilihannya tidak terbatas, antara lain buku (bisa dispesifikkan ke tema pernikahan), perhiasan, logam mulia, juga pakaian dan perlengkapan personal.  Jika masih bingung, memberi uang juga tidak ada salahnya, memang langsung tampak nilainya, tapi jelas akan sangat berguna. Lebih utama agar bisa digunakan, kan?


Solusi Cermat untuk Semua Sahabat

Ilustrated Picture

Ada tren baru belakangan yang rasanya cukup bermanfaat yaitu dengan bertanya langsung. Semakin kesini, orang semakin tidak sungkan untuk bertanya apa yang dibutuhkan oleh calon penerima. Ini bisa diapresasi sebagai kemajuan, agar tidak ada barang yang terbuang, pemberi dan penerima juga bisa sama-sama senang. bertanya bisa kita lakukan dengan beberapa cara tergantung hubungan. Mulai dari menanyakan langsung kira-kira ia butuh apa, atau memberikan beberapa opsi untuk dipilih sesuai keinginan, atau dalam bentuk memastikan apakah barang yang kita pilih sudah dimiliki atau belum, butuh atau tidak, suka atau tidak. Bahkan ada calon pengantin yang menuliskan tabel daftar kebutuhannya dalam file digital, untuk dibagikan pada teman-temannya yang bertanya sehingga mereka tidak perlu repot-repot mencari dari banyak opsi hanya pilih salah sati item dari daftar yang sudah dibuat. 

Mungkin masih ada yang merasa janggal dengan cara ini, risih karena harus bertanya atau karena harus menjawab. Tidak apa, cara baru memang perlu waktu. Lihat sisi baiknya, ini bisa menjadi jalan yang sangat efektif untuk menghindari mubazir, sia-sia. Lagipula, bukankah cara ini lebih praktis? Si pemberi tidak perlu berpikir mengira-ngira barang apa yang cocok untuk penerima. Si penerima pun bisa mendapatkan barang sesuai dengan keinginannya. Win-win solution kan? Halangannya hanya karena perasaan belum terbiasa kok.

Kembali saja ke niat awal kita memberi, membantu si penerima, jangan sampai malah jadi merepotkan dengan tambahan barang yang dibuang sayang tapi juga tidak bisa dimanfaatkan.

Bulan Juli adalah bulan dimulainya tahun ajaran baru. Banyak dari kita yang memiliki anak baru mulai bersekolah pada tahun ini, bisa jadi Paud, mungkin juga langsung TK. Setelah beberapa tahun mereka beraktivitas di rumah, sekarang setengah harinya akan ada di sekolah. Perubahan yang cukup drastis, ya. Lalu bagaimana kita mempersiapkannya?

Ilustrated Picture. Edited by Canva.


Bagi sebagian orang mungkin ini bukan perkara besar. Tapi bagi sebagian lain, hari pertama anak sekolah bisa menjadi semacam perpisahan. Karena mulai hari ini anak akan punya jadwal sendiri, punya dunia baru yang mungkin saja lebih mengasikkan daripada dunianya di rumah. Mungkin saja setelah ini ada orang-orang lain yang mengisi hatinya. Lalu ia mulai menolak ajakan kita, mulai membandingkan, mungkin saja ada momen anak lebih memilih teman dari pada kita orang tua, yang dulu menjadi dunia mereka.

That's totally fine. Siapapun bisa dan berhak merasa begitu. Kemungkinan terjadinya memang ada, tidak bisa kita tampik juga. Namun hidup akan terus berjalan, setelah mereka dirasa siap dengan bakal yang akan terus dibawa, mereka perlu benar-benar dipercaya bisa menggunakan bekal itu sebagaimana mestinya. Perlahan persiapkan hal-hal berikut sebelum hari pertaman anak masuk sekolah.


Mental Orang tua

Persiapan yang paling utama jauh sebelum anak memulai hari pertama mereka adalah mental kita sebagai orang tua. Untuk melepaskan mereka, untuk percaya pada kemampuan mereka. Jangan sampai anak sudah siap, orang tuanya yang tidak siap. Perasaan apapun yang kita rasa itu wajar, gugup, resah, khawatir, tidak apa. Ini hal baru bukan hanya bagi mereka, namun juga bagi kita. Ada perubahan keadaan. Bukan hanya itu, bayangan bahwa mereka mulai memasuki gerbang tahap kehidupan baru juga bisa menambah kegelisahan. Tidak apa. Pelan-pelan siapkan mental, memang begini jalannya. Mereka bersekolah demi kebaikan mereka juga. Kita tetap menyayangi mereka, bahkan sekarang kita juga belajar mengasihi dengan percaya pada mereka. Kita melepaskan justru dengan perasaan sayang yang mendalam. 

Satu hal yang perlu kita ingat adalah, apapun yang kita rasakan itu valid, namun mengungkapkannya kepada anak adalah perkara yang berbeda. Anak perlu yakin bahwa sekolah adalah tempat yang aman bagi mereka, maka usahakan tidak menampakkan kekhawatiran di depan anak-anak. Penting bagi mereka untuk percaya bahwa pergi bersekolah adalah hal yang biasa, perubahan pada rutinitas juga tidak akan mengubah hubungan orang tua dan anak. Waktu bersama orang tua boleh jadi menjadi terbatas tapi itu tidak mengurangi cinta dan perhatian orang tua. 


Mental anak

Kesiapan mental setiap anak akan berbeda, bukan tergantung pada usia mereka namun kembali pada kondisi mereka masing-masing. Ada anak yang sudah siap bersekolah sejak usia dini, bisa beradaptasi dengan kehidupan diluar keluarga, ada juga anak yang baru bisa dilepas setelah lebih besar. Ada anak yang perlu didampingi terlebih dahulu, ada yang hari pertama bisa langsung membaur. Semuanya sama baiknya, tidak ada yang lebih benar. 

Karena ini merupakan hal baru bagi anak, berikan mereka waktu untuk memproses. Sejak awal, jangan katakan bahwa ibu akan meninggalkan kamu di sekolah, tapi katakan nanti akan ibu jemput. Penting untuk membangun fokus pikiran anak sejak awal, fokus ke nanti dijemput, bukan akan ditinggal. Jika anak masih mau didampingi, lakukan dengan perlahan. Mungkin hari pertama dengan hadir secara penuh. Hari-hari selanjutnya, bisa ditunggui lebih lama lalu dijemput lebih awal. Hingga berangsur untuk bisa antar dan jemput mereka sesuai jadwalnya. 

Kekuatan yang kita punya sebagai orang tua ada pada terhubungnya perasaan kita dengan anak. Anak akan cenderung tenang jika orang tua mampu tenang, atau setidaknya terlihat tenang. Anak perlu percaya bahwa sekolah adalah tempat yang aman, dengan kegiatan yang menyenangkan. Namun, apapun perasaan anak tetaplah valid. Tanggapi secukupnya saat mereka berkata merasa takut, khawatir, tidak ingin berpisah, dsb. Jawab dengan jujur dan terbuka. Sekolah adalah perjalanan panjang yang akan mengisi sebagian besar waktu anak, maka pastikan itu menjadi pengalaman yang menyenangkan untuk mereka. 

Ilustrated Picture

Perlengkapan Sekolah

Apa yang menjadi perlengkapan sekolah ini bisa berbeda berdasarkan tingkatan sekolah anak dan juga kebijakan sekolah. Sesuai dengan namanya, item-item ini adalah pelengkap bukan keharusan. Tidak masalah pergi sekolah tanpa perlengkapan sekolah dulu, selama belum ada arahan dari pihak sekolah. Selanjutnya bisa menyesuaikan. Jika pihak sekolah memberi tahukan untuk membawa bekal, maka perlengkapannya tentu tempat bekal, bisa dengan tas bekal khusus atau tas sekolah anak. Dalam berpakaian, jika anak diarahkan menggunakan sepatu, maka sepatu menjadi perlengkapan sekolah yang disesuaikan dengan ketentuan sekolah masing-masing. Diatas itu semua, perlengkapan sekolah perlu menyesuaikan dengan kebutuhan dan kenyamanan anak, serta anggaran yang kita punya. 

Jika dirinci perlengkapan sekolah anak bisa terdiri dari pakaian (bisa jadi bebas, bisa jadi ada seragam dari sekolah), tas (biasanya untuk membawa bekal, air minum, juga alat tulis). Ada banyak sekali ragam dalam memilih perlengkapan sekolah anak. Ingat, mindfull buying. Beli sesuai kebutuhan saja. Iya, semuanya lucu. Mampu tidak berarti harus, ya. Tidak ada hari ini, bisa dilengkapi esok hari. Untuk alat tulis, anak-anak mulai sekolah perlu pensil, penghapus, rautan, juga penggaris. Kadang juga lem dan gunting, tapi ini bisa menyusul kok. Agar semua barang itu tertata, bisa menggunakan tempat pensil. Untuk tempat bekal, sesuaikan dengan makanan yang dibawa anak. Jika hanya membawa bekal cemilan, maka tidak perlu tempat bekal tiga kompartemen. Rasanya juga tidak perlu thermal bag. Begitu juga botol minum, anak yang hanya beberapa jam di sekolah tidak perlu membawa botol kapasitas 1L. Sekolah setiap hari, tidak perlu juga tempat bekal berganti sesuai nama hari jika satu atau dua juga cukup. Bisa dicuci dan digunakan lagi. Barang perlengkapan anak ini memang lucu dengan tampilan menggemaskan, namun kita harus sadar agar belanja sesuai dengan kebutuhan.  

Ilustrated Picture

Rasanya ikut deg-degan ya menanti anak memulai sekolah. Beberapa minggu sebelum hari H kita bisa tiba-tiba menatap mereka, menyadari kalau anak yang dulu begitu mungil dan ringkih kini sedang berlatih mandiri. Menjejakkan langkah mulai menata hidupnya sendiri. Ada perasaan haru dan gelisah. Tenang, this too shall pass. 

Setelah memastikan mental dan persiapan alat-alatnya, berikut beberapa tips yang bisa kita praktikkan untuk anak yang akan memulai sekolahnya.

- Akrabkan anak dengan sekolah

Bisa dilakukan dengan mengunjungi sekolah. Beberapa kali. Bisa dari survey hingga trial. Kunjungi juga sekolah, intensitasnya tergantung kebutuhan anak, dalam pertemuan non formal agar anak terbiasa dengan lingkungan sekolahnya.

- Biasakan rutinitas baru beberapa waktu sebelumnya

Mulai dengan bangun pagi hari, di jam yang tepat untuk anak bisa bersiap tanpa terburu-buru. Biasakan dengan rutinitas yang kita inginkan, bisa jadi dari sholat subuh, mandi, makan, dsb. Ini penting dilakukan agar anak tidak kaget sehingga lebih mudah bekerja sama saat hari sekolahnya tiba. 

- Sounding yang sering

Ini cara yang paling perlu dilakukan dengan intensitas yang cukup sering. Tapi tetap hati-hati agar anak tidak menangkap kesan ketakutan. Sebelum berbicara, tentukan dulu point-point apa saja yang kita ingin anak ketahui. Pandangan bahwa sekolah itu tempat yang aman dan menyenangkan. Bapak dan Ibu guru bisa membantu, bisa dipercaya. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan orang lain kepada anak (misalkan sentuhan tidak boleh). Bagaimana menjaga diri (misalkan berteriak jika didekati orang asing, atau penekanan bahwa hanya boleh pulang dengan ayah/ ibu).  Sampaikan tanpa menakut-nakuti. 

Ini bisa dilakukan sejalan dengan hari-hari anak di sekolah. Setiap hari sebelum berangkat sekolah atau disela-sela aktivitasnya. Jadilah tempat yang aman bagi anak menceritakan apa saja, tanggapi dengan benar apapun perkataannya, percaya pada apa yang anak rasakan, namun tetap jaga objektivitas. Jalin komunikasi yang baik dengan para guru dan pihak sekolah. 

- Berikan contoh

Sering kali anak tidak terlalu memperhatikan apa yang kita katakan, namun mereka selalu memperhatikan apa yang kita lakukan. Selain dengan sounding, beri anak contoh langsung. Bagaimana berinteraksi dengan orang lain, menghormati guru, menghargai teman, cara berbicara, cara menolak, cara meminta bantuan, dsb. Ini bisa dilatih seiring berjalannya hari-hari anak di sekolah. 

- Latih anak mandiri

Latih anak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Ank diatas tiga tahun sudah bisa diajarkan untuk melakukan keperluan pribadinya sendiri seperti makan dan ke toilet. Namun kemampuan anak tidak bisa disamakan dengan sesama mereka apalagi dengan kita, orang dewasa. Mungkin mereka menyuap makan sendiri tapi masih berserakan, mungkin mereka makan sendiri tapi banyak melamun, bisa jadi mereka buang air sendiri tapi kesulitan memasang kembali celana dengan rapi. Tidak apa, mereka hanya perlu kesempatan berlatih.

Ilustrated Picture

Setidaknya perlu dua belas tahun bagi anak untuk menyelesaikan program sekolah mereka. Ini belum termasuk pendidikan sebelum pendidikan dasar dan pendidikan setelahnya. Coba hitung jika anak bersekolah sejak Paud hingga Sarjana. Sekolah memakan waktu yang panjang, dan juga banyak waktu dalam keseharian yang mereka miliki. Maka, mulai dari hari pertama, upayakan agar perjalanan panjang ini diawali dengan kesan yang menyenangkan bagi anak. Tidak akan selalu mudah, tidak akan selalu bisa dinikmati, tapi akan tetap dijalani. 



Salam, Nasha

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ►  2025 (21)
    • ►  Mei 2025 (2)
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ►  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ▼  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ▼  Juli 2023 (10)
      • Teruntuk Anakku yang Telah Memulai Perjalanan Panj...
      • Review Skincare Atomy Buatan Korea, Perawatan Anda...
      • Kegiatan Keluarga untuk Hari Anak dan Hari Tanpa TV
      • Celebrity, Sinopsis Lengkap hingga Pesan yang Dibawa
      • Diskusi tentang Data Angka Social Media, Sejauh Ma...
      • Ide Kado Pernikahan Sahabat, Hemat dan Tetap Berma...
      • Dag.. Dig.. Dug.. Mempersiapkan Anak Masuk Sekolah...
      • Unconscious Message dari Drama Korea, Kebiasaan Te...
      • Cinta Ibu Sesungguhnya di The Good Bad Mother
      • Mengenal Sekolah dengan Lima Kurikulum Internasion...
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes