• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Kita daftarkan mereka sekolah sejak usia dini dengan tujuan memaksimalkan perkembangan mereka sehingga mereka bisa tumbuh cemerlang nantinya. Namun dibalik keinginan mulia itu, kadang kita lupa pada apa yang sebenarnya paling anak butuhkan sesuai usianya serta bekal apa saja yang harus dipersiapkan untuk mereka sebelum memasuki dunia baru, sekolah. Jadi sebelum mendaftarkan anak, pastikan dulu apakah anak siap?




Dalam kehidupan modern kita sekarang, kesadaran akan pentingnya pendidikan semakin meningkat. Banyak orang tua semakin yakin bahwa pendidikan memang jalur paling aman untuk jaminan masa depan. Maka mereka mengupayakan pendidikan terbaik bagi anaknya, termasuk dengan mendaftarkan anak sekolah sejak dini. Sekolah pun berlomba-lomba menarik hati orang tua dan anak sejak usia 2 tahun. Kebanyakan dari orang tua beranggapan, lebih baik mereka bermain di sekolah dengan aktivitas yang terarah daripada bermain 'tidak jelas' di rumah. 

Anggapan itu tidak salah, meski tidak sepenuhnya benar. Sebab, jelas atau tidak jelasnya aktivitas anak bermain bagi orang tua, tidak ada hubungannya dengan proses belajar mereka. Anak belajar dari apapun yang mereka terima dan lakukan. Maka, niat kita untuk menyekolahkan mereka harus lebih jelas lagi sehingga keputusan untuk mendaftarkan anak bersekolah hingga memilih sekolahnya juga lebih terarah. Pahami bahwa apa yang kita inginkan atau yang kita pikir terbaik, belum tentu sesuai dengan kondisi setiap anak. Maka langkah awal yang perlu kita lakukan adalah memahami anak, anak kita sendiri.

Selanjutnya, jika memang berbagai pertimbangan mengantarkan kita pada rencana untuk mendaftarkan anak pada lembaga pendidikan usia dini, tidak berarti kita menyerahkan mereka begitu saja pada guru. Sebab, ada beberapa hal yang harus kita pastikan dan persiapkan. Persiapkan agar mereka benar siap untuk memasuki dunia baru itu.

  • Pahami dari sudut pandang anak

Bagi anak, sekolah adalah tempat baru yang, meskipun mereka sukai di waktu kunjungan pertama, bisa jadi tempat yang membingungkan dan menegangkan. Bayangkan mereka yang biasanya beraktivitas sesuka hati di tempat yang sudah mereka kenali, tiba-tiba harus berpisah dari orang dan lingkungan yang mereka kenal lalu melakukan aktivitas yang diinstruksikan dari orang-orang asing. Selain itu, ada banyak hal baru yang harus diproses otak kecil mereka, mulai dari lingkungan sekolah, warna cat dinding, wajah teman-teman, suara guru, doa sebelum pulang, dll. Wajar jika anak kewalahan, kan?

  • Kemandirian dan Kemampuan intrapersonal

Untuk bisa melepas anak di lingkungan baru tanpa pengawasan orang tua, pastikan anak dapat menjaga dirinya sendiri. Tentu saja guru pun mengawasi, tapi alangkah lebih baik jika mereka bisa memahami diri sendiri dan mandiri akan kebutuhannya. Kemandirian ini bisa dibiasakan dari rumah seperti makan dan minum sendiri, bisa ke toilet sendiri, pakai sepatu, membuka tas dan kotak bekal, serta membereskan barang sesuai tempatnya. Selain itu, pastikan anak memahami dan dapat mengomunikasikan kondisi tubuhnya seperti ketika ia merasa tidak sehat, disakiti, tersinggung, dll.

  • Kemampun Emosional
Kemampuan ini mencakup kesiapan dan kemauan anak untuk berpisah dari orang tua atau pengasuh. Selalu katakan pada anak bahwa ia nanti akan dijemput dan hindari kalimat nanti ditinggal. Dengan begitu, anak lebih berani untuk bersekolah tanpa ditemani. Selain itu, kemampuan emosional berarti anak dapat mengenali emosi yang ia rasakan. Kemampuan ini perlu dilatih jauh hari dari rumah. Jangan biasakan meredam ekspresi perasaan anak, misalkan dengan melarang mereka menangis, tapi kenalkan perasaan sedih, kesal, takut, kecewa yang bisa menimbulkan air mata tersebut.  
  • Komunikasi
Setelah dapat mengenali emosi sendiri, anak juga perlu dilatih untuk dapat mengekspresikan dan mengomunikasikannya dengan tepat. Misalkan ketika kesal, tidak melempar barang, atau ketika marah, tidak memukul teman. Bukan hanya larangan, tapi tunjuki ia bagaimana yang benar seperti menarik nafas, menghentakkan kaki, ataupun membicarakannya. Anak juga perlu diajari tentang kemungkinan saat berinteraksi dengan teman. Bisa jadi ia terdorong saat sedang berlarian, bisa jadi ia terluka ketika menabrak teman, apa yang harus ia lakukan? Bagaimana anak mengomunikasikannya?
  • Pengenalan Adab 
Tidak ada batasan usia minimal dalam mengajarkan adab pada anak. Mulai dari bayi ketika kita bacakan ia doa sebelum menyusu, mengenakan kaus kaki sebelah kanan terlebih dahulu, mengucapkan hamdalah ketika bersendawa, makan dalam posisi duduk, dst. Kebiasaan ini bisa diteruskan hingga anak terlatih setidaknya mengucapkan salam/ permisi, maaf, tolong, dan terima kasih. Adab dasar lainnya adalah mendengarkan dan tidak menyela ketika orang berbicara. 
  • Kemampuan Dasar Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik Sederhana

Pada dasarnya kemampuan ini akan anak pelajari dari aktivitas bermain yang ia lakukan di rumah dan dari interaksinya dengan kita, orang tua ataupun dengan pengasuhnya. Perkembangan ini meliputi kemampuan anak dalam mengurutkan kegiatan, menjawab ataupun menceritakan kejadian, mengelompokkan benda; lalu mampu mengenali dan mengekspresikan emosi dengan tepat; serta dapat memegang, membuka, menutup benda, menyeimbangkan tubuh, koordinasi mata juga tangan, dst. Tahap kemampuan ini disesuaikan dengan kemampuan anak, namun semakin ia mampu semakin nyaman pula ia dengan aktivitas di sekolah.


Sebagai orang tua, kitalah yang bertanggung jawab atas tahap perkembangan anak, sehingga memang tidak bisa menyerahkan mereka begitu saja ke pihak sekolah. Apalagi proses pendidikan adalah perjalanan panjang yang akan anak lalui selama belasan bahkan puluhan tahun, jangan sampai kenangan awal mereka tentang sekolah menjadi tidak menyenangkan. Kitia justru harus berusaha agar anak mau dan bersemangat sekolah. Jadi pastikan dahulu kesiapana anak sebelum mendafarkan mereka. Persiapkan mereka dengan bekal terbaik dari kita. Sehingga dekat ataupun jauh, kini ataupun nanti, mereka tetap bisa aman dan nyaman berkat bekal yang sudah kita siapkan. 



Salam, Nasha

Pesatnya teknologi berdampak positif pada mudahnya akses pendidikan. Kini semua orang bisa belajar secara daring, termasuk anak-anak. Orang tua bisa mengikut sertakan anak-anak pada berbagai keterampilan bermodalkan internet di rumah. Peluang ini pun dimanfaatkan oleh banyak lembaga untuk membuka kelas daring, termasuk kelas belajar agama Islam. Beberapa lembaga mengkhususkannya pada kemampuan mengaji, tapi tidak sedikit pula yang menambahkan berbagai pelajaran keislaman lainnya. Berikut beberapa lembaga yang bisa menjadi pilhan belajar mengaji online untuk anak. 



Berbeda dengan zaman kita sebagai orang tua yang mayoritas belajar mengaji di usia sekolah dasar, anak-anak kini sudah diajarkan untuk mengaji atau menghafal surat pendek dan hadits sejak usia dini. Bukan hanya belajar di masjid dekat rumah, banyak anak-anak yang belajar mengaji secara privat dengan guru yang datang ke rumah atau ikut kursus di lembaga pendidikan. Bisa dibilang ini sebagai perkembangan yang baik. Apalagi kemampuan mengaji memang sepatutnya diutamakan bagi kita yang muslim.

Namun, seperti dua sisi mata uang. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap perkembangan ini antara lain:

  • Perkembangan setiap anak berbeda

Sebagai orang tua tentu kita yang paling tahu bagaimana kebiasaan anak di rumah, apa yang sudah ia kuasai dan yang perlu dikembangkan. Sehingga perlu diperhatikan kesiapan anak belajar dan metode yang paling cocok dengan mereka. Tidak perlu ikut-ikutan hanya karena anak seusia mereka sudah diajarkan ini itu. Tidak semua lembaga ataupun metode pengajaran cocok untuk semua anak.

  • Dunia anak tetaplah dunia bermain
Pendekatan paling baik dalam mengajari anak adalah yang paling sesuai dengan perkembangan mereka. Bagaimanapun, anak usia dini belum memahami konsep kewajiban dan hak,  sehingga tidak mungkin menuntut mereka untuk bisa memenuhi ekspektasi atau standar tertentu.
  • Tumbuhkan dulu kecintaan mereka sehingga tidak perlu memaksa
Ini hal utama yang jangan sampai terlewat. Jangan hanya karena kita terburu-buru, anak jadi tidak menikmati proses belajar sedangkan belajar itu adalah aktivitas yang perjalanannya panjang. Jika dari awal anak terpaksa, maka kedepannya akan lebih sulit bagi mereka untuk berkembang dan bagi kita untuk mengubah persepsi mereka. 
  • Adab sebelum ilmu
Sebelum meminta mereka bisa mengaji ataupun hafal surat Al Quran, tanamkan dulu nilai-nilai kebaikan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah. Bagaimana bersikap, berinteraksi, serta apa saja prinsip-prinsip kebenaran dan kebaikan yang harus dijalani. Jelaskan pula makna dan pesan dalam surat yang mereka pelajari, bukan sekadar menghafalnya saja.
  • Peran orang tua untuk mengajar

Tidak dipungkiribanyak dari kita yang merasa rendah diri untuk mengajarkan anak mengaji, merasa kemampuan kita belum mumpuni untuk mengajarkan pada mereka. Namun, tetap ingat  bahwa pengajaran anak tetaplah tanggung jawab orang tua. Jangan sampai lepas tangan hanya karena mereka telah diajarkan oleh orang lain. Sebenarnya lebih baik lagi, jika orang tua langsung yang mengajarkan mereka, sama-sama meningkatkan kapastitas diri dengan anak, memiliki waktu khusus untuk belajar bersama.

Jika dirasa semua catatan tadi sudah dipahami, lalu berdasarkan pertimbangan dari kondisi keluarga masing-masing, barulah orang tua bisa memilih untuk mencari lembaga bagi anak belajar mengaji.


Lembaga Mengaji Online untuk Anak

Ada banyak pilihan yang tersedia dalam rangka mengajarkan anak mengaji. Beberapa lembaga dibuka untuk umum mulai dari anak hingga dewasa, beberapa lagi memiliki kelas online dan offline, dan tidak sedikit yang memang mengkhususkan pengajarannya pada anak saja. Berikut beberapa lembaga mengaji anak secara online yang bisa dijadikan pilihan. 

  • Edufic

Lembaga yang khusus menyediakan kelas online untuk anak ini  mengintegrasikan kruikulumnya dengan kurikulum internasional. Ada banyak kelas yang ditawarkan selain mengaji dengan tajwid, yakni kelas Islamic English, Islamic Coding, Arabic for Quran, Islamic Writing and Storytelling, dsb. Rata-rata kelas tersebut diperuntukkan bagi anak suia 5-12 tahun. Info lebih lanjut bisa melalui laman resmi mereka di edufic.id atau akun instagram edufic.id 

  • Albata

Di Albata, anak dengan rentang usia 3-13 tahun bisa belajar mengaji secara online ataupun offline (tatap muka datang ke rumah) dengan cabang tersebar di beberapa kota di Indonesia mulai dari Jakarta, Bogor, Bandung, hingga Sidoarjo. Tersedia pilihan kelas grup atau privat. Bahkan di kelas privat juga ada pilihan untuk menggunakan kata pengantar Bahasa atau English. Dalam praktiknya, anak akan belajar mengaji yang juga meliputi tauhid, adab, sirah,fiqh, tartil, juga tahfids yang semuanya menggunakan fun learning ala montessori. Silakan cek info lengkapnya di laman resmi atau akun instagram albata.id

  • Mengaji Kids
Dikhususkan untuk metode pengajaran online, lembaga ini menyediakan kelas belajar mengaji untuk anak dan remaja usia 4-19 tahun. Ada tiga pilihan kelas yang ditawarkan yakni Kelas Iqra, Kelas Al Quran, dan Kelas Tahidz. Dengan biaya yang terjangkau, kita bisa memilih kelas grup atau privat sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Info lengkapnya bisa dilihat di mengajikids.co.id

  • Syari Hub

Bukan hanya anak-anak, lembaga online ini juga menyediakan kelas dewasa. Metode yang digunakan pun beragam mulai dari metode ummi yang disarankan untuk anak-anal, tilawah, iqro, juga bahasa arab pemula. Dalam kelas anak, disedikan layanan privat untuk usia 5-12 tahun menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak. Kelas ini pun dilengkapi dengan pengajaran ilmu keislaman lainnya seperti kisah nabi, sholawat, dan doa. Info lebih lanjut bisa dilihat pada laman resmi atau instagram syarihub.id

  • Privatngaji.com

Lembaga yang menyediakan kelas untuk anak dan dewasa ini, juga menawarkan kelas online dan offline di mana ustadz/ ustadzah mengajarkan murid di rumah masing-masing. Kita juga bisa menentukan untuk belajar secara privat atau grup. Materi yang diajarkan adalah tahsin quran berupa makhorijul huruf, tajwid, ghorib, dan shifatul huruf, serta materi tahfidz untuk anak yang ingin menghafal Al Quran. Selain itu ada pula tambahan berupa materi praktik sholay, doa, kisah nabi, dan berbagai permainan yang edukatif. Info lengkapnya bisa didapatkan di privatngaji.com


Nah, demikian rangkuman lembaga baik online ataupun offline yang bisa dijadikan pilihan bagi ayah ibu yang ingin mendaftarkan anaknya untuk belajar mengaji. Semoga bermanfaat!



Salam, Nasha

Bukan tangerine, tapi when life gives you lemon, make lemonade sebagai frasa yang cukup terkenal dengan pesannya agar kita bisa memperjuangkan hidup dengan sudut pandang yang lebih baik. Tidak jauh berbeda, when life gives you tangerine dimaksudkan dengan pesan yang serupa. Tangerine dipilih sebagai buah yang mewakili Jeju, wilayah yang menjadi latar cerita. Terinspirasi dari kisah cinta dan perjuangan warga asli di sana untuk mengubah nasib generasi, drama ini memang patut mendapat apresiasi tinggi. Bukan hanya karena menghangatkan hati namun karena bisa mengingatkan kita bahwa terlepas dari segala kejutannya, hidup memang layak untuk diperjuangkan.


Sekilas Kisah

Meskipun drama ini mengisahkan tentang kehidupan Ae Sun yang diperankan IU dalam perjuangannya untuk mewujudkan mimpi, tapi bagi saya kisah ini sudah bermula dari ibunya Ae Sun, Gwang Rye. Seorang haenyo atau perempuan penyelam di Pulau Jeju yang memiliki pemikiran berbeda dari ibu-ibu lain pada tahun 1950-an di sana. Ia tidak ingin Ae Sun mengikuti jejaknya sebagai haenyeo, maka ia memilih untuk hidup terpisah dari putrinya agar Ae Sun bisa mendapat pendidikan yang lebih layak dari keluarga alm. suaminya. Meskipun akhirnya Ae Sun kembali hidup bersamanya, Gwang Rye tetap mengupayakan agar Ae Sun hidup di luar Jeju sehingga memiliki nasib hidup yang berbeda darinya.

Sayang, perjuangan Gwang Rye tidak berlangsung lama karena ia meninggal ketika Ae Sun masih berusia 9 tahun. Tinggal bersama ayah tiri, Ae Sun harus bersekolah sambil berjualan serta mengasuh kedua adiknya. Didampingi oleh Gwan Sik, anak laki-laki yang terus membersamainya, Ae Sun menjual kubis hasil kebunnya di pasar hingga remaja. 

Ketika ayah tirinya menikah lagi, Ae Sun pun merasa tidak memiliki siapa-siapa. Bahkan keluarga ayahnya malah mengusulkan agar ia bekerja saja bukan bersekola apalagi berkuliah sastra seperti cita-citanya. Dengan putus asa, Ae Sun mengajak Gwan Sik untuk kabur keluar Jeju. Sesampainya di Busan, ketidak beruntungan menghampiri mereka, sehingga setelah dua malam mereka pun kembali ke Jeju dan tak lama kemudian menikah.

Sejak menikah, memiliki seorang putri, dan tinggal bersama keluarga suami, kehidupan Ae Sun jauh dari apa yang ia impikan. Meski melakukannya dengan sukarela, hari-harinya tetap tidaklah mudah apalagi dengan berbedanya pemikirannya dengan tradisi yang ada di sana. Hingga akhirnya mereka tinggal di rumah sewaan sendiri, memiliki tiga anak, dan jatuh bangun dalam perjuangan keluarga kecil mereka. Mulai dari nyaris kehilangan tempat tinggal, menjadi kapten kapal, anak, tidak ada makanan, dst.

Kisah dalam drama ini pun berlanjut pada kehidupan Ae Sun sebagai ibu dengan anak dewasa, Geum Myeong, yang juga diperankan oleh IU. Bahkan terus berlanjut hingga Ae Sun menjadi nenek dari seorang cucu perempuan. Sama seperti orang tuanya, Geum Myeong juga mengalami pasang surut kehidupan seperti prestasi di sekolah, kemiskinan, tuntutan kerja, hubungan, dll. Kejutan dan tantangan kehidupan tak henti menghampiri mereka. Seperti rasa asam pada manisnya buah jeruk. 

Dengan panjangnya kisah hidup yang disajikan pada drama ini, tak heran ada banyak isu kehidupan yang dibahas. Mulai dari mimpi, harapan, kasih sayang, kehilangan, perlawanan, pengkhianatan, takdir, dll. Berbagai emosi bisa kita rasakan saat menyaksikan drama korea sepanjang 16 episode ini.


Pesan dari Berbagai Kejutan Kehidupan 

  • Semua berawal dari mimpi dan pikiran
Ae Sun tidak akan tumbuh menjadi anak yang berbeda dari teman sebayanya tanpa ibu yang memiliki impian untuknya. Begitu pula Geum Myeong tidak akan bisa sukses menjalankan mimpinya tanpa pola pikir yang berbeda dari ibunya. Maka, lagi-lagi kisah ini menegaskan bahwa kita adalah apa yang kita pikirkan. 
  • Mendapatkan dukungan adalah anugerah

Setelah memiliki pikiran yang memiliki kehendak sendiri, ternyata kita juga perlu orang-orang baik yang mendukung apa yang kita lakukan. Di sini, Ae Sun bisa memulai mimpinya karena ia dibesarkan oleh ibunya. Ia tidak dilarang membaca saat kebanyakan anak seusianya dibiasakan dengan urusan dapur atau laut. Ia pun tetap bisa memelihara mimpinya karena hidup bersama Gwan Sik. Tentu akan berbeda hidupnya jika ia jadi menikah dengan Bu San Gil. Dalam hari-harinya sebagai yatim piatu itupun, setidaknya ia masih memiliki tiga bibi yang tulus menyayangi dan mendukungnya. 

  • Keengganan kita untuk merombak tradisi
Drama ini cukup banyak menyinggung isu yang bermula dari tradisi, kebiasaan yang hanya diturunkan tanpa benar-benar dipahami alasan dan tujuannya sehingga tetap dilakukan meskipun tidak lagi relevan. Perempuan di Jeju dibesarkan untuk meneruskan profesi menjadi haenyeo, tanpa memedulikan keinginan anak itu sendiri. Mereka dipersiapkan untuk bisa mengurus rumah, tanpa benar-benar paham apa sesungguhnya yang dibutuhkan dalam masing-masing rumah. Tidak banyak orang yang mau memahami, menyadari, dan menjadi berbeda agar sesuai dengan kehidupan masing-masing.
  • Budaya patriarki yang merugikan

Melanjutkan perihal tradisi dalam point sebelumnya, budaya ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan ini sudah mendarah daging dan tampak tidak adil. Salah satunya saat Ae Sun dikeluarkan dari sekolah sedangkan Gwan Sik hanya diskors padahal melanggar aturan bersama. Bahkan butuh keberanian hanya agar anak perempuan bisa bermain sepeda. Bukan hanya di Ae Sun di Jeju, putrinya Geum Myeong juga mengalami kesulitan di Seoul gara-gara patriarki ini. Lagi-lagi, butuh keberanian dan tekad sekuat baja jika ingin melawan apa yang sudah diturunkan antar generasi, termasuk budaya patriarki.

  • Hubungan keluarga yang hangat meski kadang juga dingin

Apa yang menghangatkan dari kisah ini adalah interaksi keluarga yang apa adanya. Mulai dari perjuangan seorang ibu untuk anaknya, ketidak hadiran ayah dalam pengasuhan pada umumnya, serta hubungan kakak adik yang tidak selalu manis. Adegan-adegan itu dibungkus begitu rapi sehingga penonton pun merasakan gejolak emosi menyaksikannya. Seperti ketika Gwan Sik membela istrinya, memberikan bagian makanannya pada anaknya, berjuang untuk keluarganya hingga menjual kapal kesayangannya. Atau ketika Ae Sun memilih untuk mendahulukan keluarga serta membela putrinya bahkan saat ia sudah dewasa. Bagian yang paling menguras emosi bagi saya adalah saat mereka kehilangan putra bungsunya. Bagaimana luka kehilangan anak tidak akan hilang meski sudah berpuluh tahun usianya. 

  • Butuh Bergenerasi untuk naik kelas nasib keluarga
Entah mengubah nasib keluarga atau naik kelas generasi, tapi memang butuh perjuangan keras untuk bisa mewujudkan hal itu. Dalam kisah ini, perjuangan itu dilakukan selama tiga generasi. Dari Gwang Rye, Ae Sun, dan Geum Myeong yang bisa dikatakan sukses di daratan Seoul. Butuh mimpi untuk keluar kampung halaman hingga benar-benar hidup mapan di kota besar. Butuh perjuangan sekeras dan selama itu untuk keluar dari jerat kemiskinan. Tidak semua demikian, tapi memang beginilah jalan paling umum. Tidak tiba-tiba terjadi dalam semalam. 
  • Menerima hidup apa-adanya

Akhirnya, kita diajarkan untuk bisa menerima hidup apa adanya di setiap musimnya. Ketika terasa manis ataupun terasa asam. Kita harus maju terus dan menjalaninya dengan lapang dada. Memang hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Cepat atau lambat semuanya akan berlalu. 



Salam, Nasha

Hari Kartini kita peringati secara nasional untuk mengenang jasa seorang pahlawan wanita asal Jepara bernama Raden Ajeng Kartini, yang lahir pada 1879. Pemikirannya untuk kesetaraan gender dan pendidikan perempuan dianggap telah mengubah banyak kehidupan. Surat-suratnya berhasil membuka pikiran banyak orang, sekolah yang ia dirikan juga menjadi gerbang bagi banyak perempuan untuk bisa berkembang. Hingga kini, perayaan hari kartini masih kita lakukan. Paling umum dengan berbagai acara yang dimeriahkan dengan peragan kebaya di sekolah atau perkantoran. Pertanyaannya, apakah semangat kartini untuk perempuan itu cukup diperingati dengan kebaya dan acara hiburan saja?



Hari Kartini dari Tahun ke Tahun

Sejak masih di sekolah dulu, saya sudah tahu tentang hari kartini. Hafal di luar kepala tanggal lahirnya pada 21 April, meski tidak benar-benar paham apa jasanya selain surat-surat yang ia tulis pada sahabatnya di Belanda. Seingat saya, tidak ada yang menceritakan bagaimana surat-surat tersebut bisa membuat namanya harum hingga hari lahirnya bisa diperingati bahkan beratus tahun kemudian. Bahkan setelah dewasa ini, baru saya mengetahui bahwa ia sempat mendirikan sekolah untuk perempuan, salah satu jejak yang ia tinggalkan untuk perjuangannya bagi perempuan.

Setiap tahun saya merayakan. Mulai dari sekolah saat anak-anak hingga di kantor ketika dewasa. Umumnya, perayaan dimeriahkan dengan berbusana kebaya dan aneka lomba hiburan, bahkan saya sempat memenangkan lomba dengan berpakaian adat serta adu cepat membungkus kado. Setelah diingat-ingat, apa yang kami lakukan tidak pernah benar-benar membawa kesadaran pentingnya kesetaraan dan bagaimana harusnya semangat itu diperjuangkan. Meski sudah lama tidak menyukai dan tidak menemukan korelasi, baru tahun ini saya benar-benar menyadari pemikiran yang menganggap perayaan ini perlu diluruskan.

Sebelum itu, mari kita bahas secara singkat tentang Kartini. Seorang anak keturunan bangsawan yang mendapat kesempatan belajar di sekolah belanda kala itu. Meski hanya mengenyam pendidikan dasar dan melanjutkan tradisi dipingit di rumah saja, Kartini tetap memperluas wawasannya dengan membaca dan berkirim surat dengan sahabat belanda-nya. Setelah menikah, ia pun mendirikan sekolah perempuan di Rembang. Tidak lama setelah itu, ia pun wafat, beberapa hari setelah melahirkan putra pertama dan satu-satunya.

Harusnya, kita bisa sedikit berpikir, bagaimana seorang perempuan di kabupaten yang usianya hanya sampai seperempat abad itu bisa dikenang hingga hari ini? Apa yang ia lakukan? Semangat apa yang sesungguhnya ia nyalakan?


Lalu, Bagaimana Merayakannya?

Sekarang coba jawab, berlandaskan pada semangat kesetaraan dan pendidikan untuk perempuan yang diperjuangkan Kartini, apakah tepat jika peringatannya dlakukan dengan lomba kebaya atau unggah foto dengan kutipan bijak di media sosial? Apa hubungan dari penampilan daerah itu dengan perjuangan Kartini? Jadi sebenarnya, apa yang sedang kita rayakan? Apakah sebatas simbol dan pernak-pernik tanpa mementingkan makna sejatinya?

Di media sosial, hari kartini harusnya bisa dimeriahkan dengan pemikiran bebas perempuan tentang perkembangannya sendiri. Berlandaskan pada semangat kemerdekaan yang Kartini perjuangkan. 

- Apakah perempuan bisa bebas menempuh pendidikan yang ia inginkan?
- Apakahperempuan bisa melakukan hal yang disuka tanpa terbelenggu dengan kata 'kodratnya'?
- Apakah perempuan sudah terlepas dari standar penampilan dan kemampuan yang ditetapkan masyarakat? 
- Apakah kita semua sudah berhenti menghakimi perempuan atas pilihan yang ia buat?

Hari Kartini harusnya menjadi momen refleksi kita bersama tentang keberlanjutan perjuangan kartini itu sendiri. Dengan menggeser perspektif dan kebiasaan yang masih diturunkan. Dengan memberikan perempuan kebebasan untuk menjadi apa yang ia inginkan, dengan menahan diri untuk tidak asal berkomentar, dengan tidak menghakimi apa yang ia pilih lakukan, dengan tidak melanggengkan kebiasaan yang merendahkan baik itu berupa gurauan ataupun kalimat-kalimat mencemooh lainnya.

Untuk lembaga formal seperti sekolah ataupun kantor yang rutin mengadakan acara, rangkaian kegiatannya bisa diubah menjadi lebih rekflekitf. Antara lain dengan:

  • Story telling tentang kartini atau perempuan pejuang lainnya (bahkan bisa perempuan yang ada di sekitar peserta)
  • Gelar karya berupa puisi, gambar, komik, atau menampilkan drama singkat tentang Kartini 
  • Kuis bertema Kartini dan tokoh perempuan lainnya
  • Lomba menulis surat untuk perempuan hebat di sekitar
  • Diskusi ringan seputar apa yang bisa diperjuangkan perempuan modern saat ini
  • Workshop bagaimana perempuan bisa terus berdaya
  • Kegiatan sosial dengan berbagi pada perempuan pra-sejahtera
  • Penghargaan untuk perempuan bukan hanya bagi yang berprestasi tapi kategori lain seperti yang paling mendukung rekan atau yang paling menyenangkan
  • Lomba vlog dengan tema perempuan hebat
  • Upacara dengan seluruh petugas adalah perempuan

Sebenarnya ada banyak sekali ide aktivitas yang bisa kita lakukan untuk memperingati Hari Kartini selain fashion show dengan kebaya atau baju adat, yang bukan hanya tidak mewakili semangat juang Kartini tapi justru bisa mengkerdilkannya. Kartini berjuang agar perempuan bisa berdaya lebih dari sekadar ditampilkan. Alasan hiburan, apalagi untuk anak sekolah yang didandani sejak dini, malah tidak tepat sasaran, kan? Maka, cobalah kita lebih bijak lagi dalam berpikir dan memutuskan sesuatu. Tidak ada hal sederhana yang tidak berdampak, apalagi jika terus dilakukan. Mulai dari memperingati hari perempuan dengan lebih bijaksana dan berkesadaran.



Salam, Nasha

Satu bulan berpuasa, satu hari berlebaran, tapi ada banyak cerita di sepanjang momennya.  Mungkin itu kenapa hari lebaran sangat dinanti. Momen yang penuh tradisi dan suka cita. Entah dirayakan secara besar-besaran atau sederhana, lebaran sama-sama memiliki banyak hal-hal berharga, yang bisa jadi kita sadari, bisa jadi pula tidak. 




Sejak kecil, aku bergantian merayakan lebaran di kampung orang tua. Berseberangan pulau tempat kami mudik dari tahun ke tahun. Ternyata, setelah menikah pun, perayaan lebaran tidak bisa aku lakukan hanya di satu tempat. Kami mudik bergantian antara kampungku dengan kampung suami, persis seperti yang dulu orang tuaku lakukan.

Mungkin saat kecil, hal-hal tentang lebaran yang kita ketahui adalah seputar makan kue kering dan pembagian THR. Setelah dewasa, urusan lebaran memang tidak jauh dari hal-hal tersebut, hanya perannya saja yang berubah. Kita menjadi pihak yang menyiapkan kue kering dan sajan lebaran lainnya. Kita pula yang harus mengatur anggaran sehingga bisa berbagi rezeki pada sanak saudara. 

Namun, lebih dari itu. Setelah bertahun-tahun merantau, aku meraskan sendiri bagaimana momen lebaran itu benar-benar dinanti. Apa yang sebenarnya hanya tradisi bukan esensi, khususnya bagi kita sebagai warga Indonesia ini, ternyata menjadi penghangat hati yang bisa menambah rasa syukur kita. Berikut beberapa momen hangat yang terjadi pada momen lebaran.

  • Keluarga dan Orang-orang Tersayang

Tradisi mudik ke kampung halaman memang menjadi ajang bagi kita, khususnya bangsa ini, untuk bersilaturahmi dan saling mengunjungi. Banyak kerabat yang kita temui hanya di momen ini. Saling bertukar kabar, melanggengkan hubungan, berbincang untuk saling memberi dukungan.

Memang tidak bisa dipungkiri, tidak semua keluarga dan hubungan bisa berjalan ideal seperti yang kita harapkan. Ada saja orang yang pertanyaannya menyakitkan, komentarnya menjatuhkan, hingga interaksi dengan mereka terasa melelahkan. Masing-masing kita yang paling tahu bagaimana menyikapi orang dan situasi demikian. Hanya saja, jangan biarkan mereka merusak momen sekali setahun yang kita rayakan ini. Bagaimana kita merespons-lah kuncinya.

  • Silaturahmi
Sebagai seorang introver, tentu aku lebih suka berada di rumah saja dalam balutan pakaian nyaman dan melakukan hal-hal yang aku suka. Sebaliknya, berkunjung ataupun dikunjungi bukanlah yang serta merta bisa aku nikmati. Suasana ramai dan berisik itu justru menghabiskan energiku. Namun mengingat momen ini hanya terjadi sekali setahun, dan obrolan panjang lebar yang kami lakukan itu hanya sesekali, maka aku bisa memaksakan diri. Ternyata, berbincang begitu tidak seburuk yang aku bayangkan. Obrolan basa-basi itu tidak apa, bertukar kabar itu juga tidak apa. Selama kita bisa menjaga batasan, harusnya silaturahmi bisa berjalan lebih baik lagi. 
  • Saling Menyucikan Hati
Kalimat maaf memang sudah seperti template saat kita mengucapkan selamat lebaran. Entah memang tulus bermaksud demikian atau tidak, hanya masing-masing kita yang tahu. Namun buatku, memaafkan terlebih dahulu itu lebih utama. Bukan untuk orangnya, tapi untuk diri kita sendiri. Dengan memaafkan pun, kita belajar untuk menurunkan ego, belajar malapangkan hati. Untuk diri yang lebih damai, untuk hati yang lebih lapang, dan untuk kita yang membangun ulang batasan pada mereka.  
  • Kesederhanaan
Banyaknya ragam orang, memang tidak bisa disamakan semua tingkahnya. Ada yang menjadikan momen lebaran untuk memamerkan apa yang dimiliki, ada pula yang bisa tetap menjaga kesederhanaan tanpa peduli pandangan orang. Padahal, jika kita benar-benar mau menyadari, justru hal-hal sederhana itu yang bisa mendatangkan kebahagiaan dan akan dikenang. Ketika bisa makan bersama tanpa distraksi, ketika bekerja sama untuk menyiapkan hidangan lebaran, dan ketika bisa berbincang tanpa terbebani untuk bisa tampak lebih dari orang lain. 
  • Waktu yang Terbatas

Ternyata waktu berkumpul bersama keluarga menjadi hal berharga yang tampaknya paling sering kita sia-siakan. Kita baru menyadari setelah tidak bisa lagi mendapatkan hal itu. Sejak merantau dan merayakan lebaran secara bergantian aku baru menyadarinya. Tidak bisa tiba-tiba pulang untuk merayakan rindu pada mereka. Bukan hanya ongkos yang berkali lipat karena jarak, tapi juga waktu dan kondisi. Setiap tahun ada banyak cerita yang terlewat dan tidak bisa dilalui bersama.

Bukan hanya pada keluarga, teman juga demikian. Syukurnya sekarang ada teknologi yang memudahkan untuk kita bertukar cerita. Setidaknya, itu bisa menghibur daripada tidak sama sekali. Setidaknya bertemu setahun atau dua tahun sekali bisa menebus interaksi yang sudah tidak bisa sesering dulu lagi. 


Jika kita benar-benar menapak pada kehidupan yang kita jalani, mungkin kita akan mengerti apa saja yang sungguh berarti. Orang-orang yang menyayangi kita, rumah yang siap menyambut kita pulang, juga makanan hangat yang tersaji untuk melembutkan kerasnya rintangan yang biasa kita hadang. Jika momen lebaran adalah satu dari sedikit kesempatanmu untuk pulang, maka lakukanlah dengan hati lapang. Jangan hiraukan satu dua orang dengan komentar tidak pantasnya merusak momenmu. Jangan biarkan hal-hal tidak mengenakkan justru merusak apa yang sungguh berharga bagimu.



Salam, Nasha


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ▼  2025 (21)
    • ►  Mei 2025 (2)
    • ▼  April 2025 (5)
      • Bukan Calistung, Berikut Kemampuan yang Penting D...
      • Belajar Al Quran Mudah dari Rumah, Pilihan Kelas M...
      • When Life Gives You Tangerine, Perjuangan Menerima...
      • Begini Harusnya Merayakan Hari Kartini dan Peringa...
      • Lebaran, Momen Refleksi untuk Menyadari Hal-Hal ya...
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ►  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ►  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes