• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Hidup dizaman digital seperti sekarang memang membuat apa-apa mudah menjadi viral, dibahas fenomenanya hingga dikaji oleh para ahli. Terutama yang dilakukan oleh gen-z sebagai kelompok termuda dari angkatan kerja serta milenial yang berada diatasnya. Tidak terkecuali soal pengelolaan uang. Bagaimana uang yang mereka dapatkan, disalurkan. Ada yang menghabiskannya tanpa berpikir panjang atau dikenal dengan doom spending, ada pula yang terang-terangan menerapkan penganggaran yang dikenal dengan loud budgeting. Dengan semakin cepat dan mudahnya informasi keuangan yang kita dapatkan sekarang, kita coba untuk melakukan pembelajaran dari doom spending hingga loud budgeting. 

 


Doom Spending

Tidak ada sumber pasti darimana kata ini berasal, namun ramainya istilah doom spending ada dimedia sosial setahun belakangan. Istilah ini merujuk pada kebiasaan diantara kaum muda, dalam hal ini  milenial dan gen-z, yang berbelanja secara impulsif atau tidak berkesadaran sebagai respon atas kecemasan ataupun ketidak pastian keadaan. 

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir di seluruh dunia. Di Amerika, survei yang dilakukan oleh Institute Credit Carma mendapati bahwa 96% responden merasa khawatir akan kondisi perekonomian, hal ini dapat dilihat dari tingkat inflasi, kenaikan biaya hidup, serta tingginya biaya tempat tinggal. Hal sama yang kita rasakan dengan berita sulitnya anak muda memiliki rumah sendiri. Tekanan tersebut disinyalir menjadi penyebab sebagian anak muda merasa putus asa akan masa depan yang sejahtera sehingga lebih memilih untuk menikmatinya sekarang saja.

Bukan hanya keadaan, kemajuan teknologi juga mendorong mereka pada perilaku impulsif ini. Kemudahan berbelanja dari hampir seluruh dunia secara daring, membuat kita mengenal begitu banyak barang dengan perkembangan dan inovasinya yang mengagumkan. Pengalaman berbelanja kita pun jauh lebih menyenangkan. Tidak berhenti disitu, teknologi yang menghadirkan media sosial menghubungkan kita dengan begitu banyak orang dari latar belakang yang berbeda-beda. Aktifnya generasi muda dimedia sosial turut mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Stimulasi terus menerus akan suatu brang atau tren akan mendorong mereka untuk melakukannya juga.

Kita juga bisa menghubungkan doom spending ini dengan gaya hidup YOLO (You Only Live One) serta FOMO (Fear of Missing Out). Keyakinan bahwa hidup sekali yang harus dinikmati ini membuat mereka yang menganutnya untuk membeli apa saja yang diinginkan asalkan hati senang. Belum lagi alasan self reward yang membuat mereka membenarkan pembelanjaan yang dilakukan, dalihnya karena sudah berjuang atau bertahan. Sedangkan fomo membuat seseorang merasa seolah tertinggal jika tidak membeli barang yang sedang viral. 

Jika kita perhatikan, fenomena ini memang seperti lingkaran yang saling berhubungan. Mudahnya akses informasi membuat kita tahu lebih banyak tentang tren dan apa yang orang kenakan, mendorong kita untuk menginginkan hal serupa. Keinginan tersebut seolah didukung oleh kemajuan teknologi yang memungkinkan kita untuk berbelanja dengan mudah barang darimana saja. Dengan kondisi emosional yang banyak diisi kekhawatiran, maka menghabiskan uang seperti ini menjadi hal yang terus diwajarkan. 


Transisi Menuju Loud Budgeting

Gaya hidup seperti fomo, yolo, serta doom spending ini tidak sepatutnya diteruskan. Dari segi emosional, kehawatiran akan ketidak pastian masa depan seharusnya tidak disalurkan dengan berbelanja. Emosi yang kita rasa harusnya dihadapi apa adanya dan diatasi dengan jalan keluar yang berkaitan dengannya. Dari segi keuangan, kekhawatiran itu harusnya bisa membuat kita lebih giat belajar tentang keuangan atau mempelajari berbagai instumen investasi sehingga bisa lebih siap dengan masa depan. Apalagi mudahnya informasi yang didapat, daripada terus melihat tren konsumerisme tentu lebih baik belajar meningkatkan kapasitas diri. 

Teorinya memamg seperti itu, tapi perlu kita akui juga praktiknya tidak semudah yang tertulis diatas. Ada banyak faktor yang mempengaruhi. Boleh kali ini kita salahkan absennya pendidikan keuangan sejak dini dalam pendidikan tahunan yang sudah kita tempuh. Pelajaran yang kita ingat hanyalah cara berhitung atau rumus-rumus yang sedikit sekali atau bahkan tidak satupun kita gunakan sekarang. Tidak ada pelajaran tentang mengelola uang sendiri, tidak ada pula latihan agar kita bersabar menahan keinginan atau tidak mengikuti hal-hal diluar kemampuan.

Akan tetapi, tidak ada gunanya pula kita menyalahkan apa yang sudah berlalu. Setidaknya sekarang kita bisa menyadari kebiasaan keuangan kita masing-masing. Sadari keimpulsifan kita selama ini, apakah kita berbelanja memang karena butuh, karena ingin, atau karena ikut-ikutan saja. Tanyakan pada diri sendiri, apa tujuan keuangan yang ingin kita capai dalam tahun-tahun mendatang? Bagaimana cara kita mencapainya? Bagaimana pengelolaan keuangannya? 

Dalam perjalanan ini kita tidak sendirian, karena ada banyak generasi muda yang sudah sadar akan pentingnya pengelolaan keuangan sehingga lahirlah istilah loud budgeting, fenomena pengelolaan keuangan secara terang-terangan yang membuat orang tersebut menolak ajakan sosial agar bisa menghemat anggaran. Alasan ini dikemukakan secara terang-terangan. Idenya agar hal ini menjadi hal lumrah ketika seseorang menolak undangan bersenang-senang hari ini karena ada tujuan panjang yang sedang ia perjuangkan. 

Dengan peningkatan biaya hidup, banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi apalagi jika menyandang status sebagai sandwich generation, serta berbagai wacana peningkatan pungutan negara, harusnya sudah cukup dijadikan alasan untuk kita melakukan pengetatan keuangan. Mungkin ada yang sampai harus frugal living agar tujuannya tercapai, dan ini tidak apa-apa. Makan bersama kantor bukanlah agenda pekerjaan, ajakan nongkrong di cafe tidak selalu meningkatkan silaturahmi atau menambah kesenangan hati, serta ikut seragaman dalam suatu acara tidak menandakan keakraban anggotanya, termasuk penampilan berikut gadget yang dimiliki tidak mewakili status seseorang. Pemahaman inilah yang penting untuk kita normalkan. 


Perjalanan Pengelolaan Keuangan

Inginnya perjalanan antara kedua kecenderungan ini adalah perjalanan satu arah yang dimulai dari doom spending dan berakhir pada loud budgeting. Sayangnya,perjalanan ini merupakan perjalanan dua arah, kita bisa bolak balik diantaranya jika tidak memiliki pondasi yang kuat. Seseorang yang terbiasa ketat dengan anggarannya mungkin akan kelelahan lalu mulai acuh dan berujung pada doom spending.

Maka, sebelum memulai kita perlu memiliki pondasi yang kuat baik secara emosional maupun pikiran. Memiliki jiwa yang tetap tenang ketika keputusan kita dikomentari oleh orang lain atau ketika label-label yang berkonotasi negatif dilekatkan pada diri kita, tetap pada pendirian sendiri ketika mayoritas orang menggunakan barang yang sedang tren sedangkan kita berbeda dengan menggunakan barang yang itu-itu saja. Kekuatan mental ini akan beriringan dengan pemahaman dan tekad yang kita punya. Paham apa yang sedang kita perjuangkan, paham prioritas diri sendiri, paham apa yang kita lewatkan, paham segala konsekuensi dari pilihan yang kita ambil. 

Praktiknya, saya coba ringkas menjadi beberapa poin sebagai berikut:

  • Tetapkan tujuan keuangan, lengkap dengan estimasi waktu dan instrumen yang digunakan. Misalkan tabungan pensiun disimpan dalam emas atau reksa dana. Targetkan juga secara berkala misalkan bulana, berapa yang perlu dianggarkan kesana.
  • Buat anggaran bulanan dan rajin memperbaruinya sesuai dengan pendapatan dan rencana pengeluaran kita. Jika bingung ada banyak worksheet yang bisa diunduh dan dipraktikkan tergantung kebutuhan masing-masing kita. 
  • Lakukan dengan seimbang, karena menolak semua yang datang hari ini juga tidak baik secara sosial dan emosional. Tidak nongkrong hari ini bisa jadi besok ikut makan siang bersama atau ikut nongkrong hari ini maka besok tidak belanja kopi.
  • Fokus, pada apa yang kita inginkan dan apa yang tidak kita inginkan. Belanja hanya karena kebutuhan, bukan karena ikut-ikutan. Pertimbangkan banyak hal sebelum membeli barang.
  • Perhatikan item keberlanjutan, yang baik bagi diri sendiri dan bumi. Pilih barang yang berkualitas tinggi dengan daya tahan yang lebih lama. Biarpun biasanya harga yang dipatok juga lebih tinggi, tapi kita tidak membuang-buang uang dan menyia-nyiakan energi menjadi sampah gara-gara barang berkualitas rendah yang cepat rusak. 

Mungkin dalam perjalanannya nanti, akan ada kendala ketika kita ingin mempraktikkan loud budgeting, tapi rasanya akan lebih tenang ketika tahu uang yang kita pakai untuk apa dan uang yang kita simpan dengan tujuan apa. Lalu ingat, apapun yang kita lakukan, akan selalu ada komentar yang menyertai jadi terima saja. Dengarkan seperlunya, tidak perlu berlebihan memikirkannya. Biarlah orang melabeli dengan apa saja, yang tahu diri kita ya kita sendiri. Begitu pula, yang menjalani dan bertanggung jawab atas hidup kita, ya kita sendiri.



Salam, Nasha

Teori tentang Love Language mungkin sudah cukup familiar bagi kita, bahkan sudah banyak dipakai juga dengan berbagai modifikasi istilah bisa itu bahasa cinta atau baterai cinta, dimana pokok bahasannya serupa. Ada satu teori yang tidak kalah menarik untuk kita ketahui yaitu How We Love, bagaimana cari kita mencintai. Teori yang dilandaskan pada pengalaman kita sejak anak-anak yang menciptakan ekspektasi seperti apa yang diharapkan dalam hubungan khususnya pasangan. Dari sini kita bisamengetahui bagaimana kita menerima dan mengekspresikan kasih sayang dan bagaimana kita berinteraksi dalam hubungan. 



Tentang Why We Love

Awalnya saya pikir teori ini hanya tentang bagaimana kita mencintai, mengekspresikan kasih sayang, namun ternyata lebih dalam dari itu. Pengelompokan ini berdasarkan pada pengalaman kita dimasa lalu, yang dimulai ketika kita masih anak-anak dari bentuk cinta seperti apa yang kita terima juga kecenderungan kita mengekspresikan cinta itu sendiri. Dari sana akan terentuk pandangan kta tentang kasih sayang dan ekspektasi yang kita bangun dalam hubungan. Dengan mengetahui how we love, kita sudah mulai perjalanan untuk menjadi penghubung yang lebih baik atau secure connector.

Teori ini dirilis oleh Milan dan Kay dalam buku berjudul sama, How We Love: Discover Your Love Style, Enhance Your Marriage yang dibuka dengan pertanyaan sekaligus pernyataan, what if we told you that your marriage problems began before you got married? Penulis adalahs epasang suami istri yang juga sama-sama berjuang dalam pernikaha, yang kemduian menemukan bahwa apa yang mereka bawa dari masa lalu telah membentuk pernikahan yang dijalani saat ini. Maka mereka mulai untuk mengurainya satu per satu dan mulai membangun ikatan yang lebih baik satu sama lain.

Nah, kita lanjutkan pada teorinya. Dalam teori tersebut, ada enam kelompok yang dipisahkan dari kecenderungan masing-masing orang, antara lain adalah:

  • The Avoider

Tipe ini kurang menyukai hubungan yang terlalu intim, mereka berharap hubungan yang dimiliki adalah hubungan individu independen yang tidak terlalu bergantung satu sama lain. Biasanya mereka yang termasuk kelompok ini tumbuh dalam keluarga yang kurang hangat dan mengutamakan indepensi, bergantung pada masing-masing diri. Mereka memang terbiasa tumbuh mengandalkan diri sendiri, sehingga biasanya mereka akan membatasi perasaan sendiri dan menekan kebutuhannya. 

  • The Pleaser
Sesuai dengan namanya, orang dalam kelompok ini sangat mengutamakan kebahagiaan orang lain, meletakkan kepentingan orang lain diatas dirinya sendiri. Mereka akan berusaha membuat orang lain bahagia sehingga sulit mengatakan tidak atau menetapkan batasan karena mereka tidak tahan jika seseorang kesal pada mereka. Tipe ini biasanya tumbuh dalam lingkungan yang sangat protektif atau bisa dibilang otoriter sehingga mereka terbiasa tumbuh patuh untuk menghindari masalah atau menimbulkan reaksi negatif orang tuanya. Mereka mengabaikan ketidak nyamanan sendiri karena hanya fokus pada kenyamanan orang lain baik itu orang tua maupun saudaranya. Akibatnya mereka kesulian mengekspresikan perasaan sendiri atau mengetahui apa yang diinginkan. 
  • The Vacillator
Diterjemahkan sebagai bunglon, tipe ini biasanya memiliki ekspektasi tertentu dalam hubungan tapi tidak kunjung merasamendapatkan. Biasanya  mereka menghabiskan banyak waktu untuk merenungi kekecewaan diri sendiri dan berpikir mengapa menjalin hubungan begitu rumit. Pribadi seperti ini biasanya dibesarkan oleh orang tua yang tidak terprediksi. Tanpa kepastian kasih sayang dan perhatian, mereka akan merasa bahwa kebutuhan mereka bukanlah prioritas bahkan merasa diabaikan. Ketika ada kasih sayang yang muncul, mereka sudah merasa lelah dan marah karena telah lama menunggu. Sehingga mereka tumbuh menjadi orang dewasa dengan bayangan ideal tentang hubungan agar bisa mengabaikan penolakan yang pernah diterima. Nyatanya, hubungan tidak akan pernah benar-benar ideal, sehingga mereka sering kali merasa kecewa. 
  • The Controller

Orang dalam kelompok ini menyukai segala hal dibawah kendalinya dengan alasan agar tidak dimanfaatkan. Kecenderungan ini didapatkan sebagai cara bertahan dari pengalaman rapuh atau menyakitkan dimasa lalu. Dengan mengendalikan, mereka merasa bisa melindungi diri sendiri dari rasa takut, direndahkan, tidak berdaya yang dimiliki ketika masih belia. Karena marah bukanlah emosi yang rentan, maka mereka sering menggunakannya bersama intimidasi. Sebenarnya, mereka sendiri tidak benar-benar memahami kenapa perlu mengontrol hal-hal yang dikontrol tersebut. Mereka hanya melindungi diri dari apa yang pernah terjadi sehingga sulit memiliki kasih sayang bahkan pada diri sendiri dan ini jelas berakibat pada hubungan dewasa yang dimiliki.  

  • The Victim

Kelompok ini cenderung diam mengabaikan kebutuhannya sendiri karena merasa aman untuk mengikuti arus saja. Biasanya orang dengan tipe ini tumbuh dalam lingkungan yang cukup berantakan, dimana mereka menganggap lebih aman untuk tidak terlihat tidak terdengar. Mereka bersembunyi, menenangkan, kadang juga jadi menlorensi hal-hal yang sebenarnya tidak bisa ditoleransi. Kebiasaan ini membuat mereka sulit untuk hadir sepenuhnya agar bisa melindungi diri dari lingkungan yang berantakan, penuh amarah juga pengabaian.  Biasanya mereka menjadi pribadi yang rendah diri dan sering merasa cemas atau bahkan depresi sehingga terus memilih untuk diam dan mundur.
  • The Secure Connector
Bisa dibilang kelompok inilah yang menjadi tujuan kita, setelah selesai dengan berbagai masa lalu yang pernah terjadi. Dimana orang ini akan emrasa nyaman dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain, bisa mengatasi konflik hinggaberbagai emosi, dan mampu untuk memberi juga menerima. Ketika butuh, mereka tidak ragu untuk mengatakannya. Mereka mengusahakan hubungan yang seimbang antara memberi dan menerima, mampu mendeskripsikan kekuatan dan kelebihan secara apa adanya, serta mampu mengekspresikan apa yang dirasa. Tipe ini tumbuh dalam lingkungan yang terbiasa menyelesaikan konflik dengan baik, sehingga mereka tahu bahwa tidak ada yang sempurna, kesalahan bisa terjadi, dan kita bisa memperbaikinya. Dengan begitu, mereka juga tidak ragu untuk menolak sesuatu, bisa beradaptasi, dan cenderung mencari bantuan nyata dari orang bukan barang. 


Mencari Tahu Love Style Kita

Tipe apapun itu, kita perlu memahami dulu bahwa kita adalah makhluk sosial, yang membutuhkan orang lain, yang tidak bisa hanya bergantung pada diri sendiri. Kadang kita merepotkan, kadang kita direpotkan, begitulah hakikat kita sebagai manusia. Maka ketika kita berlari dari fakta itu, kita tidak bisa benar-benar hidup dengan sepenuhnya, dengan perasaan lepas bahagia. Dan memang perlu kita akui pula, memiliki hubungan kadang memang merepotkan, menambah peran dan pekerjaan kita, namun lagi-lagi memang begitulah adanya. Bagi saya, karena memang itu yang perlu kita jalani, maka jalani dengan baik, dengan semestinya semampu kita. Menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi pasangan yang lebih baik, menjadi phak yang mau berusaha dalam hubungan yang dipunya.

Kita bisa mengetahui kecenderungan kita dengan menjawab pertanyaan singkat dari laman resminya ini https://howwelove.com/love-style-quiz/

Ada cukup banyak pernyataan yang bisa kita jawab dengan yes atau no, jadi sebenarnya tidak akan memakan waktu yang panjang. Setidaknya sediakan waktu sekitar sepuluh atau lima belas menit, karena mungkin ada pernyataan yang bisa langsung kita jawab, ada pula yang perlu direnungkan dulu karena tidak tahu. Tapi semuanya akan sepadan. 

Dari jawaban itu akan diberi semacam grafik yang menunjukkan kecenderungan kita dikelompok yang mana dengan skor maksimal 15. Saya mendapatkan skor 13.5 untuk salah satu kelompok dan skor 11 untuk kelompok lainnya. Meski awalnya sempat kaget, tapi setelah benar-benar membbaca penjelasan saya bisa menerima. Oh ternyata ada hal yang membuat saya cenderung bersikap begini. Sehingga, ini menjadi hal yang menarik untuk diulik, perkara diri kita sendiri. 

Setelah mengetahui kelompok tersebut, sebaiknya kita menindak lanjutinya baik dengan membaca buku, membeli produk digital, ataupun melakukan konseling yang semuanya tersedia secara mudah di laman tersebut secara berbayar dalam kurs dollar. Tapi tenang, ada beberapa tools juga yang disediakan secara gratis, bisa kita lihat ditautan freebies HWL. Kita bisa coba menelaah sendiri dan menyadari bagaimana kita hari ini adalah akibat dari apa yang kita terima hari-hari lalu. Trauma yang kita miliki akan mengundang orang dengan trauma yang sama, seperti tipe pleaser yang menarik tipe controller dan melanjutkan hubungan generasional yang tidak sehat. Untuk menjadi cycle breaker, menjadi orang tua yang lebih baik, maka pekerjaan selanjutnya adalah memahami diri sendiri lalu memutus rantai turun temurun tersebut. Menjalaninya dengan sadar, terus belajar, atau melakuan konseling rutin untuk mendapatkan bantuan. Pilih mana yang paling nyaman, asal diusahakan. Semangat!



Salam, Nasha

Masalah rambut rontok adalah masalah umum yang terjadi diantara kita. Banyak hal yang bisa menyebabkan rambut seseorang menjadi rontok mulai dari masalah kesehatan fisik maupun mental hingga aktivitas pada rambut itu sendiri. Ada banyak pula cara yang ditawarkan untuk mengatasinya, salah satunya adalah nutrisi yang dikandung dalam shampo, produk harian yang paling umum kita gunakan. Belakangan, banyak produk shampo dikembangkan dari bahan-bahan alami, yang memang tidak akan memperparah kerusakan rambut. Beberapa diantaranya memang dikhususkan untuk memperkuat rambut sehingga tidak mudah rontok. 




Sekilas tentang Kerontokan Rambut

Secara umum rambut rontok tidak berbahaya, sebatas mempengaruhi penampilan dengan menipisnya rambut hingga resiko kebotakan permanen. Tapi kerontokan rambut kadang menjadi indikasi kondisi tubuh tertentu. Namun sebelum menganggapnya sebagai hal serius, kita perlu mengetahui bahwa rambut memang akan rontok setiap harinya, dalam batas normal berkisar antara 50-100 per hari. Lebih dari itu berarti ada yang perlu kita perbaiki. Ini tentu bergantung pada penyebabnya masing-masing.

Melansir situs kemenkes, beberapa penyebab rambut rontok berlebih itu bisa berupa faktor genetik, perubahan hormon misalkan setelah melahirkan, kondisi medis seperti anemia atau infeksi kulit, kondisi mental seperti stres, serta kebiasaan penanganan yang tidak tepat pada rambut seperti penggunaan hair dryer berlebihan atau pengecatan. Jika dibiarkan kebiasaan faktor-faktor tersebut dapat memperparah kondisi rambut kita. 

Jika dirasa kerontokan rambut sudah melebihi jumlah normal dan mengganggu, maka kita perlu mencari tahu penyebabnya sembari melakukan penanganan sederhana seperti menata rambut dengan lembut, menerapkan pola hidup sehat dari makanan hingga mengurangi stres, perawatan dengan bahan alami seperti liday buaya, minyak kelapa, air lemon, dll. Perawatan lain yang dapat kita upayakan dengan mudah adalah menggunakan shampo berbahan dasar alami yang telah teruji dapat memperkuat akar rambut tersebut.


Rekomendasi Shampo Alami untuk Rambut Rontok

Sebagai orang yang senantiasa berjuang dengan kerontokan rambut, saya sudah mencoba cukup banyak produk perawatan rambut yang diklaim mampu mengatasi masalah tersebut. Untuk menangani masalah tersebut, saya memang memiliki preferensi untuk tidak menggunakan produk komersil, ditambah dengan gerakan boykot yang dilakukan bersamaan. Semakin tidak ada alasan untuk menggunakan produk-produk global itu. Selain itu saya juga cenderung memilih produk buatan lokal yang dibuat dari bahan alami, selain biasanya berbau lebih wangi juga tidak ada resiko merusak diri dan bumi. 

Nah, dibawah ini adalah pilihan shampo berbahan alami buatan lokal yang telah diuji dapt mengurangi kerontokan rambut. Tapi ingat, setiap produk tetap memiliki kecocokan dengan kondisi kita masing-masing, jadi sesuaikan dan silahkan coba saja, ya. 


  • Moayu 

Ini salah satu shampo anti rontok awal-awal saya, berkat penggunaannya disalon langganan saya dulu, moz5. Karena seluruh perawatannya menggunakan produk moayu ini jadilah saya coba produknya yang waktu itu sudah bisa dijual umum. Sebenarnya saya cocok dengan shampo ini, wanginya juga sesuai dengan selera dengan kandungan unggulan berupa ginseng dan habbattussauda. Tetapi saya pilih untuk menggantinya karena kandungannya yang kurang alami. Setelah saya lihat sekarang, sepertinya telah dikembangkan formula baru yang sls free dan lebih sedikit kandungan kimia buatan. 

  • Ree Derma

Produk ini terbuat dari bahan alami tanpa SLS dan paraben bahkan juga aman digunakan oleh ibu hamil dan menyusui. Untuk penanganan rambut rontok disediakan shampo bersama hair oil yang diteteskan sebelum keramas dan hair tonic yang disemprotkan setelah keramas. Bahan unggulan yang dapat mengatasi kerontokan adalah asam amino, bunga lawang, rosemary, kayu manis, dsb. Melihat ulasan dan tagline nya sebagai solusi rambut rontok tentu saya membeli dengan ekspektasi tinggi, ditambah ketika produknya datangd engan wangi rempah yang saya suka, lalu busa shampo yang hampir tidak ada menandakan absennya zat pembuat busa seperti sls. Namun sayang, bagi saya hasilnya biasa saja sehingga saya tidak punya keinginan untuk membeli lagi. 

  • dr Soap

dr Soap adalah produsen berbagai produk perawatan tubuh dan pembersih yang telah memiliki gerai resmi di Senayan City Mall. Mengusung tema natural, dr Soap juga memiliki produk perawatan rambut berupa shampo anti rontok yang dibuat dari ekstrak apel, lidah buaya, juga mawar. Wanginya menyenangkan, tekturnya pas, busanya tidak berlimpah, dan pada awalnya cukup ampuh mengatasi kerontokan rambut. Saya sempat berpikir bahwa pencarian saya telah berakhir sehingga melakukan pembelian berulang. lalu entah apa yang salah, pada botol kesekian kerontokan rambut saya memburuk, bahkan saya sampai berhenti menggunakannya beberapa waktu lalu memutuskan untuk melakukan pencarian lagi. 
  • Bodhi Tree Ailia
Ini juga salah satu shampo yang cocok dan berulang kali saya beli. Diklasifikasikan sebagai castile shampo yang artinya menggunakan minyak alami, disini minyakkelapa juga zaitun, tanpa bahan sintetis. Lalu ada tambahan kandungan alami seperti lidah buaya, rosemary, juga lavender membuat shampo ini cocok untuk mengurangi rambut rontok. Tekstur dan wanginya juga menyenangkan. Apalagi shampo ini dikemas dengan tutup yang runcing diujungnya, memudahkan kita untuk menuang shampo. 
  • Jevarine

Produk ini sepertinya cukup cocok oleh banyak orang. Dengan klaim untuk menguatkan akar rambut dan mempercepat pertumbuhannya, serta menghilangkan ketombe, mungkin shampo ini sudah menjadi jawaban dari pemilik masalah rambut rontok. Kandungan unggulanya adalah lidah buaya, urang aring, minyak kemiri yang memang sudah teruji bagus untuk rambut. Saya sendiri pernah menggunakannya beberapa kali, wanginya sih cukup segar, tapi belum nampak ada perubahan berarti. Setelah dilihat komposisinya memang non sls nan praben tetapi ada beberapa unsur yang belum diketahui apakah bersumber dari bahan alami atau buatan. 
  • Lavojoy

Ini juga bisa dikategorikan sebagai produk best seller dengan ulasan yang meyakinkan. Dengan formula yang dikembangkan oleh Lab LVJ Australia, produk ini dijamin dapat menambah volume rambut dalam lima bulan. Kandungan unggulannya antara lain adalah ginseng, jahe, angelica, juga kafein yang dipercaya dapat merangsang pertumbuhan rambut. Dari komposisinya, memang tidak ada sls, paraben, tapi shampo ini punya banyak unsur kimia yang tidak diketahui apakah dari sumber alami atau bukan. 
  • Boemi Botanicals
Satu lagi produk yang cukup menarik untuk dicoba, berasal dari Bali. Meski belum banyak ulasan tapi klaim dan komposisi bahannya cukup menjanjikan. Tanpa sls dan paraben, seluruh bahannya adalah essential oil yang didapatkan dari sumber lokal. Kandungan unggulan untuk mengatasi rambut rontoknya adalah lidah buaya, ginseng, serta kopi. Apalagi ada kemasan refill 1L yang bisa menghemat hingga setengahnya. 


Nah, itulah beberapa produk shampo yang dikhususkan untuk rambut rontok dari bahan alami. Namun kita tetap harus benar-benar memperhatikan komposisi produk jika memang mencari yang benar-benar alami, karena tidak sedikit penjual yang mengklaim produknya dari bahan alami namun ternyata dalam kadar yang sangat sedikit. Ada juga beberapa produk perawatan rambut rontok yang pernah saya coba ternyata mengandung sls atau sejenisnya. Bagi saya, ketika kita mencoba produk perawatan tubuh alangkah lebih baik jika dari bahan alami karena minim resiko, jadi kalaupun tidak memperbaiki setidaknya tidak merusak. Beberapa produk lain sebenarnya juga bisa digunakan untuk mengatasi rambur rontok meski tanpa klaim untukitu. Kembali lagi, tergantung pada kecocokan masing-masing rambut kita. Selamat mencoba!



Salam, Nasha

Isu mental health atau kesehatan jiwa sudah semakin sering terdengar belakangan. Seterusnya, banyak juga orang yang sudah tindak sungkan untuk mengakui penyakit atau gangguan mental yang mereka miliki. Kita jadi semakin tahu ada banyak sekali jenis kondisi jiwa seseorang, yang ternyata tidak lagi terbatas dikata gila seperti yang selama ini kita kenal. Mereka menderita penyakit mental namun tetap bisa berfungsi dmasyarakat, sama seperti penyakit fisik. Disisi lain, pengetahuan itu tidak serta merta membuat kita semua menaruh perhatian yang sungguh pada kondisi mental, masih ada sebagian orang yang tetap bersikeras mengabaikannya. 


Meningkatnya Pengatahuan tentang Kesehatan Mental

Peringatan hari kesehatan mental sudah dimulai sejak tahun 1992. cukup lama berselang setelah penetapan hari kesehatan otak ditahun 1957 dan hari kesehatan dunia sejak tahun 1950.  Peringatan ini dimaksudkan oleh asosiasi kesehatan mental dunia agar kasus kesehatan mental lebih bisa ditangani dengan baik. Diharapkan informasi yang tersebar luas tersebut bisa meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental juga mengurangi stigma negatif yang melekat didalamnya. Masyarakat yang memahami tentang keadaan mental bisa lebih tanggap akan kondisi mental dirinya juga lingkungan sekitarnya, pertolongan pada gangguan ini juga bisa diberikan dengan lebih cepat dan tepat.

Dua puluhan tahun berlalu, isu kesehatan mental memang mengalami peningkatan perhatian sesuai dengan maksud yang diinginkan. Semakin banyak orang yang paham dengan nama-nama gangguan mental, semakin banyak pula konten yang berisi tentang pentingnya kesehatan mental bersiliweran, salah satunya dimedia sosial yang mayoritas kita konsumsi sehari-hari. Informasi yang kita perlukan hanya tinggal kita temukan dimesin pencari. 

Sayangnya masifnya media yang bisa digunakan siapa saja ini juga membuat isu kesehatan mental menjadi sedikit 'berlebihan'. Banyak yang mendiagnosa sendiri kondisi yang ia alami hanya berdasarkan pengalaman yang diceritakan penggunan lain, banyak juga yang tidak memiliki kapasitas dibidang tersebut tapi membicarakannya kadang dengan penjabaran yang keliru, bahkan tidak sedikit yang memosisikan isu ini sebagai bahan humor. Perilaku seperti ini yang membuat salah kaprah tentang kesehatan mental hingga berujung pengabaian pada kondisi sebenarnya. 


Kekeliruan disekitar Kita

Belasan tahun lalu ketika saya menyampaikan ingin melajutkan sekolah dibidang psikologi, komentar tentang mengurus orang gila tidak sulit untuk didapatkan. Prodi tentang ilmu tersebut juga baru buka, hanya sudah ada di kampus-kampus tertentu khususnya di Pulau Jawa. Sekarang, setidaknya pemahaman orang sudah lebih luas tentang ilmu kesehatan jiwa, meski sayangnya ada banyak kekeliruan.

Pertama, kesehatan mental merupakan bagian yang dibawa oleh masing-masing diri kita. Sama dengan keadaan fisik, keadaan mental setiap orang juga berbeda. Meski stimulasi yang diberikan sama, tubuh memang bisa memberi respon yang berbeda. Jika kita bisa memahami bahwa satu makanan bisa membuat sakit perut satu dua orang diantara sekelompok yang memakan makanan sama, harusnya kita juga bisa menerima bahwa masalah yang sama bisa memberi dampak berbeda pada setiap orang yang mendapatkannya. 

Kedua, tidak semua kondisi bisa kita diagnosis sendiri. Mungkin kita membaca potongan informasi gejalanya diinternet, mungkin kita berpikir bahwa keluhan yang kita rasakan juga sama, tapi itu tidak serta merta membenarkan kesimpulan yang kita ambil secara sepihak. Ada bias-bias subjektifitas diri sendiri, ditambah dengan pentingnya penelusuran lebih dalam sesuai dengan keahlian yang telah dipelajari para pakar selama bertahun-tahun untuk bisa menyimpulkan suatu penyakit mental. Jadi, jika ada hal tidak semestinya yang dirasa, jangan ragu untuk mengkonsultasikannya. 

Ketiga, penyebab dan gejalanya. Sama seperti penyakit fisik yang kita derita, tidak ada yang benar-benar bisa memastikan apa penyebab penyakit mental. Kecenderungan akan selalu ada, tapi tidak mutlak. Sehingga tidak perlu men-generalisir apa yang menyebabkannya. Begitu pula dengan ciri-cirinya. Tentu berbeda orang yang memiliki penyakit asam lambung dengan diabetes, begitu pula akan berbeda antara penyakit kecemasan dan depresi. Hanya satu yang sama, keduanya sama berbahaya bahkan bisa menyebabkan kematian. 

Keempat, mengutamakan kesehatan mental tidak mengindikasikan apapun, hanya menandakan bahwa kesehatan itu penting. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental, banyak orang yang sudah terang-terangan memperjuangkannya. Mulai membicarakan tentang work life balance, mulai ketat memberi batasan diri, berani mengatakan tidak pada hal-hal yang tidak baik untuk mental sendiri. Mungkin pada awalnya adabanyk orang yang meremehkan, tapi karena kesehatan itu memang penting, karena hanya diri kitalah yang paling memahami kondisi sendiri, maka perjuangkan saja apa yang menurut kita penting itu, dengan cara yang baik.

Kelima, penyakit mental menempel pada tubuh seseorang. Seperti label, penderita penyakit mental sering dianggap tidak bisa sembuh. Padahal, lagi-lagi sama dengan penyakit fisik, penyakit mental juga bisa sembuh. Pengobatan bisa dilakukan. Tindakan medis bisa diupayakan. Semua cara bisa dikerahkan untuk mengembalikan keadaan mental seseorang ke kondisi sehatnya. 

Keenam, orang dengan penyakit mental tidak perlu dianggap aneh, berbeda, apalagi diasingkan, karena sebagian besar tetap bisa beraktifitas. Kita hanya tidak tahu, bahwa bisa jadi rekan kerja disamping kita menderita satu penyakit mental yang tidak ia ceritakan. Kita hanya tidak tahu selebriti yang begitu kita puja sedang menjalani pengobatan untuk gangguan mentalnya. Mereka terlihat baik-baik saja, mereka tidak tiba-tiba tertawa atau bicara sendiri, mereka tetap berkarya dengan gemilang, mereka tetap bersosialisasi dengan menyenangkan. 

Ketujuh, penyakit mental bisa menyerang siapa saja bahkan anak-anak. Tanpa peduli jenis kelamin, usia, hingga latar belkang, gangguan mental bisa diderita oleh siapa saja. Bahkan faktanya, 17% dari seluruh anak menderita gangguan mental diusia sebelum enam tahun. 7% diantaranya mengalami gangguan regulasi emosional dan motorik umum. Seterusnya, 14% orang berusia lebih dari enam puluh tahun atau yang digolongkan lansia menderita gangguan mental. Data itu membuktikan bahwa gangguan mental bisa terjadi diusia berapa saja.


Kekeliruan pemahaman yang ada disekitar kita tersebut bisa mendorong kita ataupun orang-orang disekitar untuk mengabaikan perihal kondisi mental. Menganggap bahwa kondisi tertentu bukanlah gangguan mental atau menganggap bahwa gangguan mental mengindikasikan sesuatu. Sebagai orang awam, kita bisa mulai bahwa penyakit mental adalah suatu penyakit. Cukup sampai disitu. Seperti penyakit lainnya, itu bisa diderita siapa saja, beberapa ada pemicunya, dan juga bisa disembuhkan dan tetap bisa berfungsi didalam masyarakat. Namun yang pasti, jangan sampai kekeliruan itu membuat kita mengabaikan atau memandang remeh kondisi mental seseorang termasuk diri kita sendiri. Pengabaian tidak akan membawa kita kemana-mana. Jika tidak ingin mencari tahu dengan mendalam, setidaknya jangan menghakimi. Jika tidak ingin terlalu memperhatikan, setidaknya jangan mengabaikan. 



Salam, Nasha

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ►  2025 (24)
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ▼  2024 (41)
    • ▼  Oktober 2024 (4)
      • Perjalanan Keuangan dari Doom Spending ke Loud Bud...
      • Sudah Tahu Love Language, Sekarang Cari Tahu How W...
      • Rekomendasi Shampo Rambut Rontok Bahan Alami Non S...
      • Kesehatan Jiwa, Isu yang Semakin Disuarakan Tapi M...
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ►  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes