Seperti sinopsis yang ditampilkan di laman netflix, drama ini mengisahkan tentang kehidupan orang-orang di Pulau Jeju, yang ternyata bisa membawa kehangatan dan banyak sekali pelajaran :')
Kehidupan orang-orang 'biasa' apa adanya bukan yang mewah seperti banyak ditampilkan dalam drama, tapi seperti semua kisah ada pahit manisnya, dan kita mengarungi kehidupan orang-orang itu lengkap dengan naik turun segala perasaannya. Drama yang terdiri dari 20 eps ini dibagi dalam beberapa episode untuk masing-masing kisah para tokoh.
Mimpi dan Uang
Episode pertama dan kedua menceritakan tentang Han-Su dan Eun-Hui, mantan teman sekolah, yang bertemu kembali di Pulau Jeju. Tapi menariknya cerita gak berpusat di konflik hubungan mereka aja, tapi ada isu-isu lain yang disinggung seperti kondisi keluarga, perihal keuangan, mimpi, dan juga hubungan orang tua-anak. Han Su dengan status sebagai kepala cabang ank, tentu harusnya memiliki kehidupan yang lebih dari cukup, tapi nyatanya dia punya hutang cukup besar. Hutang itu untuk membiayai pelatihan golf anaknya di Amerika. Hidup pas-pas an demi memenuhi mimpi anak, hal yang tidak bisa ia capai saat menjadi anak-anak. Ini bisa bikin topik diskusi baru khususnya bagi orang tua, sampai sejauh mana sih kita akan mendukung mimpi anak? Apa sampai hidup pas-pasan, terpisah jarak, dan terlibat hutang? Ini juga bikin aku sadar sih, tentang arti privilage, tentang apapun emang perlu uang, bahkan untuk menggapai mimpi yang akan lebih mudah dilakukan dengan banyak pintu yang terbuka dengan uang.
Menariknya, ini gak dibahas hanya dari sisi orang tua, tapi gimana kita sebagai anak 'mencukupkan' diri dengan apa yang kita inginkan, untuk sadar kalau kadang hidup emang gitu, dan gak mendapatkan apa yang kita mau bukan berarti gak bahagia. Kita bisa aja hidup lebih bahagia, dengan 'berbelok' dari apa yang sebelumnya kita mau, dengan kehidupan yang lebih hangat, lebih tenang. Kisah pertama ini aja cukup membuka pikiran buatku.
Down Syndrome
Selanjutnya, ada kisah asmara antara Yeong Ok dan Jeong Jun, yang sepertinya ringan dan kurang 'ngena' karena ya gitu aja kayanya, gak tau awal mula ketertarikan, gak paham kenapa bisa mereka akhrinya jadian, tapi ternyata punya isu tersendiri yang dibawa, yaitu down syndrome. Cerita ini bikin kita mikir ulang, meluaskan pandangan juga gimana melihat mereka yang down syndrome. Atau memunculkan pertanyaan, eh gimana ya kita menghadapi mereka yang down syndrome, gimana jika kita bertemu dengan orang yang merawatnya, dan gimana berdamai dengan kondisi yang 'terlihat' meyusahkan itu. Menurutku mengangkat isu ini dengan membawa langsung aktris down syndrome pertama di Korea sebagai Yeong Hui adalah perkembangan yang baik, karena gak semua orang akan kepikiran dan berani melakukan itu ya. Ini juga jadi semacam pintu terbuka bagi mereka, dan menjadikan lingkungan kita menjadi lebih ramah terhadap orang yang istimewa ini.
Kehamilan Remaja
Dari topik itu, beralih ke topik lain yang udah cukup sering dibahas, kehamilan remaja. Hal yang mungkin gak asing lagi, tapi tetap gak bisa dibenarkan. Buatku, cerita ini cukup bikin baper karena penggambarannya banyak dari sisi perempuannya, apa yang terjadi, bagaimana Yeong Ju menghadapinya, reaksi tubuhnya, perasaan penolakan yang dia miliki, mimpi yang terasa semakin jauh, omongan negatif orang, dan hal-hal gak mengenakkan lainnya. Penyesuaian yang mau gak mau arus dihadapi. Karena pernah hamil dan tau rasanya gimana punya anak, aku jadi lebih relate dengan apa yang dia rasakan. Belum lagi Yeong Ju dan hyeong, keduanya adalah murid teladan di sekolah, punya mimpi lanjut kuliah ke Seoul, di lingkungan gak pernah bikin onar, kelakuan selalu dinilai baik.
Penceritaan juga dibikin dari sisi orang tuanya, gimana perasaan mereka, gimana kecewanya, bingungnya, kesalnya, tapi juga ada perasaan bersalah, kasihan, dan sama bingungnya. Apalagi sebagai single parent, jadi bertubi-tubi deh ledakan perasaannya. Nah, lonjakan perasaan kaya gini, ternyata bisa jadi pintu pembuka dari permasalahan di masa lalu antara para ayah single ini, In Gwon dan Du Sik, tentang kesalahpahaman, tentang luka yang gak selesai, tentang hubungan yang bisa diperbaiki, dan tentunya tentang hubungan anak dan ayahnya. Mengandung bawang juga nih.
Kesehatan Mental
Apa lagi ya isu yang cukup ramai? Kesehatan mental, juga diceritakan disini. Makin bikin kita ngeh, kalau penyakit mental itu ya ada, bisa jadi disekitar kita karena orang yang terlihat baik-baik aja belum tentu nyatanya begitu. Seon A adalah buktinya. Secara fisik dia gak berbeda, lengkap sempurna semua tubuhnya, bisa berbaur, dan sama aja kaya kita semua. Tapi ternyata ada hari-hari dimana dia gak bisa melakukan apa-apa, gak punya tenaga untuk beraktifitas, nah ini udah red flag ya. Kalau ada kondisi di badan kita yang mengganggu aktifitas kita, itu artinya perlu penanganan khusus. Dan sakit mental bukan perkara sepele dengan yaudah sih gak usah stress atau yaudah sih bangun trus kerjain aja gak usah dipikirin. Aku pernah baca, kalau kalimat kaya gini sama aja kaya kita ngomong, yaudah sih nafas aja banyak udara gini, ke orang yang asma.
Mereka yang udah sakit, gak bisa menyembuhkan diri sendiri. Mereka paling perlu didampingi, dibantu, diberi kesempatan untuk memperbaiki. Ini juga membuka ruang diskusi, gimana ya kalau kita punya pasangan yang sakit mental? Apa yang perlu kita lakukan? Sejauh mana kita bisa membantu? Bukan hanya pasangan sih, tapi kerabat kita pada umumnya. Paling dasar dulu deh, gimana kita harusnya melihat, memahami, sakit mental itu sendiri dan penderitanya. Pelajari dan pahami betul kalau sakit mental itu ya sama kaya sakit fisik, mengganggu dan gak diinginkan. Sama aja perlu upaya untuk penyembuhannya. Kalau ada penderita, jangan disepelekan, gak perlu dianggap aneh, kalau gak tau mau ngapain yaudah diam aja.
Friendship
Gak cukup di isu yang ramai, ada juga isu yang terlihat 'biasa aja' tapi cukup berbekas juga. Tentang hubungan pertemanan, tentang persahabatan antara dua manusia. Indah ya kayanya bisa punya sahabat dekat, yang bisa berbagi segalanya, yang tau semua hal, yang siap siaga untuk membantu untuk mendukung. Hubungan awet dan telah berumur panjang semacam itu bisa berantakan hanya dengan satu kesalahpahaman.
Namun, sama seperti semua hal lainnya, hubungan pertemanan juga patut diperjuangkan, perlu dirawat. Kita terus bertumbuh, kita berproses, lagi-lagi komunikasi terbuka adalah kunci. Kalau emang peduli harusnya bisa jujur ungkapkan isi hati, kasih tau salahnya apa, yang bikin gak nyamannya mana, ingatkan batasannya dimana, yang bisa diperbaiki apa. Membiarkan dan 'sok keren' memendam luka sendiri malah bisa jadi ledakan di suatu hari nanti. Karena luka mungkin bisa sembuh seiring waktu berjalan, tapi bekasnya akan tetap ada dan semakin dalam malah semakin sulit untuk kita lupa.
Harapan
Kayanya semua hubungan udah ya, eh belum ding, ada yang jarang banget disinggung nih, hubungan nenek dan cucu yang diceritakan. Menariknya, kalau biasanya nenek adalah tokoh yang digambarkan lemah lembut ke cucu, gak bisa larang jika cucu berkehendak, namun nenek Chun Hui buatku adalah nenek yang galak, yang skeptis apalagi berhadapan dengan anak-anak yang lugu. Padahal cucunya cuma sementara tinggal sama dia, dan cucunya juga baik-baik aja.
Kalau disini yang aku pahami adalah gimana nenek Chun Hui ini akhirnya bisa kembali berharap, bisa percaya sama takdir yang baik. Emang ya gak semua yang terlihat kuat itu nyatanya baik-baik aja.
Orang Tua
Terakhir, drama ini ditutup dengan konflik orang tua-anak yang dari awal udah diperlihatkan yaitu antara nenek Ok Dong dan Deong Sok. Dari awal yang dilihatin gimana Deong Sok ini bawaannya marah dan ngamuk terus kalau bersinggungan sama ibunya, Ok Dong, padahal ibunya terlihat diam gak berdaya khas orang sepuh gitu ya. Tapi pas tau sedikit-sedikit ceritanya Dong Seok tentang ibunya ini, aku sih kebawa kesel juga ya. Sampai akhir juga gak ada pembelaan apa-apa atas kelakuakan ibunya ini, tapi somehow aku ngerasa sedih dan lebih ngerti aja. Bukan membenarkan, tapi lebih memahami apa yang dilakukan ibu Ok Dong ini ke Deong Sok dulu, dan memahami juga kenapa Deong Sok ini bisa memperlakukan ibunya kaya gitu. Sedih aja atas apa yang dilalui dua orang ini sehingga mereka jadi menderita dan melampiaskannya dengan tidak tepat, yaitu menyakiti.
Aku jadi inget pernah baca kalau orang yang terluka itu bisa kejam untuk melukai juga. Jadi sekarang kalau lihat orang dengan kelakuan 'buruk' aku jadi pingin tau luka apa ya yang bikin dia bisa segitu kejamnya? Apa ya yang berusaha dia tutupi dengan melampiaskan ke menyakiti orang gitu? Jadinya aku bukannya marah, malah kasihan. Sedih juga kalau orang itu harus melalui hal berat sampai dia jadi begitu. Aku percaya setiap kita adalah orang baik, Allah ciptakan kita dengan baik dengan kondisi masing-masing. Dalam kondisi itu, kita tetap punya pilihan untuk tetap baik, tapi kadang luka tertentu, pengalaman, latar belakang, lingkungan, gak tau, yang bikin pilihan jadi baik malah jadi pilihan terakhir yang paling sulit.
Drama ini (dengan perjalanan panjang dan kisah orang-orang didalamnya) bikin aku makin sadar kalau kita gak akan bisa menilai keseluruhan orang lain. Sama aja semua orang tuh, gak usah berlaku eksklusif dan gak perlu membeda-bedakan juga. Setiap orang punya luka dan masa lalu yang pernah membentuk dia. Punya masa sekarang yang terlihat secuil sama kita, dan punya masa depan yang kita gak pernah tau akan gimana nantinya. Manusia dengan hakikatnya sebagai makhluk sosial, butuh orang lain untuk bisa berfungsi optimal, sadari kalau kita emang butuh orang lain dan orang lain mungkin butuh kita, that's why we need to work on a relationship ntah hubungan apapun perlu diperjuangkan dan itu juga kenapa kita perlu jadi orang yang baik. Baik bagi diri kita sendiri, baik ke orang terdekat, baik lalu semakin luar bahkan sampai ke orang asing yang cuma papasan di jalanan. Saling menghargai, saling mengasihi <3
Salam, Nasha