• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Akan ada yang pertama dalam segala hal termasuk berpuasa. Bagi anak-anak dengan keingintahuan mereka yang tinggi, mencoba berpuasa bukanlah hal yang sulit. Mungkin lebih sulit kita memikirkan bagaimana kesiapan mereka dan apa saja yang harus kita lakukan untuk mempersiapkannya. Beberapa pertimbangan seperti usia anak, tingkat kecerdasan, juga kepribadian juga akan berpengaruh pada siap tidaknya mereka berpuasa. Setelah dirasa cukup, mari kita mulai bagaimana menyiapkan anak berpuasa untuk pertama kalinya. 



Nilai yang Perlu Diajarkan

Sebelum kita membicarakan bagaimana praktik berpuasa pada anak, kita perlu memastikan dulu pemahaman anak tentang berpuasa. Jangan sampai anak tanpa tahu maknanya lalu ikut-ikutan kita untuk sekedar tidak makan. Memberi pengertian puasa pada anak bisa dimulai pada usia sekitar empat atau lima tahun. Di usia ini biasanya anak lebih matang secara kecerdasan dan emosional sehingga lebih mudah pula memahami informasi.

Awali pengajaran pada anak dengan nilai-nilai tauhid. Mengenai Sang Pencipta, melalui perbincangan ringan menggunakan apa yang ada di sekitar mereka. Tubuh mereka saja misalkan, siapa yang menciptakan tangan yang bisa bergerak, mata yang bisa melihat, hidung yang bisa mencium, dan anggota panca indera lainnya. Bumi dan langit masih terlalu abstrak untuk balita, meski tidak ada batasan untuk mencobanya. Saat menjelaskan pada mereka, kita perlu bersiap dengan berbagai jawaban lainnya. Tetap sabar dan tenang sembari mencoba mencari jawaban sesederhana mungkin yang bisa ia terima. Pengajaran tauhid ini juga pelan-pelan dibarengi dengan, kita harus taat pada perintah Allah.

Selanjutnya tentang ramadhan juga puasa. Bebas mana yang lebih dulu. Bisa dengan ibadah puasa terlebih dahulu sebagai bentuk perintah Allah, atau pada pengenalan bulan-bulan hijriah terlebih dahulu. Ada banyak lagu anak-anak yang menginformasikan tentang nama-nama bulan hijriah tersebut. Jika mengenalkan puasa terlebih dahulu, pengenalan pada bulan hijriah hanya sebagai waktu yang ditentukan oleh Allah untuk kita melakukannya. Allah menyuruh kita berpuasa, pada bulan ramadhan. Jadi penjelasannya hanya berupa perintah Allah yang dikerjakan pada waktu yang Allah kehendaki yaitu pada suatu bulan bernama ramadhan.

Pembelajaran anak perlu dikonkretkan dalam suatu yang berwujud, misalkan dekorasi di ruangan dalam rumah. Sambut rasa penasaran mereka dengan bersama-sama menciptakan suatu karya, sesederhana memberi mereka kertas dan krayon untuk mewarnai atau menggambar tentang ramadhan. Pajang hasil karya mereka, tempel di tempat-tempat yang mudah terlihat. Ini akan membantu memelihara semangat mereka serta bisa meningkatkan kepercayaan diri mereka juga. 

Setelah itu, biarkan anak mencoba, semua prosesinya biarkan anak tahu dan jika mereka ingin biarkan mereka mencoba. Mulai dari sahur, imsak, subuh, khotbah, puasa, takjil, berbuka, berbagi, tadarus, tarawih, juga bersilaturahmi nantinya. Kadang memang ada keraguan dalam hati, mempertanyakan apakah mereka sanggup berpuasa, rasa iba karena mereka harus bangun sangat awal dan terkantuk-kantuk makan, juga kemungkinan mereka bosan mengikuti sholat malam. Tahan diri kita dengan membiarkan mereka yang merasakan. Biarkan mereka merasa lapar, menahannya, hingga meminta berbuka ketika tidak lagi lapar. Biarkan mereka terkantuk-kantuk saat sedang makan sahur. Biarkan pula mereka merasa bosan mendengar khotbah atau mengikuti sholat yang berpuluh rakaatnya. Dampingi mereka tumbuh merasakan semua pengalaman itu. Beri mereka kesempatan untuk memutuskan, percaya pada kemampuan mereka.

Karena pada tahap awal ini apa yang ingin kita tanamkan adalah rasa suka mereka pada berpuasa, rasa suka mereka pada ibadah-ibadah ramadhan tersebut, bukan kemampuan mereka untuk melakukannya. Suka dulu baru bisa. Sama dengan prinsip pengasuhan, seperti yang disampaikan Bunda Elly Risman, yang perlu kita kerjakan hanyalah membentuk kebiasaan dan meninggalkan kenangan. Jadi tidak perlu pasang ekspektasi apa-apa terhadap anak, jangan memaksa, dan jangan juga sampai membandingkan mereka. Didik mereka sesuai perkembangannya, dengan bercerita, bermain, bernyanyi. Pupuk kecintaan mereka sebelum kemampuannya. 


Kiat Anak Mulai Puasa

Anak saya sudah mengenal puasa sejak tahun lalu, tapi masih belum benar-benar melakukannya. Hanya terkadang bangun saat kami sahur, lalu berpuasa pada pagi hari. Belum pernah benar-benar menahan lalu berbuka puasa sesuai dengan tata caranya. Tapi tahun ini, sejak beberapa minggu lalu ia sudah sibuk menyatakan diri ingin berpuasa. Mungkin karena ada tambahan pengajaran dari sekolahnya, sehingga ia begitu semangat menanti ramadhan tiba. Saya pikir tidak ada salahnya ia mencoba, usianya juga sudah lewat lima. 

Beberapa hal yang menjadi catatan bagi saya adalah:

  • Tidak memasang ekspektasi apapun dan tidak memaksa anak
  • Menjadi teladan bagi anak dengan bersemangat mengerjakan ibadah ramadhan termasuk memasang wajah ceria meski rasa lapar mendera
  • Memastikan nutrisinya tetap terpenuhi dengan menu makan padat gizi dan tambahan suplemen vitamin sesuai kebutuhan
  • Menjaga semangatnya dengan berbagai aktivitas, salah satunya dengan buku agenda ramadhan juga aktivitas-aktivitas seru lainnya dengan catatan bukan aktivitas fisik yang menguras tenaga
  • Biarkan anak menikmati prosesnya dengan bertahap, merasa mengantuk, lapar, lemas, serta beri mereka kesempatan mencoba

Baca Juga: Persiapan Ramadhan untuk Anak Usia Belum Sekolah

Sama seperti ketika kita kecil dahulu, puasa mungkin bisa menjadi hal yang menyenangkan bisa juga menjadi hal yang melelahkan. Begitu juga bagi anak-anak ini sekarang. Mendampingi anak berpuasa itu bukan tentang mereka yang bisa ikut berbuka bersama kita ketika magrib tiba tapi tentang menumbuhkan kesukaan mereka pada ibadah ramadhan dimana salah satunya adalah berpuasa. Juga tentang kita yang belajar tetap tenang dan mengendalikan diri dalam mendampingi proses mereka tersebut.

Maka, selamat berpuasa dan selamat menahan diri mendampingi!



Salam, Nasha

Perempuan dinilai lebih banyak berbicara dibanding laki-laki. Penelitian menyebutkan dalam satu hari perempuan bisa mengeluarkan hingga 20ribu kata, sedangkan laki-laki hanya sepertiganya atau sekitar 7ribu saja. Hal ini dijelaskan dengan lebih banyaknya gen FOXP2, gen yang menstimulasi otak untuk berbicara, dalam otak wanita. Tidak hanya pada jumlah kata yang dikeluarkan, fakta ini menggiring pada banyak perbedaan terkait pola komunikasinya. Dalam pernikahan, perbedaan itu bisa saja memicu konflik jika tidak dikelola dengan bijaksana. Lalu, bagaimana menyikapi komunikasi berbeda antara suami istri tersebut?


Berbedanya Perempuan dan Laki-laki 

Sejak dulu kita sudah meyakini bahwa perempuan lebih banyak bicara daripada laki-laki, meski tidak tahu apa penyebabnya. Namun kini, penelitian sudah membuktikan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan itu bersumber dari otak yang memang berbeda. Salah satunya adalah jumlah gen FOXP2 yang ada pada tubuh perempuan ternyata lebih banyak daripada laki-laki. Gen FOXP2 ini sendiri merupakan senyawa kimia yang relevan dengan kemampuan manusia dalam mengembangkan bahasa atau disebut juga dengan protein bahasa. Akibat jumlahnya yang lebih banyak, perempuan bisa mengeluarkan hingga 20ribu kata per hari, hampir tiga kali lipat dibanding laki-laki yang hanya 7ribu kata dalam satu hari. Ini menandakan bahwa perempuan memang lebih verbal dibanding laki-laki. 

Selain karena jumlah FOXP2 yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, ada bagian otak lain yang terbukti juga berbeda. Misalkan pada laki-laki ditemukan area gray matter yang 6.5x lebih besar dibanding  perempuan, dimana gray matter ini berfungsi dalam memproses informasi ke otak. Disinyalir ini sebagai penyebab laki-laki lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu dibanding perempuan. Sebaliknya, perempuan memiliki white matter, area yang menghubungkan berbagai area gray matter, yang 10x lebih banyak dibanding laki-laki. Ini menjadi alasan kenapa perempuan lebih bisa multi tasking dibanding laki-laki.

Perbedaan lainnya adalah aliran sinyal pada otak, dimana perempuan memiliki pola aliran yang bolak balik antara otak kanan dan otak kiri, sedangkan laki-laki memiliki aliran yang berputar di kisaran otak kiri saja. Akibatnya, laki-laki berpikir cepat secara logis sedangkan perempuan menggabungkannya dengan perasaan, jadi wajar kalau keputusannya adalah gabungan antara logika dan intuisi. Selain itu, aliran darah ke otak pada perempuan juga lebih banyak dibanding laki-laki. Itu sebabnya perempuan lebih intuitif dan lebih bisa berempati, sekaligus lebih mudah stres dan mengalami gangguan tubuh akibat pikiran.

