Harapan Orang Tua pada Pendidikan, Kesehatan, hingga Kesejahteraan Sosial sesuai Tema Debat Pilpres

Ajang kontestasi pemilihan presiden sudah semakin dekat menuju akhirnya, dengan agenda debat terakhir pilpres pada 4 Februari mendatang. Tema yang dibahas kali ini adalah tentang kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi. Sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki anak, ada banyak harapan kita untuk anak-anak khususnya pada akses pendidikan dan kesehatan mereka, agar dapat diwujudkan oleh pemimpin negeri ini kelak. 



Sekilas Visi Misi

Sebenarnya ada keengganan sendiri bagi saya membahas politik, hal yang rasanya jauh dari keseharian namun juga ternyata sangat dekat dalam kehidupan. Bagaimana keputusan pemimpin nantinya dapat mempengaruhi kehidupan kita juga, apalagi jika kita masih banyak menggunakan fasilitas umum, yang adalah hasil dari pajak kita juga. Apakah mereka mengelola uang kita itu untuk kita juga atau untuk kelompok tertentu saja, jika untuk kita lalu untuk apa mereka menggunakannya. Sederhananya seperti itu, tapi ada banyak elemen lagi kenapa kita perlu peduli pada pemilihan pemimimpin republik ini.

Ketiga calon memiliki berkas visi misi yang cukup tebal bisa kita pelajari, dengan paslon pertama 148 lembar, paslon kedua 88 lembar, dan paslon ketiga 156 lembar. Benar, kita tidak bisa 100% mempercayai apa yang mereka tuliskan karena kemungkinan diwujudkannya juga bisa dibilang fifty fifty, namun setidaknya dengan ada dalam berkas tersebut, kelompok para paslon ini sudah memikirkannya. Ada satu langkah yang sudah terwujud daripada tidak ada sama sekali.

Pada berkas paslon pertama, tertulis bahwa visinya adalah Indonesia Adil Makmur untuk Semua. Sedangkan, paslon kedua merumuskan visinya sebagai Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045. Terakhir, paslon ketiga menyampaikan visinya berupa Menuju Indonesia Unggul: Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari. Dua dari tiga paslon tersebut menyelipkan kata adil dalam visinya, yang bisa disinggung pada debat terakhir nanti karena berhubungan dengan inklusivitas.

Mengerucut pada misi, masing-masing calon memilik gagasan yang baik khususnya pada pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan sosial, yang merupakan salah satu dari fokus saya sebagai orang tua. Seperti paslon satu yang merumuskan bidang tersebut dalam misi kelima, Mewujudkan Manusia Indonesia yang Sehat, Cerdas, Produktif, Berakhlak, dan Berbudaya. Paslon kedua, menuangkannya dalam misi keempat yaitu Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas. Misi paslon ketiga yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan, ada pada misi pertama dan kedua yaitu Mempercepat Pembangunan Manusia Indonesia Unggul yang Berkualitas, Produktif, dan Berkepribadian dan Mempercepat Penguasaan Sains dan Teknologi Melalui Percepatan Riset dan Inovasi (R&I) Berdikari.

Misi kelima paslon satu dijabarkan dalam tujuh belas agenda, yang diantaranya menyebutkan tentang layanan kesehatan, vaksin dan obat yang terjangkau, kesehatan ibu bayi dan tumbuh kembang anak, kesehatan mental, serta kesejahteraan tenaga pendidik dan biaya terjangkau untuk pendidikan, dsb. Paslon kedua merinci misinya tersebut dalam program-program seperti makan siang dan susu gratis di sekolah, pembangunan RS lengkap berkualitas juga sekolah unggul terintregasi di kabupaten, meningkatkan dana riset dan inovasi, dsb. Dan paslon ketiga mengusulkan pemeriksaan kesehatan menyeluruh catin, revolusi menu makanan berbasis pangan lokal, meningkatkan layanan juga sarana prasana kesehatan, peningkatan kualitas tenaga kesehatan dan pendidikan, memperkuat pendidikan mental rohani, dsb. 

Bagaimana, sudah cukup jelas? Jika belum, kita sama. Ya namanya juga visi misi, sifatnya seringkali normatif saja. Tapi penjelasan untuk masing-masing visi tersebut ada dalam berkas setiap paslon. Lengkapnya rencana mereka seperti apa bisa kita lihat didalam berkas tersebut. Kembali lagi, narasi tersebut tidak bisa benar-benar kita percaya akan mereka kerjakan dalam lima tahun masa kepemimpinan, setidaknya apa yang benar-benar penting bagi kita, bisa kita kawal dan tuntut untuk diwujudkan nantinya. Masih ada lembaga-lembaga lain, yang mudah-mudahan bisa kita percaya, turut melakukan pengawasan yang sama. Atau setidaknya kita bersama-sama sebagai rakyat, bisa melakukannya. 


Harapan yang Sebenarnya

Sebagai orang tua yang memiliki anak dengan masa penggunaan fasilitas negara lebih panjang terutama untuk pendidikan dan kesehatan, harapan warga pada umumnya cukup sederhana, yaitu bisa hidup aman tanpa mengkhawatirkan biaya kesehatan dan pendidikan, karena  terjamin oleh negara dengan layanan yang memang bisa dipercaya. Jika dirinci, saya mendukung untuk terwujudnya beberapa harapan ini:

  • Jaminan Layanan Kesehatan

Kita mengenal lembaga BPJS Kesehatan yang melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang dari waktu ke waktub jumlah pesertanya terus meningkat hingga mencapai 95% pada Desember 2023 lalu. Bisa dibilang program ini berjalan dengan baik meski dengan banyak cacat yang perlu diperbaiki. 

Menurut saya, sistem rujukan yang diberlakukan memang sedikit merepotkan, tapi juga bukan masalah besar, dengan catatan semua faskes yang terkait memang bekerja sesuai dengan ketentuan. Tidak membuat administrasi yang berbelit, apalagi dengan layanan yang tidak ramah. Maka penting bagitenaga kesehatan untuk menguasai ilmu kesehatan serta memiliki keterampilan komunikasi yang baik sehingga juga bisa menenangkan pasien yang mempercayakan kesehatan pada mereka. 

Kualitas tenaga kesehatan juga perlu beriringan dengan jumlah yang memadai diseluruh wilayah Indonesia. Angka-angka perbandingan antara nakes dan warga di Indonesia khususnya di daerah luar Jawa cukup memprihatinkan dan mayoritas tidak sesuai dengan standar WHO. Idealnya jumlah dokter itu 1:1000  dengan penduduk, tapi nyatanya hanya mencapai 0,47:1000 untuk seluruh Indonesia. Ini perlu menjadi perhatian, karena dokter adalah elemen penting dalam kesehatan penduduk, bukan hanya gedung saja yang terus diperbanyak.  

Lainnya pada kesehatan, menurut saya adalah pembiasaan pola hidup sehat mulai dari menu makanan sehat yang digalakkan dalam berbagai program pemerintah, edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan dari lingkungan yang bersih, pencegahan dengan vaksin (yang mudah didapatkan dengan gratis atau biaya terjangkau),  pendampingan orang tua (bukan ibu saja) dari program kehamilan, serta dukungan bagi para orang tua untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. 

  • Pendidikan yang Terjangkau

Sudah beberapa tahun ini, pemerintah telah mengelola dana yang didapat dari pajak warga menjadi fasilitas sekolah negeri gratis. Diseluruh Indonesia, peserta didik bisa mengakses pendidikan formal tersebut tanpa mengkhawatirkan biaya. Sayangnya, bagi sebagian kita, kualitas pendidikan tersebut masih belum sesuai dengan harapan. Diantaranya pada perbandingan jumlah guru dan murid yang tidak sesuai, fasilitas sekolah yang belum memadai, dan kualitas pengajaran yang belum terbukti berhasil meningkatkan kemampuan peserta didik. Apalagi beberapa kasus miris belakangan juga terjadi diarea sekolah.

Perlu diakui bahwa akses pendidikan di Indonesia saat ini masih jauh dari kata merata. Ada sekelompok masyarakat yang menghendaki pendidikan lebih baik daripada sekedar yang ditawarkan sekolah negeri, tapi terkendala pada biaya yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tantangan global menuntut anak-anak ini untuk memiliki kemampuan adaptif, tangguh, melek teknologi, tanpa melupakan akar karakter kita sebagai bangsa yang bergotong royong, dermawan, dan peduli. Perlu kerja sama orang tua dan pihak sekolah untuk membentuk generasi hebat sesuai dengan cita-cita menuju Indonesia Emas 2045. 

Sejauh ini, pendidikan masih menjadi persoalan karena pendidikan yang ditawarkan pemerintah terlihat belum memenuhi standar yang diperlukan dalam menghadapi perkembangan teknologi dan akselerasi informasi. Anak-anak perlu oengajaran dari rumah untuk menanamkan nilai-nilai baik, membentuk karakter mereka, hingga siap nantinya diisi dengan berbagai pengetahuan yang sesuai dengan bidang yang mereka minati. Lagi-lagi, ini juga dimulai dari kesiapan pasangan orang tua menjadi teladan dan mendidik anak-anak. Bagaimana mungkin orang tua bisa mengajarkan jika mereka sibuk mencari uang demi memenuhi biaya sekolah nantinya. Ini dikembalikan pada penguatan peran negara dalam mnyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas, terjangkau, dan berorientasi pada anak sesuai tahap tumbuh kembang mereka.

Jika kita lebih jauh bicara tentang SDM, inklusi, kesejahteraan sosial, dan teknologi, sebenarnya semua gagasan akan saling berkaitan. Sama seperti mendidik anak, yang harus kita mulai dengan mendidik diri sendiri terlebih dahulu agar bisa menjadi teladan; mendidik bangsa juga berlaku demikian. Pejabat publik perlu melihat ke diri mereka masing-masing, apakah layak tampil dan menjadi percontohan bagi ratusan juta masyarakatnya? Jika pendidikan dan kesehatan dianggap penting, maka mulai dengan menerapkan gaya hidup sehat dan memamerkannya kepada rakyat. Makan olahan pangan lokal. Perlihatkan karakter yang sesuai dengan apa yang dibuat dalam gagasan. Rangkul minoritas. Tindak lanjut dengan tegas pelanggaran-pelanggan yang menyederai kesejahteraan sosial. 

Saya sebenarnya berusaha melepas diri dari ketergantungan pada negara, karena selama ini merasa berjuang mandiri saja. Coba lihat air yang diminum. Tapi ya tidak bisa juga seterusnya begitu, karena kita berhak kok. Tanpa paksaan, kan mereka memang orang yang 'mau-maunya' ngurusin kita, jadi sekalian kita tuntut maunya kita itu seperti apa.  Karena kadang apa yang mereka tawarkan itu bukan yang sebenarnya kita butuhkan atau inginkan. Tidak muluk seperti negara maju dengan penduduk sepersekian dari jumlah kita, tapi setidaknya dengan sumber daya yang jauh kali lipatnya, kita harusnya juga bisa mendapatkan hak-hak dasar tanpa ditilap dimana-mana. Bisa merasa aman karena tahu pendidikan gratis yang mengurangi kekhawatiran bagaimana anak bisa memperbaiki kualitas hidup mereka, yang tidak perlu pusing bagaimana saat sakit karena tinggal pergi berobat saja, yang tidak takut menampakkan diri karena meski minoritas tapi kita tetap diterima dengan tangan terbuka. 

Jadi, gunakan segala akses yang ada untuk mencari tahu mana yang paling sesuai dengan kita. Salah satunya melalui website bijakmemilih.id yang cukup kompatibel untuk kita melihat berkas yang disematkan masing-masing paslon lengkap dengan rekam jejak mereka dan partai pengusungnya. Semoga dalam kurun waktu dua mingguan ini kita sudah menentukan pilihan dari beberapa kandidat yang tidak sempurna tersebut. Semoga bisa mendukung kita mendapatakan kehidupan khususnya kesehatan dan pendidikan yang lebih baik.



Salam, Nasha

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!