Bisa dibilang ini penemuan yang menarik dimana fakta tentang perbedaan sikap ini sudah lama kita yakini, lalu penelitian ilmiah dilakukan untuk membuktikan hal tersebut. Namun dibalik semua itu, saya cenderung meyakini bahwa otak setiap kita mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Otak kita akan terus bertumbuh setidaknya hingga usia 25 tahun. Dalam fase itu, ada banyak kejadian dan kepercayaan yang ditanamkan dari orang tua, leluhur, lingkungan, juga kebudayaan tempat kita tumbuh; ada banyak pelajaran dan pengalaman yang kita peroleh. Sedikit banyak ini akan mempengaruhi bagaimana otak kita bekerja hingga seperti apa ia terbentuk. 

Akhirnya, perbedaan antara laki-laki dan perempuan tersebut juga berpengaruh pada pola komunikasi yang tidak sama, antara lain:

  • Perempuan lebih suka penjelasan dalam kalimat, sedangkan laki-laki menunjukkannya dengan gestur tubuh, yang jika tidak saling mengerti seringnya beresiko meningkatkan kesalah pahaman
  • Perempuan ingin cerita detil sedangkan laki-laki cenderung hanya ingin tahu intinya saja, jadi memang wajar kalau perempuan bicara ada pembuka dan bumbu-bumbu pelengkapnya tidak langsung ke inti pembicaraan.
  • Perempuan berbicara untuk melepaskan emosi, sedangkan laki-laki cenderung untuk memecahkan masalah, sehingga tidak heran saat perempuan curhat hanya ingin didengar sedangkan laki-laki berusaha untuk memberi solusi
  • Perempuan terbiasa fokus pada banyak hal sehingga tidak heran jika bisa melompat dari satu topik ke topik lainnya sedangkan laki-laki terbiasa fokus pada satu-satu topik saja. 
  • Perempuan cenderung lebih terbuka dan ekspresif pada apa yang dirasakan, sedangkan laki-laki cenderung menutup diri dan berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri. 

Sebagai seorang istri, ada saatnya kita merasa sulit untuk mengerti suami dan menganggap bahwa pola komunikasi mereka memang begitu adanya. Rasanya semua ingin dibicarakan, rasanya ada konflik ingin langsung diselesaikan; sedangkan suami merasa sudah cukup dengan menunjukkannya, kalau ada apa-apa lebih memilih untuk menyelesaikan sendiri terlebih dahulu baru didiskusikan. Perbedaan ini semakin kentara karena kita tinggal serumah dengan orang yang memang diciptakan berbeda tersebut dan memiliki banyak hal yang harus ditemukan satu jalan tengahnya bersama. Konflik dalam hubungan suami istri seringnya berawal dari perbedaan yang tidak disikapi dengan bijaksana. Jangankan disikapi, bahkan ada pasangan yang enggan mempelajari dan berproses memahami bahwa memang istri ataupun suami naluriah pola komunikasinya memang begitu. 

Padahal komunikasi adalah jembatan penghubung antara suami dan istri. Kalau jembatannya saja tidak kokoh, bagaimana dengan kualitas hubungan yang dibangun. Pernikahan itu adalah pekerjaan, menjadi suami atau istri itu adalah peran tambahan, ada tanggung jawab didalamnya. Jadi bukan sekedar pergantian status saja. Begitu pentingnya komunikasi, hingga belajar memahami dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan antara suami istri adalah keharusan dalam pernikahan. 


Menyikapi Perbedaan Komunikasi

Semakin bertambahnya tahun kebersamaan, kita juga akan semakin memahami sifat pasangan kita. Suami semakin paham bahwa istri, seperti banyak perempuan pada umumnya, adalah sosok yang banyak bicara. Istri juga semakin paham bahwa tanpa banyak bicarapun suami cenderung menunjukkan apa yang ia rasa atau pikirkan melalui tindakan. Harusnya sih begitu. Meski prosesnya tidak akan selalu mulus.

Dalam keseharian, saya cenderung lebih banyak bercerita dengan banyak tambahan informasi pelengkap. Tapi suami justru sering tidak mengerti dengan banyaknya informasi yang saya sebutkan. Jalan tengahnya, saya jadi lebih menyaring mana yang perlu disampaikan. Namun suami juga perlu memahami bahwa kata-kata itu memang perlu keluar, jadi kalau bingung ya bisa bertanya lagi atau dengarkan saja. Tidak perlu berpikir mencari solusi, cukup dengarkan. Berbanding terbalik saat suami bercerita, hanya bagian inti-inti saja. Saya harus berpuas diri mendengarkan tanpa bisa membayangkan secara rinci bagaimana kejadiannya, tapi suami juga harus melapangkan hati untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pelengkap dalam ceritanya tersebut. Seiring berjalannya waktu, kita akan semakin banyak belajar mencari jalan tengah diantara perbedaan-perbedaan itu.

Beberapa kiat ini bisa kita coba dalam proses belajar menyikapi perbedaan pola komunikasi antara suami istri


  • Memahami perbedaan bawaan

Ketahui bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda, dari bawaan lahir hingga bagaimana ia dibesarkan. Semua itu mempengaruhi sifat yang ia miliki. Mungkin kebanyakan laki-laki dibesarkan dengan memikul tanggung jawab lebih berat, sedangkan perempuan dibesarkan dengan lebih banyak bersembunyi dan mengiyakan. Ditambah dengan perbedaan latar belakang keluarga, kebiasaan lingkungan, juga kebudayaan dan etnis. Mempelajari lingkaran yang mengelilingi pasangan akan membuat kita memahami apa saja faktor yang membentuknya yang berbeda dari kita.


  • Berlapang hati menerima

Perbedaan itu bukan untuk diperdebatkan, tapi diterima. Tidak perlu mencari yang mana yang benar, karena semua sama saja ada kurang lebihnya. Temukan saja mana yang paling tepat menjadi titik tengah dalam pernikahan ini. Kembangkan sifat toleransi, apalagi jika ada banyak perbedaan seperti etnis atau kewarganegaraan. 


  • Bersikap terbuka

Tidak mungkin dua kepala akan terus sama sedangkan kita terlahir berbeda, tapi dalam pernikahan ada beberapa hal penting yang perlu satu suara. Disinilah pentingnya komunikasi, berdiskusi, belajar untuk bersikap terbuka, mungkin keluhannya memang perlu untuk ditindak lanjuti, mungkin solusi dari pasangan lebih baik. Tidak ada salahnya menekan ego, mengubah kebiasaan kita yang lama untuk mencari titik temu yang terbaik. 


  • Saling mengingatkan visi bersama

Benturan, rintangan, dan konflik dalam pernikahan itu akan terus ada. Tapi kalau kita punya visi yang sama setidaknya ada pegangan yang sama, ada tujuan yang sama-sama ingin dicapai, sehingga mencari jalan keluar sudah ada koridornya. Bahkan dalam keseharian pun, bisa juga saling mengingatkan.


  • Mau belajar

Ada banyak media untuk belajar sekarang, baik itu online maupun offline, bisa yang berbayar bisa juga yang tidak. Semua tergantung niat kita untuk terus meningkatkan kualitas diri khususnya kualitas hubungan komunikasi suami istri. Ada berbagai praktik komunikasi yang dikembangkan, ada banyak aktivitas yang bisa membua komunikasi suami istri. Semua bisa dicoba, dilakukan, asalkan ada keinginan.


Bijak menyikapi perbedaan bisa dibilang sebagai salah satu modal dalam hubungan yang baik. Tidak hanya tertutup pada hubungan suami istri saja, namun juga pada semua hubungan. Tahu bahwa setiap kita terlahir berbeda,  dibesarkan dengan cara dan dalam lingkungan yang berbeda, sehingga menjadi individu dengan pola pikir dan sifat yang berbeda pula. Dibalik semua perbedaan itulah kita bisa belajar saling menerima, saling melengkapi. 



Salam, Nasha

Meskipun bullying bukan lagi hal asing dibicarakan, namun faktanya kasus bullying masih kerap terjadi, bahkan sering kali di lingkungan yang harusnya menjadi zona aman anak. Mirisnya, perundungan baik fisik ataupun verbal tersebut kadang dianggap sebagai kenakalan anak atau remaja biasa, padahal efeknya jangka panjang,bukan hanya pada korban tapi juga pada pelaku. Sebagai orang tua, kita tentu tidak ingin anak terlibat dalam lingkaran penindasan tersebut, sehingga penting bagi kita untuk mulai membicarakannya, mempersiapkan anak sebelum melepaskannya keluar, khususnya bagi anak dibawah usia tujuh tahun. 


Mengenal Bullying

Diartikan secara harfiah sebagai penindasan, perundungan, pengintimidasian, ataupun perisakan; bullying adalah tindakan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan. Tindakan agresif ini biasanya dilakukan oleh sekelompok orang kepada seseorang yang dianggap lebih lemah atau sedikit berbeda dibanding kebanyakan orang lainnya. Tidak hanya sekali dan tanpa sengaja, pelaku bullying biasanya menargetkan orang tertentu dengan tujuan merendahkan, mendominasi baik secara emosional, mental, dan fisik. Bullying bisa dilakukan dalam bentuk verbal ataupun non verbal, namun keduanya sama-sama memiliki efek menyakitkan dalam jangka panjang.

Sebagai korban bullying, anak akan merasa takut, kehilangan kepercayaan diri, terganggu rasa keamanannya misalkan jadi enggan ke sekolah, terganggu mentalnya dengan adanya rasa gelisah, cemas, stres, juga tertekan. Akibatnya, anak yang seharusnya bisa bersenang-senang dengan perasaan nyaman menjadi menurun kualitas hidupnya. Efeknya juga bisa pada kondisi fisik anak mulai dari sakit kepala, mual, tekanan darah meningkat, serta gangguan pencernaan; apalagi jika perundungan dilakukan dengan kekerasan fisik. Luka dan lebam adalah bukti nyata yang jelas tampak.

Sedangkan bagi pelaku bullying yang sudah merasa berkuasa atas pihak tertentu, mereka akan kehilangan empati, terdorong semakin agresif, memiliki masalah perilaku, sulit fokus pada aktivitas di sekolah, menurunnya prestasi, hingga akan kesulitan memandang masa depan dengan positif. Jika diteruskan, anak-anak ini beresiko berada dalam lingkaran yang tidak baik sehingga lebih beresiko terlibat dalam tindakan kriminal, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, hingga aktivitas seksual dini. Sejatinya, tindakan penindasan bukan hal yang bisa diterima oleh hati masing-masing kita, termasuk para pelaku, sehingga mereka akan hidup dalam ketidak tenangan yang secara garis besar akan menurunkan kualitas hidup mereka juga.

Bukan hanya bagi mereka yang terlibat, yaitu korban dan pelaku, anak yang menyaksikan tindakan bullying juga bisa terpengaruh dengan efek-efek negatif antara lain perasaan tidak nyaman dan tidak aman, merasa cemas, takut, dan bis aterganggu juga mentalnya. Tidak ada anak ataupun orang yang secara sadar ingin berada dalam situasi bullying, sehingga penting bagi kita untuk menghadapi bullying ini dengan lebih serius, mulai dari anak-anak walaupun masih berusia dini. Sebab nyatanya, perilaku bullying bisa dimulai dari tindakan sederhana yang tampaknya bermain-main antara anak-anak usia tiga hingga tujuh tahun. 

Sama dengan bentuk bullying pada anak dan dewasa pada umumnya, bullying pada anak usia dini juga dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu fisik, verbal, dan relasional. Penindasan fisik pada anak contohnya mendorong, memukul, mencubit, mencakar, meludahi, dan tindakan lan yang merugikan sekitar. Dalam bentuk verbal, perundungan dilakukan dengan mengolok-olok, menertawakan, berkata kasar, mengejek, menggertak, mengancam, memanggil dengan julukan tidak baik, mencibir, bahkan menjulurkan lidah. Sedangkan bullying relasional, terjadi saat seorang anak merusak barang anak lain, mengucilkan, mengasingkan, juga dengan menjelek-jelekkan anak lain pada teman-temannya. 

Jika kita lihat contoh tindakan bullying pada anak usia dini diatas, sepertinya tindakan tersebut bukalah hal yang sulit kita temui dalam interaksi sosial anak-anak. Sehingga pada usia ini, hal paling penting yang menjadi catatan bagi kita adalah bagaimana kita sebagai orang tua, juga guru ataupun pengasuh yang membersamai mereka, merespon tindakan-tindakan anak-anak ini; serta perilaku seperti apa yang anak-anak lihat dari sekitar mereka. Tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita sering mempelihatkan tindakan-tindakan tersebut? Pernahkan kita mengolok anak sendiri, menertawakan dalam konteks merendahkan yang mereka alami, hingga melakukan kekerasan fisik pada mereka?


Kiat Membicarakan Bullying

Mungkin masih ada sebagian kita yang menganggap wajar saat anak menertawakan temannya, tapi mengetahui itu sebagai cikal bullying yang bisa tumbuh dalam diri anak hingga mereka remaja bahkan dewasa, harusnya bisa menyadarkan kita tentang pembicaraan serius tentang bullying ini. Karena dari hal kecil yang dibiarkan itulah, anak bisa tumbuh terbiasa dalam lingkaran bullying yang bisa mendorong mereka dalam tindakan penindasan yang lebih besar nantinya. Bagaimana kita mendorong pembicaraan tentang bullying ini pada anak khususnya dalam kelompok usia dini?

  • Bangun ikatan (bonding) dengan anak

Ini hal paling dasar pada hampir setiap perkara. Karena bagaimana anak bisa mendengarkan atau berbicara pada kita jika ia tidak merasa puya ikatan dengan orang tuanya? Sisihkan waktu berkualitas dengan anak dan bangun relasi yang sehat dengan mereka, sehingga anak-anak akan percaya dan merasa aman dengan kita.

  • Jadilah pendengar yang baik

Memang kadang gregetan sekali rasanya ingin menasihati mereka pada hampir semua urusan, tapi belajarlah untuk menahan diri. Dengarkan apapun yang mereka rasakan, pikirkan, tidak peduli sekonyol apapun kedengarannya. Validasi emosi mereka, biarkan mereka menumpahkan keluh kesahnya pada kita, dengarkan dulu saja.

  • Perhatikan perubahan kecil pada anak

Dalam kasus bullying, anak akan merasa gelisah, murung, enggan melakukan hal yang dianggap dapat memicu bully, bahkan menghindari area tertentu. Jangan hanya memaksa anak pergi ke sekolah, tapi cari tahu kenapa anak tidak mau bersekolah. Kenapa ia yang biasanya bersemangat menjadi kurang gairah. Perhatikan tanda sekecil apapun. 

Suatu ketika anak saya enggan membawa bekal tertentu ke sekolah. Setelah ditelusuri, ternyata ia merasa ditertawakan oleh teman-temannya. Mungkin sebagian kita menganggap ini hanya gurauan, tapi ternyata berdampak pada perubahan perilaku anak. Apa yang kami lakukan sebagai orang tua adalah mengapresiasi keterbukaannya, mengomunikasikan dan membantu anak menghadapi situasi serupa, juga membicarakan tindakan tersebut pada gurunya. 

  • Merespon bullying dengan tepat

Setelah mengetahui bentuk-bentuk bullying diatas, penting bagi kita untuk tidak memberi ruang pada perilaku bullying dengan alasan apapun. Karena mungkin sepele saat ini, tapi jika dibiarkan beresiko akan menjadi tindakan besar yang akan kita sesali nantinya. Dalam kelompok anak usia dini, mungkin kita hanya melihat sebagai bentuk permainan atau candaan saja, tapi pahami bahwa bercanda itu hal yang menyenangkan bagi kedua belah pihak bukan hanya satu tapi yang lainnya merasa sakit hati. 

  • Nilai-nilai penting untuk diajarkan pada anak
Kembali pada nasihat adab sebelum ilmu. Sejak awal, ajarkan anak tentang nilai-nilai baik-buruk, benar-salah, tepat-tidak tepat, nilai kesopanan, dan adab-adab melakukan sesuatu. Dari segi spiritual, ajarkan anak tentang perintah Tuhan dan teladan Rasul-Nya. Nasihati anak terus menerus sembari memberi teladan yang baik. Hindari bercanda yang menjelekkan atau merendahkan. Bangun kepercayaan diri anak. Ajarkan anak tentang batasan diri serta cara membela diri. Serta tidak lupa, ajarkan anak tentang keberagaman, tentang perbedaan masing-masing kita baik itu yang tampak fisik maupun kondisi masing-masing anak yang berbeda dan itu tidak membuat mereka lebih tinggi ataupun lebih rendah. 

  •  Menghadapi bullying

Melalui cerita, beri anak contoh yang rinci atas tindakan bullying. Cerita ini bisa disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak. Misalkan jika melihat anak memukul temannya, atau ketika anak merasa dikucilkan, apa yang harus ia lakukan. Secara garis besar, anak bisa menghadapi perilaku tersebut mulai dengan berkata jangan, berteriak lalu melaporkan pada orang dewasa yang mereka percaya. Jangan ajarkan anak untuk membalas dengan tindakan serupa, karena sama dengan mengajarkan anak tindakan keliru dan justru akan menjadi lingkaran yang tak berkesudahan. 


Sebagai orang tua, kita tentu tidak ingin anak menjadi pelaku, korban, ataupun saksi dari tindakan bullying. Tapi sayangnya, kita tidak bisa benar-benar tahu dan menghindarinya. Apa yang bisa kita lakukan sekarang adalah dengan membangun ikatan yang kuat, komunikasi yang terbuka dengan anak, serta membekali mereka dengan nilai-nilai diri yang kuat; sehingga jika pun ada situasi tersebut, anak tetap bisa merasa aman untuk mengomunikasikannya kepada kita dan tahu bagaimana seharusnya bersikap. Dan yang tak kalah penting adalah berdoa, memohon perlindungan bagi anak-anak kita ini dari Yang Maha Kuasa. 



Salam, Nasha

Masa pemilihan umum sudah selesai. Kita yang awalnya berdebat karena berbeda pilihan, perlahan belajar menerima apapun hasilnya, meski tugas kita belum selesai. Bukan hanya untuk mengawal hasil akhir pesta demokrasi ini agar berjalan jujur dan adil, tapi juga terus mengawasi pemerintahan, mengoreksi pekerjaan mereka hingga menuntut apa yang memang sudah menjadi hak kita. Hidup kita secara langsung ataupun tidak, akan dipengaruhi oleh apa yang mereka kerjakan. Sehingga wajar jika kita perlu mengerti politik, membahas kebijakan, mengkritik pemerintahan. Politik sejatinya adalah milik kita semua, termasuk para ibu, baik yang berkarir di luar rumah maupun di dalam rumah. 


Politik

Merujuk pada KBBI, definisi politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan; segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara. Sedangkan wikipedia merumuskan politik, yang merupakan serapan dari bahasa belanda, sebagai proses pembentukan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Dari sini, bisa kita ringkas politik sebagai bagian dari jalannya pemerintahan, dimana sebagai warga negara kita termasuk pihak yang berkaitan dengan jalannya ketatanegaraan tersebut. Apalagi dalam sistem pemerintahan kita yang berlandaskan pada pilihan rakyat. Mereka yang menjalankan roda pemerintahan bukan dari keluarga tertentu saja, tapi dipilih langsung oleh mayoritas masyarakat.

Dengan jumlah pemilih lebih dari dua ratus juta orang di ribuan pulau yang tersebar di seluruh wilayah, Indonesia menjadi negara dengan pemungutan suara sehari terbanyak di dunia. Ini bisa menjadi kebanggaan sekaligus pengingat bahwa kelancaran pemilu perlu ditambahkan dengan banyak catatan. Mulai dari pengawalannya yang harus ketat dari hulu hingga ke hilir sampai pada pengesahan hasil akhir yang bisa diterima dengan damai. Bagaimana pemimpin yang awalnya 'hanya' dipilih oleh sebagian besar rakyat, tapi bisa diterima oleh seluruh rakyat. 

Sama seperti bentuk kehidupan bersama lainnya, setiap kelompok membutuhkan pemimpin dan mereka yang mau dipimpin. Bukan yang sempurna, bukan yang tiada cacatnya, tapi yang memiliki visi sejalan dengan yang kita inginkan. Mungkin tidak sama persis, tapi setidaknya mendekati. Maka wajar jika kemudian semakin santer terdengar, pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Karena kita-lah yang memilih mereka.  


Pentingnya Hubungan Politik dan Ibu

Pengetahuan diatas mungkin sudah sebagian besar kita pahami sejak lama. Bisa jadi dari pelajaran di sekolah dulu, bisa jadi dari pemberitaan diberbagai media, atau memang karena ada sebagian kecil kita yang memiliki ketertarikan dengan politik. Iya, sebagian kecil, karena berbagai sumber menyebutkan kurang dari 20% masyarakat berusia 40 tahun kebawah yang tertarik dengan isu politik. Litbang Kompas pada 2022 lalu menghitung sebanyak kurang dari sepuluh persen masyakarat usia 17-35 tahun yang mengikuti isu politik. 

Awalnya, saya termasuk dikelompok mayoritas, meski kini tidak merasa sudah ditempat yang mengikuti isu politik juga. Namun setidaknya, keingin tahuan saya tentang kebijakan dan ketatanegaraan sedikit meningkat dibanding waktu-waktu sebelumnya. Saat hanya membaca koran ketika ada kewajiban ujian. Tidak tahu nama pejabat pemerintahan selain pemimpinnya, dan tidak benar-benar paham apa tugas para wakil rakyat itu. Sebagian besar alasan saya karena pemberitaan negatif yang terus hadir, mengikis rasa percaya bahwa mereka benar-benar bekerja mewakili aspirasi mastakarat kebanyakan. Apapun alasannya, keapatisan tersebut tidak bisa dibenarkan.

Setelah menjadi ibu, baru saya paham, bahwa bagaimana negara ini kedepan akan berpengaruh pada apa yang akan dihadang anak-anak saya ini kelak. Ketika memiliki tanggung jawab pada hidup anak-anak, saya tahu aspek-aspek penting, yang seharusnya negara bisa hadir di sana, tapi ternyata tidak benar-benar ada.


Kebutuhan Dasar Hidup

Bisa disebut ini yang paling menyedihkan, bahwa teryata negara tidak bisa benar-benar memberi hak kebutuhan dasar kita, berupa udara dan air yang layak. Udara yang berkualitas baik, air yang layak dikonsumsi. Mungkin kita sudah lupa kapan terakhir kali mengonsumsi air tanpa harus membayarnya. Saking sudah terbiasanya membayar sendiri air untuk minum, kita jadi menganggap itu hal yang wajar saja. Bahkan di kota tertentu, air saja begitu sulit diperoleh. Sebagian lagi, harus mengolahnya dengan mandiri, agar air bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Begitu juga dengan udara. Langit yang cerah, udara yang layak dihirup bebas, yang tidak dipenuhi polusi.

Belum lagi bahan makanan. Urusan yang sudah kita serahkan pada mereka dengan kapasitasnya, ternyata juga perlu diawasi. Ingat kasus obat batuk anak yang mengakibatkan gagal ginjal akut? Atau pada perkara jajanan yang meningkatkan resiko berbagai penyakit pada anak salah satunya obesitas? Kita memang bisa mengupayakan secara mandiri, mencari informasi lebih giat, mendapatkan uang lebih banyak, tapi tidak setiap kita punya keleluasan untuk hal tersebut, apalagi sebenarnya urusan ini sudah kita serahkan pada mereka yang katanya mau mengabdi pada rakyat itu. 

 

Kualitas Hidup Ibu dan Anak

Saya juga baru tahu, bahwa pembentukan kehidupan seseorang sudah dimulai jauh sebelum ia bisa memutuskan sendiri apa yang ia kehendaki. Perkembangan otak anak telah selesai sebanyak 80% saat masih dalam kandungan. Untuk itu, harus dimulai dari gizi ibu hamil bahkan jauh sebelumnya saat orang tua masih menjadi calon pengantin. Pasangan yang sehat, tidak memiliki penyakit bawaan yang beresiko diturunkan pada naka, dan yang memiliki status gizi baik. Dari mana seluruh informasi itu bisa diakses oleh seluruh lapisn masyarakat, kalau bukan dari pemerintah? Bagaimana masyakarat bisa menjangkau jenis makanan yang lebih sehat jika yang disodorkan setiap saat adalah makanan kemasan dan minuman berlabel susu?

Kita semua tahu, membesarkan anak bukan pekerjaan yang mudah. It takes a village to raise a kid. Jika saja, dalam kesulitan itu, ada fasilitas yang bisa meringankan beban para orang tua, mungkin kita bisa lebih tenang dan fokus mendidik anak. Hari-hari pertama mereka yang bisa diasuh oleh tenaga kesehatan mumpuni, fasilitas kesehatan yang terjangkau tanpa perlu kita khawatirkan biayanya, tempat penitian anak yang terjamin dan mudah diakses siapa saja, hingga pendidikan yang berkualitas tanpa harus berpindah kota. Tampaknya perjalanan negeri kita untuk bisa menyediakan semua itu memang masih panjang dan butuh banyak perjuangan. 


Lingkungan Hidup Anak 

No future without nature. Berpegng dari kalimat itulah saya mulai memikirkan bumi, memikirkan masa depan dengan bertanya, kira-kira bagaimana anak-anak saya akan bisa tetap hidup jika bumi akan terus memanas seperti ini? Apa yang akan mereka makan, dimana mereka akan tinggal, penyakit apa lagi yang akan mereka hadapi, alat apa lagi yang perlu mereka upayakan sendiri. Mungkin saat ini kita bisa bergerak sendiri-sendiri, memilah sampah dari rumah hingga menghemat energi, tapi coba bayangkan penggunaan energi fosil ditekan, pemerintah menggalakkan penggunaan panel surya, semua bank sampah bergerak aktif lengkap dengan instruksi pilah sampah dan anjuran membawa wadah sendiri. Mulai dari kantor pemerintahan dari pusat hingga ke daerah. Sayang hingga kini, tidak tampak keseriusan dalam menangani isu ini. 

Lingkungan anak ini bukan hanya tentang kondisi alam yang menaungi kita, tapi juga semua hal yang mengelilingi anak-anak. Bagaimana pendidikan mereka, seperti apa orang-orang yang ada di lingkungan tempat mereka berada, amankah mereka saat tidak berada dalam radius penglihatan kita, siapa yang bisa kita percaya untuk mengasah bakatnya, bagaimana dengan penyedia makanan mereka, vaksin apa yang harus mereka dapatkan, hingga pada nilai kesetaraan, keadilan, dan kebaikan yang ingin kita tanamkan. 


Baca Juga: Harapan Orang Tua pada Pendidikan, Kesehatan, hingga Kesejahteraan Sosial


Isu-isu diatas sangat dekat kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari, sedekat urusan dapur saat harga bawang, cabai, atau minyak naik. Ada kehidupan lain yang juga sedang kita perjuangkan, yaitu kehidupan anak-anak kita saat ini dan perjalanan panjang nanti. Jika kita memberi perhatian pada isu-isu tersebut, sebenarnya ini sudah menjadi urusan petugas kenegaraan, bersinggungan dengan politik. Siapa yang berinisiatif mewakili rakyat, apa tujuannya, isu apa yang ingin ia perjuangkan, siapa saja orang yang mendukungnya, siapa yang akan memimpin ratusan juta orang ini, kebijakan seperti apa yang akan semakin memungkinkan kita mendapatkan hak-hak kita sebagai warga negara. 

Tidak apa jika kita terlambat memulai, daripada terus menerus hanya mengeluh, menuntut, dan menyalahkan. Mulai dengan beberapa langkah sederhana ini:

  • Berhenti apatis. Segala konflik kepentingan yang disuguhkan para penguasa pada kita ini memang melelahkan. Belum lagi, media yang kadang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Wajar, jika kita merasa ingin menyerah, tapi tidak bisa dibenarkan jika kita benar-benar menyerah dan berhenti peduli. Bagaimanapun, kita bersama-sama tetap punya kuasa. Salah satunya ya menyadari bahwa satu suara kita berarti. Protes kita di dunia nyata ataupun dunia maya mendapat sorotan. Obrolan kita dengan kenalan juga bisa membuka banyak pikiran.
  • Banyak belajar. Tidak terbatas hanya pada siapa saja yang menjabat tapi lebih pada kebijakan apa yang sedang mereka garap. Apa yang menjadi perhatian didalam juga luar negeri, bagaimana kondisinya. Apa yang pernah terjadi, apa kemungkinan yang akan terjadi. Baca data, bukan video pendek. Lihat secara utuh, jangan sepotong saja. Dari sana kita bisa lebih mengerti, bahwa satu yang terjadi ternyata punya banyak lapisan faktor dibelakangnya.  
  • Berlatih untuk bersuara. Sebagai perempuan, sering kali suara kita kalah nyaring dengan laki-laki, bahkan sejak dari dalam rumah. Apalagi jika kita tidak punya peran tambahan yang didapat dari luar rumah, seolah apa yang kita pahami tidak cukup untuk kita bisa berpendapat. Tapi lakukan saja, karena semakin kita sering bersuara, semakin kita banyak mendengar serta membaca, semakin pikiran kita terbuka. 

Saya sendiri juga bisa dikatakan terlambat untuk mulai menaruh perhatian pada politik. Dari apatis, tidak percaya pada apapun yang ditampilkan media, hingg kini, beruntungnya, kita bisa memilih channel mana yang ingin kita percaya. Pilihan semakin banyak untuk kita mendapat informasi, tapi ini juga berarti kita harus lebih kritis dan berhati-hati, mana informasi yang perlu kita cerna dan mana yang tidak. Karena bagaimanapun juga, apa yang kita dengar dan lihat akan membentuk pikiran kita. Apa yang kita konsumsi, akan membentuk siapa kita. Jadi, coba pelan-pelan kita belajar bersama tentang kependudukan, ketatanegaraan, dan melangkah satu-satu dari titik apa saja yang bisa menjadi awal mula tindakan kita. 


Salam, Nasha

Belum lama ini, kita dikejutkan dengan berita anak usia lima tahun yang melakukan tindakan asusila pada teman sekolahnya. Pelaku dan korban yang sama-sama anak dibawah umur ini, sedikit banyak menunjukkan beban berat yang kita pikul dalam mendidik anak-anak kita dizaman sekarang. Semakin terang bahwa ada pelajaran yang tidak boleh terlewat bagi anak, yakni pendidikan seks (sex education) yang ternyata patut sudah kita mulai sejak anak masih bayi atau 0 tahun. Berikut penjelasan bagaimana mengajarkan seks pada anak khususnya dibawah enam tahun berdasarkan pada standar WHO dan UNESCO.



Apa itu Pendidikan Seks

Pendidikan seks atau lengkapnya pendidikan seksual adalah pengajaran dan pembelajaran mengenai topik yang berhubungan dengan kelamin (seks menurut kbbi berarti kelamin dan hal yang berhubungan dengan itu). Hanya 1/10-30 juta kelahiran bayi di dunia ini yang tidak disertai dengan alat kelamin. Melihat langkanya kasus tersebut terjadi, harusnya topik mengenai seks adalah pembicaraan yang umum kita lakukan. Karena hampir setiap tubuh kita dilengkapi dengan organ tersebut. Entah apa sebabnya, hingga kini topik seksual masih dianggap pembicaraan yang tabu, bahkan begitu sulit bagi kita menyebut organ kelamin sendiri dengan nama yang sebenarnya.

Urgensi mengajarkan pendidikan seks pada anak semakin meningkat seiring dengan kondisi zaman yang terus berubah. Globalisasi, mudahnya mobilisasi, pesatnya kemajuan teknologi membuat anak-anak saat ini lebih mudah terpapar hal-hal yang belum porsi mereka, dibandingkan degan masa saat kita masih anak-anak dulu. Berbagai perubahan seperti cepatnya penyebaran informasi, meningkatnya penggunaan internet serta telepon seluler, penyebaran penyakit kelamin, kasus kekerasan seksual, hingga perubahan perilaku seksual menuntut kita semua untuk meletakkan pendidikan seksual sebagai prioritas, khususnya bagi anak dan remaja. Menjadikan topik ini sebagai topik umum yang aman dibicarakan. 

Mungkin keenganan kita yang turun-temurun itu karena perspektif keliru topik seksual hanya sebatas aktivitas pasangan untuk memiliki keturunan. Padahal, jauh lebih luas daripada itu, pendidikan seksual dimulai dengan mengenal organ tubuh diri sendiri dengan benar, menjaganya dengan tepat, hingga nilai-nilai yang ditanamkan dan perilaku-perilaku yang mengiringi. Maka, tidak salah jika pendidikan tersebut dimulai sejak anak masih bayi. Pembahasan ini tidak tertutup hanya untuk orang tua, tapi untuk kita semua, yang pernah tumbuh dari anak-anak, yang juga akan berhadapan dengan anak-anak. 


Mengajarkan Sex pada Anak 

Merujuk pada dokumen yang dirilis WHO tentang pendidikan seksual, ada empat konsep yanng perlu kita pahami secara jelas, yakni:

  • sex yang didefinisikan sebagai karakter biologis yang menentukan kita female (perempuan) atau male (laki-laki)
  • sexuality merujuk pada konsep yang lebih luas yang alamiah mengikuti setiap fase kehidupan manusia, termasuk komponen fisik, psikologis, dan sosial
  • sexual health adalah kondisi fisik, emosional, juga kesejahteraan mental dan sosial yang berkaitan dengan seksualitas
  • sexual rights mencakup banyak hak terkait mulai dari mendapatkan informasi, fasilitas kesehatan, ragam pilihan, hingga kepuasan kehidupan sexual. 

Sejauh ini, konsep dari WHO sudah cukup luas mewakili apa yang perlu kita ketahui dan dapatkan dari pendidikan seksual. Hanya saja, praktiknya masih jauh dari kata memadai. Itu kenapa kita perlu bersikap terbuka, dan memulainya dengan benar. Pendidikan seksual yang diartikan sebagai pembelajaran aspek kognitif, emosional, sosial, interaktif, serta fisik dari seksualitas. Berikut saya coba bahas bagaimana mempraktikkan pendidikan seks pada anak, khususnya dibawah 6 tahun.


Anak Usia 0-3 Tahun

Pada usia ini, kita mulai dengan mengenalkan organ kelamin anak dengan sebutan yang benar. Iya, sebutan bukan perkara sekedar, karena ini menyangkut apa yang ada di pikiran. Jika menyebutnya saja kita enggan, bagaimana mungkin anak bisa leluasa menceritakan apa yang ia alami terhadap penis/ uretra juga vaginanya? 

Lalu, terangkan pada anak bahwa Tuhan menciptakan dua jenis manusia yaitu laki-laki dan perempuan dengan karakteristiknya masing-masing. Setara, sama baiknya. Penanaman nilai kesetaraan gender juga bisa dimulai dari sini, dengan kalimat-kalimat yang tidak membeda-bedakan. Biasakan anak untuk membedakan hanya dari apa yang Tuhan beri, tidak perlu ada embel-embel lain, seperti warna perempuan, aktivitas perempuan, dst. Dari sini, kita juga bisa menanamkan tentang penerimaan diri pada anak, menerima bagaimanapun bentuk tubuhnya, sejalan juga dengan menghargai perbedaan bentuk tubuh orang lain. lengkapi pengetahuan pengenalan ini dengan cara merawat tubuh, menjaga kebersihannya, membasuh sesuai adab dan najisnya. 

Jika anak sudah tahu bagian tubuhnya, ajarkan anak tentang batasan pada tubuhnya sendiri. Bagian mana yang boleh dilihat atau disentuh, dan mana yang tidak. Kita tanamkan mereka tentang rasa malu dengan pengetahuan tentang aurat. Dari awal, kita yang harus membiasakan untuk tidak sembarangan memandikan atau menggantikan pakaian anak didepan umum, apalagi bagian yang tertutup oleh pakaian dalam. Jangan pula biasakan anak untuk buang air sembarangan, dengan dalih masih anak-anak. rasa malu dan menjaga diri perlu ditanamkan sejak bayi.

Setelah itu, baru ajarkan anak tentang bagaimana cara menjaga batasan tersebut. WHO menyebutkan tiga langkah menolak apa yang dirasa tidak nyaman dengan berkata tidak, menjauh, dan melaporkan pada orang lain. Disinilah, pentingnya kita membangun hubungan yang erat dan komunikasi yang baik dengan anak, sehingga kita bisa menjadi safe place mereka untuk menceritakan apa saja. Sentuhan, pelukan, ciuman pada anak itu, meski merupakan ekspresi sayang, harus dilakukan atas izin anak. Biasakan menghargai batasan mereka, dengarkan apa yang mereka rasa, jangan sekali-kali menyepelekan ketidaknyamanan anak. 

Sub topik selanjutnya tentang perkembang biakan atau proses reproduksi manusia. Mungkin bagian ini yang paling menakutkan bagi kita, saat anak tiba-tiba bertanya, darimana aku berasal? Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah tetap tenang, lalu tanyakan kembali pendapat anak, ini untuk mengukur sejauh mana anak tahu. Bisa mulai kita jawab dengan, dari Tuhan yang memberi lewat rahim ibu, bagian yang hanya dimiliki perempuan dan ada didekat perut. Pada usia ini anak biasanya cukup puas dengan jawaban tersebut. Pengajaran nilai bisa dilanjutkan dengan penjelasan bahwa tidak semua keluarga memiliki anak, dan itu memang hak mutlak Tuhan.


Anak Usia 4-6 tahun

Selanjutnya, pengajaran tetap kita lanjutkan berdasarkan sub topik yang sudah kita kenalkan sebelumnya, hanya saja dengan contoh yang lebih sesuai dengan tahap perkembangan anak. Tentang citra positif pada apapun kelamin yang ia ataupun orang lain miliki, tentang proses reproduksi yang benar dan kehendak Tuhan pada masing-masing orang, tentang cara-cara mengekspresikan sayang yang membuat nyaman, hingga pada penerimaan rasa apapun yang timbul dalam diri anak. 

Untuk anak periode usia hingga tiga tahun, kita mengajarkan kesetaraan gender dengan salah satunya menghindari kalimat yang mengelompokkan warna berdasarkan gender, maka diusia ini kita bisa memperlakukan anak, laki-laki dan perempuan, dengan sama. Salah satu contoh yang mudah kita praktikkan adalah pada pekerjaan rumah tangga, memberi contoh bahwa ayah juga memasak, bahwa anak laki-laki juga menyapu. Pekerjaan rumah tangga adalah bentuk kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang tanpa terkecuali. Di periode ini, anak sudah bisa dikenalkan dengan peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga. Partisipasi bagaimana yang diharapkan pada masing-masing anggota keluarga.

Bicara tentang keluarga, mungkin anak sudah bisa menyimak tentang bentuk hubungan keluarga tersebut. Biasanya, ia mulai memahami tentang suami, istri, anak. Dari logikanya, mungkin akan muncul pertanyaan kenapa ada pasangan yang tidak memiliki anak. Pertama, jangan panik. Ini bukan bentuk ketidaksopanan, hanya rasa penasaran. Maka, jawab saja dengan tenang, itu urusan Tuhan untuk menghadirkan anak dalam keluarga, apa kelaminnya, berapa jumlahnya, kapan waktunya. Biasanya, mereka akan cukup puas dengan penjelasan tersebut. 

Melanjutkan pengajaran tentang batasan pada usia sebelumnya, di periode ini biasanya sudah mulai tumbuh rasa malu pada diri anak. Pisahkan anak dengan saudaranya saat di kamar mandi, meskipun berjenis kelamin sama. Selalu handuki anak saat keluar dari kamar mandi, biasakan mereka untuk mengenakan pakaian di area tertutup, di kamar misalkan. Mulai ajarkan anak bagaimana cara membersihkan diri yang benar, sehingga mereka tidak melulu membutuhkan orang lain untuk membersihkan diri mereka. Terus sounding, area tubuh mana yang boleh diperlihatkan, mana yang tidak, siapa saja yang boleh melihat, siapa pula yang tidak boleh. Ini termasuk pada bagaimana anak menunjukkan ekspresi sayang, hormat, serta interaksi mereka dengan orang lain. Misalkan dengan keluarga dekat, bisa pelukan, atau ciuman di area kening, pipi, juga punggung tangan; dengan orang lain cukup dengan bersalaman dengan cium tangan. Meskipun awalnya, cium tangan ini dilakuakn dengan bibir atau hidung, tapi dengan berbagai pertimbangan, saya mengajarkan anak untuk menggunakan kening. 

Periode ini menjadi lebih menantang karena biasanya anak sudah bergaul dengan lebih banyak orang, sehingga ia mendapatkan informasi dari lebih banyak sumber. Kadang informasi itu sesuai dengan nilai yang inigin kita tanamkan, kadang juga tidak. Apalagi jika anak sudah berkenalan dengan gadget, mereka mendapatkan info yang lebih beragam lagi. Inilah pentingnya keterikatan kita pada anak, sehingga kita bisa tahu informasi apa saja yang anak dapatkan pada hari itu, dari siapa, apa yang anak pikirkan, sekaligus mengoreksi ketepatannya. Mungkin ada kalanya anak aakan mengonfirmasi perbedaan info yang mereka dapatkan diluar dengan yang mereka terima dari kita. Tetap tenang. Jangan sampai mencerca mereka dengan pertanyaa-pertanyaan panik. Tarik nafas, lalu tanyakan bagaimana pendapat anak, luruskan kembali dengan penjelasan sederhana sesuai dengan perkembangan pikiran mereka. 


Mengajarkan pendidikan seksual pada anak, sebenarnya hampir sama dengan topik-topik lainnya. Hanya satu hal yang membuat urusan ini lebih sulit, yakni pikiran kita sendiri yang tertutup. Wajar, mengingat kita tidak mendapat pengajaran yang serupa, namun kita perlu terus belajar dan tenang, sembar mengingat betapa urgensinya pendidikan ini sekarang. Betapa pentingnya kita menyiapkan anak-anak ini dengan bekal yang mumpuni agar mereka tetap bisa aman meski jauh dari jangkauan. Dalam dokumen WHO dan UNESCO tersebut, sebenarnya dijelaskan sampai anak remaja usia diatas 15 tahun hingga diatas 18 tahun, namun karena saya belum mempraktikkannya, jadi silahkan diunduh untuk dijadikan pedoman keluarga masing-masing. Dokumen tersebut bisa diperoleh secara gratis pada link yang tersedia dibawah ini. Ingat, sekarang ataupun nanti, anak pasti akan mempelajari topik seksual ini, pilihannya adalah anak dijarakan dengan nilai kebaikan sesuai yang kita yakini atau mendapat informasi abstrak dari sumber yang tidak jelas tanggung jawabnya, kita yang tentukan. Semoga bermanfaat!


Referensi:

https://www.bzga-whocc.de/fileadmin/user_upload/BZgA_Standards_English.pdf

https://cdn.who.int/media/docs/default-source/reproductive-health/sexual-health/international-technical-guidance-on-sexuality-education.pdf?sfvrsn=10113efc_29&download=true 

Ajang kontestasi pemilihan presiden sudah semakin dekat menuju akhirnya, dengan agenda debat terakhir pilpres pada 4 Februari mendatang. Tema yang dibahas kali ini adalah tentang kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi. Sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki anak, ada banyak harapan kita untuk anak-anak khususnya pada akses pendidikan dan kesehatan mereka, agar dapat diwujudkan oleh pemimpin negeri ini kelak. 



Sekilas Visi Misi

Sebenarnya ada keengganan sendiri bagi saya membahas politik, hal yang rasanya jauh dari keseharian namun juga ternyata sangat dekat dalam kehidupan. Bagaimana keputusan pemimpin nantinya dapat mempengaruhi kehidupan kita juga, apalagi jika kita masih banyak menggunakan fasilitas umum, yang adalah hasil dari pajak kita juga. Apakah mereka mengelola uang kita itu untuk kita juga atau untuk kelompok tertentu saja, jika untuk kita lalu untuk apa mereka menggunakannya. Sederhananya seperti itu, tapi ada banyak elemen lagi kenapa kita perlu peduli pada pemilihan pemimimpin republik ini.

Ketiga calon memiliki berkas visi misi yang cukup tebal bisa kita pelajari, dengan paslon pertama 148 lembar, paslon kedua 88 lembar, dan paslon ketiga 156 lembar. Benar, kita tidak bisa 100% mempercayai apa yang mereka tuliskan karena kemungkinan diwujudkannya juga bisa dibilang fifty fifty, namun setidaknya dengan ada dalam berkas tersebut, kelompok para paslon ini sudah memikirkannya. Ada satu langkah yang sudah terwujud daripada tidak ada sama sekali.

Pada berkas paslon pertama, tertulis bahwa visinya adalah Indonesia Adil Makmur untuk Semua. Sedangkan, paslon kedua merumuskan visinya sebagai Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045. Terakhir, paslon ketiga menyampaikan visinya berupa Menuju Indonesia Unggul: Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari. Dua dari tiga paslon tersebut menyelipkan kata adil dalam visinya, yang bisa disinggung pada debat terakhir nanti karena berhubungan dengan inklusivitas.

Mengerucut pada misi, masing-masing calon memilik gagasan yang baik khususnya pada pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan sosial, yang merupakan salah satu dari fokus saya sebagai orang tua. Seperti paslon satu yang merumuskan bidang tersebut dalam misi kelima, Mewujudkan Manusia Indonesia yang Sehat, Cerdas, Produktif, Berakhlak, dan Berbudaya. Paslon kedua, menuangkannya dalam misi keempat yaitu Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas. Misi paslon ketiga yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan, ada pada misi pertama dan kedua yaitu Mempercepat Pembangunan Manusia Indonesia Unggul yang Berkualitas, Produktif, dan Berkepribadian dan Mempercepat Penguasaan Sains dan Teknologi Melalui Percepatan Riset dan Inovasi (R&I) Berdikari.

Misi kelima paslon satu dijabarkan dalam tujuh belas agenda, yang diantaranya menyebutkan tentang layanan kesehatan, vaksin dan obat yang terjangkau, kesehatan ibu bayi dan tumbuh kembang anak, kesehatan mental, serta kesejahteraan tenaga pendidik dan biaya terjangkau untuk pendidikan, dsb. Paslon kedua merinci misinya tersebut dalam program-program seperti makan siang dan susu gratis di sekolah, pembangunan RS lengkap berkualitas juga sekolah unggul terintregasi di kabupaten, meningkatkan dana riset dan inovasi, dsb. Dan paslon ketiga mengusulkan pemeriksaan kesehatan menyeluruh catin, revolusi menu makanan berbasis pangan lokal, meningkatkan layanan juga sarana prasana kesehatan, peningkatan kualitas tenaga kesehatan dan pendidikan, memperkuat pendidikan mental rohani, dsb. 

Bagaimana, sudah cukup jelas? Jika belum, kita sama. Ya namanya juga visi misi, sifatnya seringkali normatif saja. Tapi penjelasan untuk masing-masing visi tersebut ada dalam berkas setiap paslon. Lengkapnya rencana mereka seperti apa bisa kita lihat didalam berkas tersebut. Kembali lagi, narasi tersebut tidak bisa benar-benar kita percaya akan mereka kerjakan dalam lima tahun masa kepemimpinan, setidaknya apa yang benar-benar penting bagi kita, bisa kita kawal dan tuntut untuk diwujudkan nantinya. Masih ada lembaga-lembaga lain, yang mudah-mudahan bisa kita percaya, turut melakukan pengawasan yang sama. Atau setidaknya kita bersama-sama sebagai rakyat, bisa melakukannya. 


Harapan yang Sebenarnya

Sebagai orang tua yang memiliki anak dengan masa penggunaan fasilitas negara lebih panjang terutama untuk pendidikan dan kesehatan, harapan warga pada umumnya cukup sederhana, yaitu bisa hidup aman tanpa mengkhawatirkan biaya kesehatan dan pendidikan, karena  terjamin oleh negara dengan layanan yang memang bisa dipercaya. Jika dirinci, saya mendukung untuk terwujudnya beberapa harapan ini:

  • Jaminan Layanan Kesehatan

Kita mengenal lembaga BPJS Kesehatan yang melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang dari waktu ke waktub jumlah pesertanya terus meningkat hingga mencapai 95% pada Desember 2023 lalu. Bisa dibilang program ini berjalan dengan baik meski dengan banyak cacat yang perlu diperbaiki. 

Menurut saya, sistem rujukan yang diberlakukan memang sedikit merepotkan, tapi juga bukan masalah besar, dengan catatan semua faskes yang terkait memang bekerja sesuai dengan ketentuan. Tidak membuat administrasi yang berbelit, apalagi dengan layanan yang tidak ramah. Maka penting bagitenaga kesehatan untuk menguasai ilmu kesehatan serta memiliki keterampilan komunikasi yang baik sehingga juga bisa menenangkan pasien yang mempercayakan kesehatan pada mereka. 

Kualitas tenaga kesehatan juga perlu beriringan dengan jumlah yang memadai diseluruh wilayah Indonesia. Angka-angka perbandingan antara nakes dan warga di Indonesia khususnya di daerah luar Jawa cukup memprihatinkan dan mayoritas tidak sesuai dengan standar WHO. Idealnya jumlah dokter itu 1:1000  dengan penduduk, tapi nyatanya hanya mencapai 0,47:1000 untuk seluruh Indonesia. Ini perlu menjadi perhatian, karena dokter adalah elemen penting dalam kesehatan penduduk, bukan hanya gedung saja yang terus diperbanyak.  

Lainnya pada kesehatan, menurut saya adalah pembiasaan pola hidup sehat mulai dari menu makanan sehat yang digalakkan dalam berbagai program pemerintah, edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan dari lingkungan yang bersih, pencegahan dengan vaksin (yang mudah didapatkan dengan gratis atau biaya terjangkau),  pendampingan orang tua (bukan ibu saja) dari program kehamilan, serta dukungan bagi para orang tua untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. 

  • Pendidikan yang Terjangkau

Sudah beberapa tahun ini, pemerintah telah mengelola dana yang didapat dari pajak warga menjadi fasilitas sekolah negeri gratis. Diseluruh Indonesia, peserta didik bisa mengakses pendidikan formal tersebut tanpa mengkhawatirkan biaya. Sayangnya, bagi sebagian kita, kualitas pendidikan tersebut masih belum sesuai dengan harapan. Diantaranya pada perbandingan jumlah guru dan murid yang tidak sesuai, fasilitas sekolah yang belum memadai, dan kualitas pengajaran yang belum terbukti berhasil meningkatkan kemampuan peserta didik. Apalagi beberapa kasus miris belakangan juga terjadi diarea sekolah.

Perlu diakui bahwa akses pendidikan di Indonesia saat ini masih jauh dari kata merata. Ada sekelompok masyarakat yang menghendaki pendidikan lebih baik daripada sekedar yang ditawarkan sekolah negeri, tapi terkendala pada biaya yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tantangan global menuntut anak-anak ini untuk memiliki kemampuan adaptif, tangguh, melek teknologi, tanpa melupakan akar karakter kita sebagai bangsa yang bergotong royong, dermawan, dan peduli. Perlu kerja sama orang tua dan pihak sekolah untuk membentuk generasi hebat sesuai dengan cita-cita menuju Indonesia Emas 2045. 

Sejauh ini, pendidikan masih menjadi persoalan karena pendidikan yang ditawarkan pemerintah terlihat belum memenuhi standar yang diperlukan dalam menghadapi perkembangan teknologi dan akselerasi informasi. Anak-anak perlu oengajaran dari rumah untuk menanamkan nilai-nilai baik, membentuk karakter mereka, hingga siap nantinya diisi dengan berbagai pengetahuan yang sesuai dengan bidang yang mereka minati. Lagi-lagi, ini juga dimulai dari kesiapan pasangan orang tua menjadi teladan dan mendidik anak-anak. Bagaimana mungkin orang tua bisa mengajarkan jika mereka sibuk mencari uang demi memenuhi biaya sekolah nantinya. Ini dikembalikan pada penguatan peran negara dalam mnyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas, terjangkau, dan berorientasi pada anak sesuai tahap tumbuh kembang mereka.

Jika kita lebih jauh bicara tentang SDM, inklusi, kesejahteraan sosial, dan teknologi, sebenarnya semua gagasan akan saling berkaitan. Sama seperti mendidik anak, yang harus kita mulai dengan mendidik diri sendiri terlebih dahulu agar bisa menjadi teladan; mendidik bangsa juga berlaku demikian. Pejabat publik perlu melihat ke diri mereka masing-masing, apakah layak tampil dan menjadi percontohan bagi ratusan juta masyarakatnya? Jika pendidikan dan kesehatan dianggap penting, maka mulai dengan menerapkan gaya hidup sehat dan memamerkannya kepada rakyat. Makan olahan pangan lokal. Perlihatkan karakter yang sesuai dengan apa yang dibuat dalam gagasan. Rangkul minoritas. Tindak lanjut dengan tegas pelanggaran-pelanggan yang menyederai kesejahteraan sosial. 

Saya sebenarnya berusaha melepas diri dari ketergantungan pada negara, karena selama ini merasa berjuang mandiri saja. Coba lihat air yang diminum. Tapi ya tidak bisa juga seterusnya begitu, karena kita berhak kok. Tanpa paksaan, kan mereka memang orang yang 'mau-maunya' ngurusin kita, jadi sekalian kita tuntut maunya kita itu seperti apa.  Karena kadang apa yang mereka tawarkan itu bukan yang sebenarnya kita butuhkan atau inginkan. Tidak muluk seperti negara maju dengan penduduk sepersekian dari jumlah kita, tapi setidaknya dengan sumber daya yang jauh kali lipatnya, kita harusnya juga bisa mendapatkan hak-hak dasar tanpa ditilap dimana-mana. Bisa merasa aman karena tahu pendidikan gratis yang mengurangi kekhawatiran bagaimana anak bisa memperbaiki kualitas hidup mereka, yang tidak perlu pusing bagaimana saat sakit karena tinggal pergi berobat saja, yang tidak takut menampakkan diri karena meski minoritas tapi kita tetap diterima dengan tangan terbuka. 

Jadi, gunakan segala akses yang ada untuk mencari tahu mana yang paling sesuai dengan kita. Salah satunya melalui website bijakmemilih.id yang cukup kompatibel untuk kita melihat berkas yang disematkan masing-masing paslon lengkap dengan rekam jejak mereka dan partai pengusungnya. Semoga dalam kurun waktu dua mingguan ini kita sudah menentukan pilihan dari beberapa kandidat yang tidak sempurna tersebut. Semoga bisa mendukung kita mendapatakan kehidupan khususnya kesehatan dan pendidikan yang lebih baik.



Salam, Nasha

Jika kita lihat sekilas genrenya, Welcome to Samdal-Ri ini tergolong drama, romansa, juga komedi romantis. Namun setelah menamatkannya, genre-genre itu tidak bisa mewakili keseluruhan kisah serial ini. Begitupun jika kita menganggap ini hanya kisah antara Cho Yong Pil (Ji Chang Wook) dan Cho Sam Dal (Shin Hye Shin), karena lebih dari itu, ada para warga kampung Samdalri didalamnya dengan peran masing-masing. Setelah tayang keenambelas episodenya di Netflix minggu lalu, drama ini berhasil mengisahkan tentang bagaimana hidup yang beranjak dari luka dan kuat bersama orang-orang yang ada di sekeliling kita. Really worth to watch on your weekend!


Pengenalan Tokoh dan Latar Belakang

Tayang di netflix setiap weekend, drama ini terus berada di Top 10 Serial TV sejak awal tayangnya sepanjang enam belas episode tersebut, dengan rating tertinggi di episode terakhir yang menembus angka 12%. Bisa dikatakan endingnya cukup memuaskan.

Welcome to Samdal-Ri berlatar belakang kehidupan warga di Desa Samdal-Ri di Pulau Jeju dengan kisah berpusat di Cho Sam Dal dan Cho Yong Pil, bersama dengan ktiga sahabat mereka, dan keluarga mereka masing-masing. Lahir dihari yang sama dan tinggal berdekatan, membuat Sam Dal dan Yong Pil sudah tak terpisahkan sejak mereka masih anak-anak. Hingga mereka dewasa dan memutuskan untuk merantau ke Seoul, mereka bersepakat untuk mengubah hubungan persahabatan itu menjadi hubungan asmara. Beberapa waktu hubungan itu berjalan seperti hubungan asmara pada umumnya, hingga suatu ketika hubungan itu kandas tiba-tiba. Tidak ada yang tahu pasti alasannya. Warga desa berspekulasi bahwa Sam Dal memustuskan Yong Pil karena ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri. Sedangkan adik kakak Sam Dal tahu bahwa Yong Pil lah yang memustuskan hubungan mereka berdua.

Konflik bermula ketika Sam Dal, yang telah sukses menjadi fotografer tenar di Seoul terjerat kasus perundungan terhadap asistennya. Bagaimanapun ia berusaha menyangkal, publik tidak berpihak kepadanya. Karena tidak sanggup menghadapi tekanan publik dan kejaran wartawan di Seoul, ia berserta kakak dan adiknya yang juga ikut terpublikasikan, memutuskan untuk pindah ke rumah mereka di Desa Samdalri, Jeju, setelah delapan tahun tidak pernah pulang.

Dari sinilah cerita terus bergulir, dengan bertemunya Sam Dal dengan Yong Pil, orang yang paling ia hindari. Kemudian ia juga harus bertemu kembali dengan sahabat yang tak sanggup ia hubungi, Bu Sang Do, Oh Gyeong Tae, dan Cha Eun Woo yang dulu pernah sama-sama pernah merantau ke Seoul tapi pulang dan melanjutkan hidup di Jeju. Satu per satu potongan cerita mulai terungkap kebenarannya, mulai dari alasan Sam Dal dan Yong Pil putus padahal terlihat masih sama-sama menyukai satu sama lain, hubungan orang tua keduanya, hingga kehidupan haenyeo (wanita penyelam) di desa tersebut.


Sebenarnya, saya mengawali tontanan ini tanpa ekspektasi apa-apa, hanya ingin menikmati hiburan yang tidak terlalu 'berat.' Kehadiran Ji Chang Wook yang tidak perlu diragukan lagi kualitas perannya jadi nilai tambah juga. Apalagi dengan latar belakang kehidupan di pesisir pantai, visualnya pasti memanjakan mata. Tapi diluar dugaan, drama ini punya potongan pelajaran yang berhasil diperlihatkan pelan-pelan selagi kita menikmatinya.


Nilai-nilai Cerita

Mungkin saat membaca sinopsisnya kita akan berpikir bahwa serial ini adalah tentang romansa lama yang bersemi kembali antara Cho Yong Pil dan Cho Sam Dal, tapi menurut saya inti ceritanya justru bukan pada mereka, tapi pada orang tuanya. Ibu Yong Pil dan Sam Dal adalah dua sahabat yang sama-sama bernama Mi Ja dan sama-sama bekerja sebagai haenyeo, wanita penyelam yang menangkap hasil laut untuk diperjual belikan. Di Korea sendiri, haenyeo telah menjadi mata pencaharian seelama ratusan tahun, khususnya di Jeju sehingga dikategorikan sebagai warisan budaya tak benda kemanusiaan. Keselamatan mereka bergantung pada alat keselamatan sederhana dan perkiraan cuaca.

  • Berdamai dengan Duka

Disaat Yong Pil dan Sam Dal duduk di bangku SMA, ibu Yong Pil yang menyelam bersama ibu Sam Dal tewas dilaut saat sedang melaksanakan pekerjaannya sebagai haenyeo. Sebagian orang menyayangkan peringatan cuaca yang tidak konkrit, sebagian lagi menyalahkan ibu Sam Dal karena ialah yang bersikeras menyelam ditengah kondisi cuaca yang tampak tidak biasa. Sejak saat inilah, hubungan kedua keluarga yang biasanya sangat akrab menjadi renggang dari waktu ke waktu. Inilah yang menjadi pemicu bagaimana hubungan mereka setelah dewasa tersebut berjalan. Ayah Yong Pil, tidak bisa merelakan kepergian istrinya. Puluhan tahun ia hidup dengan menyimpan dendam pada ibu Sam Dal. Ia bahkan memohon pada Sam Dal untuk menyudahi hubungannya dengan Yong Pil. Ia terus menyalahkan ibu Sam Dal atas kepergian istrinya. Tidak pernah mau bertegur sapa, tidak mau terlibat sama sekali, benar-benar hidup dalam kebencian karena menganggap memaafkan sama dengan melupakan. 

Saya menikmati duka yang pelan-pelan dikuak dari tokoh ayah Yong Pil ini. Ada perasaan sebal, ada sedih, ada juga iba bagaimana seorang yang berduka bisa begitu menderitanya. Tapi ini juga mengingatkan kita bahwa jangan sampai kita terlalu fokus pada derita kita sendiri hingga lupa pada orang-orang disekeliling kita yang masih ada, yang mungkin sama-sama berdukanya. Selain ia sebagai suami yang ditinggalkan, ada juga Yong Pil yang kehilangan ibunya, ada Ko Mi Ja yang ditinggalkan sahabatnya. Mereka sama-sama berduka, tapi memprosesnya dengan cara berbeda. Mereka melanjutkan hidup bukan karena tidak bersedih, tapi mereka hanya mencoba untuk tetap kuat dan tegar menerima kehilangan.

Patah hati juga saat Yong Pil mengutarakan bahwa ia selama ini juga menderita, memendamnya dalam diam, karena menganggap ayahnya tidak peduli akan perasaannya, karena ayahnya hanya sibuk meratapi dukanya sendiri. Ini bisa jadi pelajaran untuk kita juga, untuk mengungkapkan saja apa yang kita rasakan. Mungkin seperti ayah Yong Pil, ada orang yang perlu disadarkan dengan diperlihatkan juga luka yang orang lain punya, mungkin ia akan paham jika tahu bahwa ia tidak berduka sendiri, bahwa kita bisa saja berduka bersama-sama, dan itu bisa menjadikan kita lebih kuat menerima kenyataan yang ada. 

  • Bangkit Setelah Terjatuh

Kejatuhan karir Sam Dal yang tiba-tiba sedikit banyak menyadarkan kita tentang kemungkinan kehilangan apa yang sudah susah payah dibangun dalam sekejap. Segala kerja keras yang diupayakan, runtuh karena kejadian yang tidak terduga. Ini cukup menyadarkan juga bagaimana sentimen negatif dan komentar publik bisa berdampak begitu besarnya. Jika tidak berhati-hati bisa jadi kita menjadi salah satu pengguna yang terbawa arus, ikut-ikutan meninggalkan komentar negatif pada orang lain, tanpa tahu kejadian sebenarnya. 

Namun yang lebih berkesan justru adalah bagaimana Sam Dal mengatasi hal tersebut. Ia melakukan apa yang bisa ia lakukan, ia menyanggah, walaupun tidak ada yang mendengarkan pembelaannya kala itu. Ia tetap mendatangi mantan asistennya tersebut. Hingga akhirnya pulang ke Jeju pun, ia tetap mencoba untuk bangkit kembali. 

Begitu juga dengan Yong Pil yang memutuskan untuk bekerja memperkirakan cuaca sejak insiden yang menimpa ibunya. Ia menjadi pegawai yang begitu cermat bekerja untuk melindungi orang-orang dikampungnya. Meskipun sering datang kesempatan untuknya melebarkan sayap karir, ia terus menolak karena ada hal lain yang ia perjuangkan. Selain itu, kegemarannya bernyanyi juga tetap disalurkan dalam berbagai acara masyarakat. Mungkin banyak yang menyayangkan keputusan Yong Pil karena menolak kesempatan keluar kampung, tapi sebenarnya jika kita tahu apa yang benar-benar kita inginkan dan bisa menikmati apa yang kita kerjakan, tidak masalah, tidak peduli bagaimana orang lain memandangnya.

  • Orang-orangku

Pada akhirnya, ini juga kisah tentang orang-orang yang telah berjasa dalam hidup kita. Bagaimana mereka telah membantu kita menapaki kehidupan yang tidak selalu mulus ini, bagaimana mereka bersedia repot-repot membantu kita menghadapi permasalahan. Adegan yang cukup mengharukan saat warga desa ikut pusing berdiskusi dan bekerja sama untuk membantu Sam Dal menghadapi wartawan yang sampai ke Samdal-Ri. Termasuk para sahabat yang meskipun sebelumnya delapan tahun tidak berhubungan, tapi tetap kompak saling membantu. Hingga bagaimana ketiga kakak beradik ini bahkan Ha Yul yang masih belia mengkhawatirkan Ko Mi Ja. Ini memberi kita pesan bahwa kita tidak sendiri. Betapapun kuatnya kita dan kerasnya kita berusaha sendiri, kita tetaplah butuh bantuan. It takes a village to raise a dragon. 

Untuk hubungan orang tua dan anak, kita bisa berkaca pada hubungan Ha Yul dan ibunya Hae Dal, hubungan ibu Ko Mi Ja dan Sam Dal, serta hubungan Yong Pil dan ayahnya, Sang Tae. Bahwa anak akan tumbuh melihat bagaimana orang tuanya. Yong Pil menahan deritanya sendiri dan hidup untuk menjaga orang lain, karena ia melihat bahwa ayahnya juga berduka sendiri dan menahan diri untuk berbahagia. Sam Dal jadi ikut hidup dalam perasaan bersalah, karena ibunya hidup dalam penyesalan karena merasa bersalah atas kematian sahabatnya yang juga adalah ibu Yong Pil. Terakhir, Ha Yul yang bercita-cita ingin menjadi perenang karena ingin meneruskan impian ibunya yang pupus karena mengandung dirinya. Ia melihat selama ini ibunya terus menomorsatukan dirinya sehingga ia berbuat hal yang sama. Disadari atau tidak, anak akan meniru orang tuanya, maka hal terbaik yang bisa kita lakukan sebagai orang tua adalah berbahagia dengan diri sendiri dulu, karena kitalah yang paling tahu apa yang membuat kita bahagia. 

Sesuai dengan tema yang diangkat Sam Dal dalam pameran debutnya, ada orang-orang yang ada disekeliling kita, yang tetap ada tidak peduli bagaimana keadaan kita. Keterpurukan mungkin momen yang tidak menyenangkan, tapi disini kita bisa melihat siapa yang pergi meninggalkan dan siapa yang benar-benar hadir dan siap untuk kita repotkan. Mereka yang benar-benar percaya siapa kita sebenarnya. Mungkin perlu waktu yang tepat untuk kita menyadari bahwa kita begitu diberkati dengan hadirnya orang-orang ini.


Serial ini diakhiri dengan penutup yang memuaskan bagi hampir seluruh tokohnya, setidaknya memuaskan bagi kita yang menonton, karena alurnya mungkin sudah hampir bisa ditebak dan  masing-masing karakter tokohnya yang cukup masuk akal. Para tokohnya menjalani kehidupan yang lebih baik. Jadi ini memang cocok untuk mereka yang mencari tayangan tanpa rumit-rumit memikirkan jalan cerita, yang ingin visual indah, yang menghibur, tapi tetap ada makna. Tanpa ada adegan dengan tense tinggi dan konflik yang dramatis, serial ini memang layak ditonton di akhir pekan, dan dinikmati perlahan-lahan. Selamat menyaksikan!



Salam, Nasha

Bagaimana perjalanan mingu-minggu awal tahun ini? Berjalan sesuai yang kamu mau? Atau seperti aku, tiba-tiba muncul kejutan yang ada-ada saja? Tidak apa, sama seperti yang sudah lewat sebelumnya, kali ini kamu juga akan bertahan.

Mungkin kamu sempat bertanya-tanya, sedih, bingung, sempat berang juga, kenapa aku lagi sih? Bagaimana mungkin aku mendapat seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan yang terus bergaung dikepala, tapi tidak juga kamu temukan jawabannya. Mungkin karena memang tidak pernah ada jawaban, hanya perlu kamu terima dan lakukan.

Ingat kan, kalau kita hanya diminta berjalan bukan sampai di tujuan? Berusaha saja, hasilnya tinggal serahkan? Mungkin kejutan-kejutan tidak mengenakkan itu datang bukan untuk kamu selesaikan, hanya untuk kamu kerjakan. Menguji sejauh mana kamu akan bertahan. Sejauh mana kamu akan tetap melakukan hal-hal benar, meskipun ternyata hasilnya tidak sesuai dugaan. Iya, kadang terasa menyesakkan, bagaimana hasil terasa mengkhianati usaha. Tapi tidak, sekali-kali usahamu tidak akan sia-sia.

Tujuan yang sudah kamu tetapkan sejak lama atau baru kamu tahun ini kamu tetapkan, sudah tergambar rapi dikepala bahkan juga buku agenda. Tampaknya ini menjadi waktu yang tepat untuk melihat-lihat ke belakang dan ke depan. Kadang membuatmu terharu dengan apa yang sudah ada di tangan, meski lebih seringnya membuatmu ingin berlari lebih kencang, sesegera mungkin meraih apa yang masih jadi angan.

Dalam pelarian itu, mungkin pernah terbersit pertanyaan bagimu, kenapa masih belum sampai juga? kenapa lama sekali harus aku berlari. Sentakan yang menurunkan semangatmu. Namun, kamu teringat pada orang-orang yang ingin kamu bahagiakan, kamu jadi bersemangat lagi. Tak lama, datang kendala yang menyirnakan semangat itu. Lalu kamu teringat lagi kemungkinan indahnya tempat sesampainya disana, jadinya kamu bersemangat lagi. Begitu naik turun terjadi biasanya. Tidak apa, naik turun hasratmu itu tidak berarti apa-apa, selain bahwa kamu hanya manusia biasa. Makhluk yang diciptakan dan diminta terus bersabar dalam upaya. Bertahanlah, jika tidak kuat kamu berlari, cobalah berjalan. Jika berjalan juga terlalu melelahkan, istirahatlah barang sebentar. 

Sembari berjeda, coba lihat kiri dan kanan. Bukankah tempat yang saat ini kamu huni, adalah apa yang dulu pernah ada dalam mimpi? Bawaan yang kini menyertai, pernah ada dalam daftar yang kamu ingini. Tidak terasa, namun kamu sedang menjalani impian yang dirimu dulu pernah dambakan.

Sebelum kamu lanjut berlari, izinkan aku mengingatkan bahwa untuk sampai ke garis tujuan tidak hanya butuh lari yang kencang, tapi ada sejumlah faktor penentu lainnya. Bisa jadi asupan makanan, sorak sorai penonton yang menguatkan, sepatu, jalanan, juga cuaca. Ada yang bisa kamu ukur, separuh lainnya tidak. Banyak perkara yang tidak bisa kamu kendalikan rupanya. Tidak apa, terus bergerak saja, buat dirimu bangga dengan mengerahkan seluruh upaya. Urusan sudah sampai atau belum, itu bukan bagian dari rencana kerja. 

Teruslah melihat pada titik yang memang kamu inginkan. Titik yang kamu sendiri tentukan, bukan titik yang berbondong orang mengejar. Kamu yang tau mengapa kamu ke sana, kamu yang tahu itu ada di mana, hanya kamu yang tahu dan mengerti. Teruslah berlari. Lanjutkanlah apa yang kamu usahakan. Asal tidak lupa kamu perhatikan diri, tidak lupa apresiasi setiap hari bahwa kamu sudah bergerak dengan seluruh energi. Ingatlah, bahwa ada seorang teman yang mendoakanmu dari kejauhan, semoga kamu bisa menemukan kegembiraan dalam setiap keadaan, dan semoga kamu bisa tetap berbahagia dalam upayamu mencapai tujuan. 


Dari aku, yang hingga kini masih mengais serpihan bahagia


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ▼  2025 (26)
    • ▼  Agustus 2025 (1)
      • 80 Tahun Indonesia, Inilah yang Tampak di Mata War...
    • ►  Juni 2025 (1)
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ►  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ►  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Trending Articles

  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes