• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Sejak masih dirumah sakit, setelah proses melahirkan aku ceritain disini ya dr.Enny udah ngasih PR sebelum pulang agar bisa menyusui nyaman tanpa kesakitan. Begitu juga dengan dokter anaknya dan para bidan. Setiap hari bolak balik menanyakan perihal menyusui ini.


Meskipun gak langsung ‘kelihatan’ keluar, tp dari kondisi bayi dan penurunan BB lahir yg cuma 5%, maka proses menyusui dianggap lancar. Dan karena ini anak kedua, sayapun jg lebih yakin dan merasa mampu. Tidak pernah terbayang akan ada masalah menyusui ini. Saya menikmati proses menyusui sebagai ibu anak dua baru ini. Bulan pertama kenaikan BB luar biasa. Guna2 tidak seperti anak usia 1 bulan pada umumnya, apalagi BB lahirnya juga diatas rata-rata. Wah, bahagia sekali ibu rasanya.


sumber gambar Pixabay

Sampai pada malam itu, dini hari sekitar pukul dua, ia terbangun dari tidurnya. Refleks saya tentu menyusui. Tapi ia menolak. Saya gendong beragam posisi, ia masih menangis kencang sekali. Akhirnya ia tertidur lelah di tangan ayahnya. Saya sangat takut. Saya takut pada anak saya sendiri. Saya takut dengan tangisannya. Jeritan tangisnya merobek hati saya.


Hari selanjutnya, masih sama. Ia bisa tiba-tiba menangis kencang, tidak mau tidur, menolak menyusu, diubah posisi gendong juga tak mempan, cek suhu pakaian juga tak pengaruh. Ia hanya menangis kencang. Hingga terdiam dengan sendirinya karena ketiduran. Itu terjadi bisa 1-2x sehari dan berlangsung selama beberapa hari, sampai saya mulai mencari pertolongan ke luar.


Kemana? Google

:)

Kemana lagi seorang ibu-ibu abad 21 berkelana kalau bukan di Google?

Keyword yang pertama saya coba adalah anak tidak mau tidur. Karena saat itu, ia menangis di tengah-tengah tidur. Dan tidak selalu menolak menyusu. Jadi saat itu saya mempertanyakan kenapa tidurnya. Saya pun mendapati banyak sekali penyebab. Ntah kondisi badan, kondisi luar, ketidaknyamanan setelah keluar dari rahim, serta tidak kenyang. Nah, disitu saya mukai sadar, oh iya beberapa hari belakangan juga ia menyusu sebentar-sebentar ya. Paling lima menit. Dan jaraknya juga lama. Badannya saat digendong kok juga terasa lebih enteng ya. Apa mungkin dia menangis karena kelaparan. Tapi kenapa disusui tidak mau. Lalu, saya mencari dengan kata kunci, anak menolak menyusu, dan berkenalanlah saya dengan istilah ‘nursing strike’ atau anak menolak menyusu.


sumber gambar Pixabay


Waw! Ternyata banyak sekali drama menyusui ini ya. Karena pada Guna1 tidak ada masalah menyusuinya, saya benar-benar tercengang dengan segala kondisi dan masalah saat menyusui ini.

Dari pencarian saya tentang nursing strike itu, saya dapati penyebabnya bisa setidaknya kita bagi jadi dua hal yakni faktor fisik dan faktor psikologi.

Faktor fisik ini biasanya karena anak sedang sakit, ntah badannya terasa tidak nyaman dengan posisi tertentu, ntah sedang flu, dsb. 

Nah kalau faktor psikis ini jauh lebih beragam, namun berkaitan dengan psikologi anak. Ntah dia merasa takut, tidak nyaman, sedang kesal, stress, atau ntahlah apapun hanya Tuhan yang mengerti :’)


Dan NS karena psikis ini biasanya berlangsung lebih lama dari faktor fisik. Duh.


Apa saja yg bisa bikin anak tidak nyaman ini juga ternyata ada banyaak sekali. Bisa hanya karena ibu berganti pengharum sehingga anak merasa asing, bisa karena perubahan lingkungan seperti pindah rumah, adanya penghuni baru, ataupun pergantian pengasuh mereka, atau yg kelihatan sangat sepele seperti kecenderungan arah menggendong. Dari banyak hal yang saya baca itu, solusinya ya kira-kira begini, temui penyebab, atasi masalah, dan anakpun menyusu kembali seperti sedia kali. Iyah, simpel gitu aja.


Tapi perjalanan saya menemui penyebab dan mengatasinya jauh dari kata simpel, wahai ayahibu sekalian. Ya namanya juga hidup, praktik sama teori bisa bagai langit dan bumi gitu..


Di proses inilah saya mengalami yang namanya jungkir balik menyusui karena saya secara harfiah memang jungkir balik untuk memposisikan diri agar ia menyusu. Karena pada awalnya ia hanya menyusu dalam keadaan mengantuk dan dalam posisi tidur. 


Jadi saya berjaga di sekitar dia, saat dia kelihatan akan bangun saya langsung menyodorkan payudara agar ia langsung menyusu. Karena kalau sudah bangun, kepalanya tegak dengan mata terbuka, ya sudah ia tidak akan mau lagi menyusu. Hilang kesempatan untuk menyusuinya saat itu. Tunggu lagi saat ia mengantuk, setengah teler berikutnya. Tentunya dengan tahapan rewel-rewel mengantuk, gendong, menyusu (sebentar), gendong lg, baru tertidur :’)


Berhari-hari seperti itu? Rasanya? Wah.. kalau tidak punya harapan, dan keyakinan, mungkin bisa disebut frustasi.


Ibu sih gitu aja usahanya!


Wah, saya konsul laktasi juga loh. Sarannya? Terus susui :’)

Karena intinya ya itu. Lalu, perhatikan pelekatan (yg saya rasa sudah sesuai, apalagi ini anak kedua)

Tapi konselor juga mengingatkan, ada faktor lain yg tidak tampak tapi sangat berpengaruh. Iya, faktor psikologi. Emosi. Emosi anak. Emosi ibu. Bersatu padu menjadi satu. Ibu tertekan? Anak tau. Ibu stress? Anak merasakan. Ibu tidak nyaman? Apalagi anak. Masih jetlag loh ini. Baru mendarat dari alam rahim ke dunia yg begitu luas, terang, berisik, dan mengejutkan ini :”


Imunisasi ke dokter anak. Loh, kenaikan BB nya kok cuma segini. Lalu, karena melihat Guna2 baik-baik saja, cerah ceria tidak tampak terjadi apa-apa, DSA nya pun berkesimpulan anaknya baik-baik saja, sehat, berarti ada masalah di ibu-nya, jd beliau menganggap saya kurang makan. Faktornya di ibunya nih. Bukan bawaan anak. Toh, bulan pertamanya sukses.

Ok, jd tugas ibu berikutnya ganti pola makan alias makan banyak kalori. Hewani dulu baru nabati. Lauk dulu baru sayuran. Tambah tuh nasinya. Sering-seringlah makannya. Ibu yg biasa makan cuma 2x mesti jadi 4x. Ketemu nasi lagi nasi lagi. Oh, hello you again. Gapapah, demi kamu mah. Tiap kesempatan makan ya makan. Padahal nemu jeda aja udah sulit :’) Kan kita punya anak sudah dua, lagi manja-manjanya pula. Iya gapapa :’)


Nah, udah kelar dong!

Belum ya, sabar lagi :’)


sumber gambar Pixabay


Hari-hari awal selalu terasa berat. Sepertinya tidak ada hari tanpa air mata. Tidak sanggup. Sungguh. Rasanya ingin menyerah menyusui, menyerah menunaikan kewajiban memberikan ASI. Ingin mengalihkan tanggung jawab. Namun ‘syukurnya’ saya bukan orang yg pemberani, mengambil keputusan dan segera bertindak. ‘Syukurnya’. Saya hanya meratapi, sambil tetap berupaya.

Saya sangat ingat saat itu, di malam idul adha saya tertunduk sembari menggendong Guna2. Segala pikiran buruk berkelabat. Segala emosi memuncah. Akhirnya dengan segala yg saya miliki, saya memohon. Menangis memohon mengungkapkan ketidakberdayaan. Ya Allah, sungguh saya tidak sanggup.


Setelah itu, ntah keadaan yg memang berubah atau hati saya yg membaik, semua terasa lebih mudah, lebih lancar. Guna2 masih belum mau menyusu seperti sebeumnya, tapi berangsur lebih baik. Ia mau menyusu dengan posisi-posisi tertentu dalam mood yg baik. Saya pun sedikit lebih bisa memahami apa yg ia inginkan, bagaimana ia mau menyusu. Meskipun masih pada posisi tidur, setidaknya tidak harus dalam keadaan sangat mengantuk. Setidaknya, tidak ada lagi jeritan menangis yang diasumsikan karena ia kelaparan itu. 


Perlahan, saya coba menyusui dengan menggendongnya dalam posisi duduk sepeti saat ia bayi. Mau.


Perlahan, durasi menyusunya terus bertambah cukup lama hingga ia bisa tertidur saat menyusu. Bahkan pegal tangan yg saya rasakan karena menggendongnya sambil menyusui, adalah hal yg saya syukuri. Lelahnya kaki ikut menanggung berat badannya tidak pernah saya keluhkan.


Perlahan terasa ia sepeti bayi pada umumnya. Begitu perlahan. Berproses. Berubah sedikit demi sedikit. 


And it takes months. Iya, perlahan yang saya maksud itu hitungan bulan :’)



Baca Juga: Menyapih Minim Drama: How to & Tips Menyapih dengan Cinta

Baca Juga: Dukungan untuk Perempuan Pasca Persalinan, dari Birthcare Center di Netflix



Salam, Nasha

Setelah mereview kembali perjalanan tiga tahun pernikahan ini, ternyata saya masih punya banyak. Dan yg terbesar adalah komunikasi 😅 still..

Untuk memperjelasnya, supaya gak lupa, PR atau bisa disebut janji ke diri sendiri, antara lain:


Saya akan menangkap apa maksud suami sesuai dengan apa yg dia ucapkan. Tanpa dilebih-lebihkan. Jika ia berkata A ya maksudnya memang hanya A, bukan ABCDE seperti dalam pikiran yang mengelana kemana-mana ini 😂


Kalau saya pengen ngobrol sama suami, mau dia fokus sama saya, saya hanya akan bilang, dengarkan. Kalau saya perlu dia menanggapi, I’m just gonna say it. What do you think. I’m asking you. Tanpa perlu mikir macem-macem ntah topiknya yang salah apa suami yang salah dan segala pikiran buruk berlebihan lainnya 😅🙏🏻


Saat suami lagi asik sendiri ntah dengan handphonenya atau pertandingan bolanya (hm 😌) dan saya ingin ditemani, saya hanya akan memanggilnya. Tanpa perlu misuh-misuh 😂 

Ngomong langsung kaya gini jauh lebih efektif daripada kode-kode gak jelas yang sangat jarang ditangkap suami, yang ujung-ujungnya malah menyiksa saya sendiri dan membingungkan suami “lah, ni orang kenapa lagi” 😩


Saya gak bakal berharap tiba-tiba suami kasih kado atau hadiah, karena dia bukan tipe orang yang demikian. Dan setelah dipikir-pikir, sebagai orang yg punya keinginan detail, kalau dikadoin kayanya saya juga gak bakal puas. Ada aja kurangnya. Kok barang ini. Kok warna ini. Kok model ini. Wes, sudah minta duit langsung beli sendiri saja 😆


Setiap orang punya waktu dan cara terbaiknya masing-masing. Begitu juga dengan suami yang kalau dibilang suka jawabin ‘iya nanti’ 🤪 Pun setelah dia selesai dengan pekerjaan rumah tangga tersebut, saya hanya harus percaya pada apa yang ia lakukan. Tanpa ngomel-ngomel “kok gini, kok gitu” 🤪


Serta saat saya pingin sesuatu, saya hanya akan bilang. Either I get it by myself or by him. Gak perlu gak enakan. Gak perku mikir kemana-mana. Eh tar responnya gimana ya. Eh gapapa nih ngomong gini, ntar dia mikir apa ya. Ngomong aja dulu. Keragu-raguan saya kayanya kok malah merepotkan. Meskipun saya emang kalau mikir dan mau mutusin sesuatu tu ya ntah kenapa lamaaaaa 😂


Karena saya mengakui bahwa saya bukan orang yg mudah terpuaskan dengan ‘apa adanya’ jd ya saya memang sedikit sulit dihadapi 😅 Sedangkan dia tipe yang apa adanya dan gak banyak ‘cincong’ 🤗

Dan yg membuatnya semakin sulit adalah karena saya tidak berbagi, masih sibuk dengan sendiri, dan berbelit-belit untuk hanya terbuka apa adanya 😅


Akhirnya, melihat kembali perjalanan pernikahan ini, berbagi hidup, memiliki tanggung jawab tak henti sebagai orang tua, perubahan peran, cukup membuat saya kewalahan ternyata. Namun, di titik ini pula saya mendapat kesempatan untuk menyelami diri sendiri. Tidak lagi kabur tapi berhadapan langsung. Ya, kadang saya juga berpikir persoalannya kebanyakan tentang diri saya sendiri.


And it’s a relief though to have someone who stay by my side. To just hug me whenever I feel overwhelmed, disappointed, unsatisfied, sad, or anything that may come. To listen to whatever I said, no matter how trivial it may sounded. To have a partner in this mission of life. Accomplishing it one by one, climbing level step by step. And of course to love and to be loved.


Begitu juga dengan suami. Ia memiliki perjalanan hidupnya sendiri, sebelum kemudian menjadi satu dalam pernikahan ini. Kadang saya lupa dan hanya fokus pada diri sendiri. Bagaimana yang ia rasakan, apa yang ia harapkan, bagaimana gambarannya tentang kehidupan mendatang, dst. Untuk itu, saya harus mulai melihat lebih luas, mengganti paradigma sendiri, dan belajar lebih memahami.




Well, last, my wish is may our journey of marriage will full of blessings. Despite of our differences, I believe that our love will grow stronger.


Love you, as always, Nasha



Bahasa Cinta My Mister


Drama My Mister diperankan oleh Lee Sun Kyun yg memerankan Park Dong Hoon dan Lee Ji Eun (IU) yg memerankan Lee Ji An sebagai tokoh utama. Kedua orang ini diceritakan memiliki masalah kehidupan masing-masing dan sama-sama merasa tidak semangat dengan hidup yg mereka jalani. Semangat aja nggak, apalagi bahagia.


Tapi pada ulasan drama kali ini, saya tidak akan membahas bagaimana ceritanya atau bagaimana nilai yg bisa kita ambil dr drama ini, tapi saya ingin membahas hubungan personal dr tokoh-tokoh yg menurut saya cukup menarik.


1. Park Dong Hun dan Lee Ji An


Hubungan yang berawal dr hubungan atasan dan bawahan. Kedekatan mereka dimulai dari Ji An yg memergoki Dong Hun menerima uang suap. Lalu, Ji An yang awalnya ingin menjatuhkan Dong Hun demi uang, justru kemudian prihatin setelah mengikuti jalan hidupnya melalui telepon yang ia sadap. Dong Hun lun mulai melihat Ji An secara berbeda, saat mengetahui bahwa ia mengasuh neneknya seorang diri.


Perasaan yg diawali dengan keprihatinan ini beralih ke saling peduli, saling mengasihani, dan kemudian saling menolong. Bahkan disaat ‘tergelap’ dalam hidup pun, kita bisa menolong orang, membuat hidup mereka sedikit lebih baik.


Disini juga terang bahwa tidak semua hubungan antara laki-laki dan perempuan harus diromantisasi. Kita bisa saja saling menyayangi, saling peduli, tanpa embel-embel hubungan istimewa. Toh, kita sama-sama makhluk Tuhan.




2. Park Dong Hun dan kedua saudaranya


Sbg anak tengah Dong Hun memang jauuh lebih pendiam dr kedua saudaranya, Sang Hoon dan Ki Hoon. Bahkan ia jarang mengungkapkan apa yg ia rasa. Tidak pernah meminta dan tidak mengeluh. Namun, kekompakan dan eratnya hubungan mereka sangat mengharukan. Mereka menemukan sahabat dalam persaudaraan ini, yang mana cukup jarang terjadi 😅


Yang paling membekas adalah bagaimana Ki Hoon sangat marah sampai menangis dan bagaimana Sang Hoon merasa bersalah saat mereka mendapati Dong Hoon diselingkuhi.


Meskipun awalnya saya cukup sebal dengan tingah ‘bocah’ bapak-bapak ini (termasuk klub sepakbola pagi), tapi keakraban dan kepedulian mereka patut diapresiasi.


3. Park Dong Hun dan istri, Yoon Hee


Hubungan kedua orang ini memang digambarkan ‘dingin’ dari awal. Istrinya yang sibuk sebagai pengacara sering pulang malam. Dong Hoon yang memilih bersama saudara dan teman-temannya ketimbang dirumah sepulang kantor.


Sampai diketahui ternyata Yong Hee sang istri berselingkuh, dengan atasan Dong Hun yang merupakan teman kuliah mereka dulu, Joon Young. 

Namun, yang mengharukan bagi saya disini adalah meskipun Dong Hun merasa sangat hancur, ia tetap ingin melindungi istrinya. Dengan cinta yang ia miliki, ia meminta pada Joon Young untuk mengakhiri hubungan mereka dan tidak membocorkan kepada Yong Hee bahwa Dong Hun mengetahui perselingkuhan itu.


Alasan yang ia kemukakan untuk keputusan itu cukup membuat saya merinding. Bagiamanpun ia sangat hancur dan marah pada istrinya, ia tetap membuktikan kasihnya.


4. Lee Ji An dan Nenek, Lee Bong Ae




Awalnya memang terlihat merepotkan karena neneknya tidak bisa apa-apa dalam keadaan lumpuhnya dan langkah Ji An pun menjadi terhambat dengan adanya neneknya. Namun, seiring dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi, kita jadi paham mengapa Ji An sangat menjaga dan memprioritaskan neneknya.


Dan kita pun memahami bagaimana orang yang dalam kesulitan pun bisa saja menolong orang lain. Sesama manusia kita saling membutuhkan. Mereka ada satu sama lain sebagai alasan memperjuangkan hidup masing-masing.


Dan semua hubungan dalam kisah ini menghangatkan hati, membuat saya tersenyum. Bagaimana seseorang mampu menyentuh hati orang lain dengan tindakan sederhana. Dan mengubah hati bahkan hidup orang itu dengan berbagi kebaikan, meski hidupnya sendiri terlihat ‘tidak baik’. Menjadi manusia, ada untuk saling mengisi, mengasihi.




Salam, Nasha

Setelah sepuluh hari melewati HPL, pagi itu ada flek yang muncul. Masih normal. Siang dan sorenya, muncul lagi, kali ini ada sedikit bercak darah. Saya juga mulai merasakan sakit-sakit perut. Tapi rasanya masih belum intens, dan jaraknya masih jauh.

"Kalau terasa mules setiap 10 menit selama sekitar 30 detik, berarti masih pembukaan awal. Tetap tenang."
"Kalau rasa mules, kontraksinya maju jadi setiap 7 menit, lalu 5 menit selama sekitar 40 detik, itu bukaan 3 atau 4. Nah, ini siap-siap langsung ke RS."

Kira-kira seperti itu kalimat dr. Enny tentang persiapan melahirkan dan instruksi ke RS. Karena belum ditahap itu, jadi saya masih beraktifitas seperti biasa. Melanjutkan kegiatan sampai malam, makan malam dan bersiap tidur. Mungkin besok pagi saya akan ke RS.

Tapii..
Sekitar pukul 10 malam, rasa sakitnya mulai semakin 'mengganggu'. Saya coba bawa tidur, kok susah. Sampai pukul 11, rasa sakit perut mulesnya mulai beraturan. Karena sudah melihat saya kesakitan, suami menyarankan agar kami ke RS malam itu. Tapi, saya masih menolak. Biarlah bukaan awal-awal di rumah saja, mendekati lahiran baru ke RS, pikir saya waktu itu. Akhirnya, setelah dirasa tidak tahan lagi, jam 12 malam kami berangkat ke RS JIH. Hanya saya dan suami.

Sesampainya di JIH, saya pun diperiksa oleh bidan jaga saat itu, dan dikonfirmasi saya sudah bukaan 1. Loh, masih bukaan 1 ya? Kok rasanya udah sakit banget? Batin saya. Kemudian, saya menjalani beberapa pemeriksaan. NST untuk mengetahui kontraksi, gerak bayi, dan detak jantungnya. Pengambilan sampel darah untuk beberapa pemeriksaan, termasuk Rapid Test Covid-19.
Bidan jaga pun menghubungi dr. Enny tentang status saya. dr. Enny meminta agar malam itu saya rawat inap sambil diobservasi. Setelah diberi infus, bidan pun meminta agar saya beristirahat dulu. Itu sekitar pukul 01.30 dini hari. Saat itu, kami beranggapan lahirannya mungkin pagi atau siang, jika semua lancar.

Sampai di kamar apakah saya istirahat? Ya lumayan badan bisa rebahan. Mata terpejam beberapa menit, sebelum kemudian kontraksi dan terbangun lagi. Begitu berulang-ulang. Meski pikiran akan tetap sibuk berkelana kemana-mana. Doa, doa, doa.

Sebenarnya istirahat ini penting, karena butuh banyak tenaga untuk proses lahiran nanti. Namun,  sekitar pukul 02.30 saya tidak bisa tenang. Posisi apapun, rasanya sangat sakit. Saya pun memanggil bidan jaga sekitar pukul 03.00. Saat dilakukan pemeriksaan, ternyata sudah bukaan 6. Wah, cepat sekali! Saya pun segera dibawa ke ruang bersalin. Sampai disana diperiksa lagi, sudah bukaan 8. Saya dalam kondisi antara sadar dan tidak atas apa yang dilakukan dan dikatakan para bidan. Pertanyaan mereka pun, hampir semua suami yang menjawab. Instruksi pun perlu diulang agar saya paham.

Sampai akhirnya dr. Enny tiba. Saya sudah dipasangi oksigen, dan dalam kondisi boleh mengedan saat terasa kontraksi. Katanya, itu sudah bukaan lengkap saya. Jadi ya, saya hanya perlu mengedan untuk melahirkan..

Tidak tau berapa kali mengedan. Tidak jelas berapa teriakan. Tidak peduli berapa kali jahitan. Yang jelas, sebelum mendengar adzan subuh hari itu, saya mendengar teriakan seorang bayi, sangat keras, memecah keheningan pagi. Saat orang lain terbangun dan menunaikan sholat subuh, saya sudah mendekap seorang bayi laki-laki dengan berat melebihi 4kg dan panjang melebihi 50cm.



Seluruh rasa yang saya alami beberapa jam kebelakang, rasanya sirna dan terjadi sudah sangat lama, seperti tahunan yang lalu. Katanya memang seperti itu 'kenikmatan' proses persalinan.

Alhamdulillaahhirabbilalamin..

Point-point yang perlu diperhatikan dari pengalaman saya ini antara lain tentang:

dr. Enny S. Pamuji
dr. Enny memang dikenal sangat detail dan tegas dari berbagai review yang pernah saya baca. Bagi saya, beliau adalah tipe orang yang totalitas dan profesional. Karena itu, beliau memeriksa keseluruhan secara detail dan 'nyinyir' kepada pasiennya. Terbukti dari durasi kontrol bisa rata-rata 20 menit dan adanya catatan ataupun PR dari tiap konsul. Bahkan setelah melahirkan pun, saya diberi PR untuk buang air kecil dulu sebelum ke kamar, dan harus bisa menyusui tanpa terasa sakit sebelum diperbolehkan pulang. Saya juga suka dengan kemampuan dr. Enny menjelaskan kepada pasiennya. Rasanya seperti guru dan murid, guru yang benar-benar peduli dengan muridnya, dipastikan agar kita mengerti dan menjalankan seperti seharusnya. Untuk tipe pasien yang pasif, jangan khawatir, karena beliau akan menjelaskan semua secara rinci tanpa perlu kita tanya.

RS JIH (Jogja International Hospital)
Ini RS pertama yang saya masuki saat berada di Jogja, dan tentunya langsung jatuh cinta. Fasilitas dan pelayanan memuaskan. Biaya memang lebih tinggi namun tidak jauh berbeda dari RS lain. Sangat sebanding dengan apa yang didapatkan. Untuk melahirkan, pintu masuk ibu dan anak dipisahkan dengan pintu masuk umum, yakni dari Lobby Timur, yang tentunya juga buka 24 jam. JIH juga menyediakan paket-paket persalinan normal, mulai dari kelas 3 sampai VVIP. Tapi dalam masa pandemi ini, ruang untuk kelas 2 dan kelas 3 ditiadakan. Kelas 1 dengan 2 pasien dalam 1 kamar. Kelas VIP dst, masing-masing 1 pasien di 1 kamar. Di luar ekspektasi, makanan pasiennya ternyata juga lezat dengan menu bervariasi.

Pandemi Covid-19
Melahirkan pada masa ini tentu memiliki tantangan berbeda. Kemana-mana mesti pakai masker. Bahkan saat melahirkan, saya mesti pakai masker dan face shield. Syukurnya pakai oksigen, jadi terasa lebih lega. Kebijakan masing-masing RS tentunya berbeda, tapi umumnya tidak boleh ada kunjungan. Di JIH, proses bersalin hanya boleh ditemani 1 orang, dan pasien hanya boleh ditunggui maksimal 2 orang. Hal yang paling perlu dipraktikkan tentunya tetap jaga jarak, memakai masker, dan sering mencuci tangan.



Melahirkan adalah proses alamiah. Tubuh kita sudah dibekali dengan kemampuan itu. Semua makhluk mamalia pun begitu. Sudah sejak dulu. Jadi, buang segala pemikiran dan perasaan tidak bisa, tidak mungkin, tidak sanggup. Singkirkan pertanyaan, bagaimana bisa, bagaimana mungkin, karena tidak ada yang tidak mungkin dengan Allah yang menentukan.

Segala upaya yang katanya memudahkan persalinan, akan membedakan di rasa sakit dan prosesnya.  Segala makanan yang katanya melancarkan persalinan, akan membedakan di kondisi badan dan nutrisi bayi, bukan mengubah dari tidak bisa menjadi bisa. Kita semua bisa. Tanggalnya sudah ada. Dan keyakinan ini yang paling kita butuhkan saat persalinan. Begitu juga dengan proses meyusui nantinya.

Namun, bukan berarti semua persalinan harus berjalan normal. Karena memang ada kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan, dan berkat perkembangan ilmu dan atas izin Allah, kondisi-kondisi tersebut bisa diatasi. Dan dokter atau tenaga medis lainnya, dengan ilmu yang Allah titipkan pada mereka, yang mampu memberi analisa dan saran atas permasalahan yang kita hadapi.

Jadi, dengan keyakinan alamiah itu, semoga memberi kita kekuatan untuk menjalani apa yang telah Allah berikan. Keyakinan itulah yang menguatkan saya setiap hari pada tanggal-tanggal mendekati dan melewati HPL. Yang penting, terus berusaha dan tidak berhenti berdoa.

Salam, Nasha.
"Loh mbak, belum lahiran ya?"
"Udah lahiran beluum?"

Kira-kira pertanyaan seperti itu yang hampir setiap hari saya dapatkan. Ntah secara obrolan langsung atau dari pesan singkat di ponsel. Awalnya sih santai dan berusaha gak mikirin, ntar kalau udah waktunya juga bakal keluar sendiri ini bayi, batin saya. Tapi lama-lama ya kepikiran juga. Duh, kok belum keluar juga ya? Mesti ikhtiar gimana lagi ya? Kadang bahkan di tengah usaha induksi alami itu, malah ada keluhan dan pertanyaan ke Tuhan, Ya Allah kenapa belum Ya Allah? Padahal dalam doa rutin setelah sholat, selalu mintanya sehat selamat dan di waktu terbaik menurut Allah aja. Tapi ya gitu, manusia -,-"



Di kehamilan pertama sebenarnya saya juga lahiran lewat dari HPL (Hari Perkiraan Lahir), berdasarkan perhitungan dengan metode HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir). Jadi, harusnya saya bisa lebih santai di kehamilan kedua ini. Apalagi saya tetap rutin kontrol ke dokter kandungan, dan dari keterangan dokter semua dalam kondisi normal. Juga ada beberapa saran induksi alami yang saya upayakan.

Jadi ya, sebisa mungkin dinikmati aja. Ada perasaan-perasaan negatif ya dinikmati juga. Kadang bisa hilang dengan tarik nafas dalam-dalam, kadang dengan curhat ke suami, kadang dengan nangis, atau kadang dengan nge-gas ke orang yang nanya ^^"

Dalam hari-hari menuju HPL dan hari-hari setelah HPL itu, apa yang saya lakukan?
Tentunya, tetap rutin kontrol ke dokter kandungan sesuai saran dokternya. Kalau saya, awalnya dua minggu sekali sampai jadi seminggu sekali. Saat itu, saya konsul di RS JIH dengan dr. Enny S. Pamuji, Sp.OG. Karena dari awal saya udah cocok sama dr. Enny ini, jadi saya lebih 'patuh' dengan semua sarannya. (mungkin nanti akan cerita pengalaman/ review konsul dengan dr. Enny ini)














Hal yang selalu diingatkan beliau sejak awal kehamilan bahkan sampai lewat HPL pun, adalah makan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.

Dan karena kondisi bayi sudah matang, yang artinya siap dilahirkan, saya disarankan untuk melakukan induksi alami, antara lain:
1. Pijat payudara
Disarankan setiap dua jam selama lima menit, dan ini yang paling disarankan. Karena resikonya rendah dan tingkat keberhasilannya tinggi. Pijatan ini bertujuan untuk menstimulasi hormon oksitosin yang akan memicu terjadinya kontraksi secara alami. Jadi tubuh akan bereaksi seolah-olah pada isapan bayi menyusui. Namun, metode ini tidak disarankan untuk ibu dengan kehamilan resiko tinggi. Jadi, tetap konsultasikan ke dokter kandungan masing-masing ya.

2. Berhubungan seksual
Saat berhubungan seksual, tubuh juga akan terdorong untuk melepaskan hormon oksitosin, hormon ini yang nantinya akan memicu kontraksi dan memulai persalinan. Selain itu, kandungan hormon prostaglandin pada sperma juga dapat membantu melenturkan serviks atau leher rahim. Tapi ini tidak diperbolehkan untuk bumil yang sudah pecah ketuban ya.

3. Jalan kaki
Jalan kaki merupakan saran yang paling banyak saya dengar saat kerabat tau saya sudah menjelang lahiran. Tapi, ini malah ada di urutan terakhir saran dari dokter kandungan saya. Ia hanya mengatakan, jalan kaki nboleh asalkan tidak sampai kelelahan. Dari artikel-artikel yang saya baca, dijelaskan bahwa jalan kaki tidak terbukti membantu melancarkan persalinan, namun jalan kaki akan membantu menguatkan otot kaki dan pinggul yang diperlukan untuk proses persalinan nantinya.

Nah, itu tiga hal utama yang disarankan oleh dokter kandungan saya. Selain itu, ada info beberapa cara induksi alami seperti senam hamil, gym ball, makan makanan pedas, herbal tertentu, dsb.

Lumayan jalan pagi bisa lihat yg begini ;)














Perlu diingat, induksi alami dilakukan jika kondisi bayi sudah siap dilahirkan, biasanya mulai dilakukan sejak usia kehamilan 36 minggu, dan dalam kondisi kehamilan normal. Masing-masing metode memiliki manfaat dan resiko masing-masing. Jadi, sangat penting untuk mengetahui secara keseluruhan bagaimana cara melakukan metode induksi tersebut, proses bekerjanya metode itu hingga dikatakan dapat membantu persalinan, dan bagaimana kondisi kehamilan kita masing-masing. Karena banyak informasi yang beredar yang sebenarnya belum dapat dibuktikan secara medis.

Saya sendiri melakukan seperti yang disarankan dokter kandungan saya. Selain itu, saya juga rutin berjalan kaki dengan tujuan untuk kebugaran tubuh dan penguatan otot. Lagi pula, jalan pagi lumayan untuk menghirup udara segar, pengaktifan reseptor vitamin D dalam tubuh, dan bisa sedikit melepaskan stres.

Selain itu, kondisi setiap ibu hamil tentu berbeda-beda. Sangat penting untuk memastikan kondisi ibu dan bayi dengan rutin kontrol ntah ke bidan ataupun ke dokter kandungan. Dan juga dengan pandangan dari mereka pun, kita memutuskan sesuatu. Saya juga bisa lebih santai, karena pada kontrol terakhir setelah HPL, dokter telah menginformasikan bagaimana kondisi saya. Kondisi tubuh bayi, air ketuban, tali pusar, detak jantung bayi, intensitas gerakan dan kontraksi, kondisi rahim saya, dsb. "Normal semua. Gapapa ini, belum waktunya lahir aja." ungkap dr. Enny hari itu.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh ibu hamil adalah untuk tetap gembira. Being happy is necessary. Its better to do nothing but happy than do everything but feel burdened. Hati yang gembira akan siap melakukan apa saja. Selain itu, secara medis pun, saat gembira tubuh akan terdorong memproduksi hormon endorfin yang diperlukan untuk persalinan. So, be happy ya bu! Terakhir, jangan lupa berserah hanya kepada Allah yang menentukan segala. Minta kelapangan, kekuatan, dan yang terbaik hanya dari-Nya. InsyaAllah semua akan indah pada waktunya!

Salam, Nasha
Selanjutnya, pembahasan akan lebih mendetail mengenai bagaimana praktik Montessori, berupa apa saja filosofi Montessori, bagaimana Montessori membagi area belajar anak serta material pada masing-masing area, hingga bagaimana memulai menyekolahkan anak.

Filosofi Montessori

Sebelum merumuskan filosofinya, Montessori menekankan bahwa anak bukanlah kertas kosong yang bisa diisi oleh orang tuanya. Mereka adalah seorang individu yang memiliki kendali atas dirinya. Tugas kita hanya menciptakan lingkungan yang mendukung mereka mencapai keoptimalan diri mereka. Berangkat dari pemahaman itulah, filosofi Montessori antara lain:

- Follow the Child
Perlu disadari bahwa filosofi ini bukan berarti mengikuti semua kehendak anak dan membiarkan ia melakukan apapun yang ia inginkan. Namun, melalui filosofi ini Montessori menekankan agar kita melihat dari sudut pandang anak dan menghargai mereka sebagai individu yang utuh, dengan perasaan dan prmikiran sendiri.
Untuk itu, yang perlu kita lakukan dimulai dengan mengobservasi anak. Apa yang mereka lakukan, mengapa mereka melakukannya, apa yang menarik minat mereka, dst, hingga kita benar-benar memahami anak tersebut, dan mengikutinya. Sampai sejauh mana kita harus mengikuti anak? Tentu saja dengan batasan norma kehidupan, sopan santun, serta aspek keamanan.



- Freedom with Limitation
Filosofi ini berkaitan dengan filosofi sebelumnya, yang bisa diartikan sebagai kebebasan terbatas. Singkatnya, anak dibebaskan untuk melakukan apa yang ingin ia lakukan selama itu tidak membahayakan dan kegiatannya tidak menentang norma-norma yang berlaku. Karena disini ditekankan bahwa apapun yang anak lakukan adalah pemenuhan kebutuhan dalam masa perkembangannya.
Lalu, apa yang perlu kita lakukan? Singkatnya, kita perlu membuat pagar aturan yang jelas membatasi kebebasan anak. Kemudian, dalam keseharian, anak perlu diberikan pilihan-pilihan agar ia merasa memegang kendali atas dirinya. Dorong ia melakukan sesuatu, dukung ia untuk berkembang sebebasnya. Dan hal yang penting untuk ditanamkan adalah bahwa kebebasan kita yang luas itu dibatasi oleh kebebasan orang lain yang juga sama luasnya.

- Respect the Child
Filosofi ini membuat kita berkaca pada diri kita sendiri. Karena perilaku anak adalah cerminan perilaku yang ia amati. Untuk dapat dihargai, kita perlu menghargai anak. Bagaimana melakukannya? Hal-hal sederhana yang dijabarkan penulis antara lain dengan cara mendengarkan anak dengan seksama, sejajarkan mata kita dengan mata mereka, dengarkan mereka dengan sungguh-sungguh untuk memahami bukan untuk menasehati, ciptakan lingkungan yang ramah anak, serta libatkan ia dalam diskusi sebelum beraktifitas. Hal-hal keseharian inilah yang bisa membantu anak untuk merasa bahwa keberadaannya diakui dan ia dihargai sebagai ‘seseorang’

Dari penjelasan penulis mengenai filosofi-filosofi montessori ini, saya mulai melihat perilaku anak secara berbeda. Saya melihat anak sebagai individu yang memiliki pikiran, perasaan, dan pendapat sendiri, sama seperti saya. Saya juga melihat apa yang ia lakukan adalah pemenuhan kebutuhannya. Ntah itu kebutuhan pemenuhan rasa ingin tau, kebutuhan proses kemampuan motoriknya, kebutuhan penyaluran energinya yang berlimpah, dsb. Sehingga, saat anak mulai membuat saya merasa kesal, saya mencoba menghela nafas dan mencoba memahami alasan dibalik perilakunya. Dengan demikian, saya bisa menjadi lebih tenang dan berpikiran jernih merespon tindakan anak. Dan, kalaupun mereka melakukan kesalahan, kecerobohan yang tidak disengaja, well, bukankah kita juga demikian?



Area Pengajaran Montessori

Pada bab ini, penulis akan lebih detail menjelaskan tentang material-material montessori pada masing-masing area. Tentang bagaimana konsep pengajaran dan pemahaman yang diharapkan, prosesnya, serta cara penggunaan material tertentu dalam area tersebut.

- Area Praktik Kehidupan Sehari-hari
Kegiatan-kegiatan pada area ini antara lain seperti menyendok, menuang, meronce, menjepit, mengulek, dsb. Kegiatan-kegiatan rumahan yang paling familiar dengan anak ini, tentunya yang paling menarik minat anak pada awalnya. Kegiatan yang sepertinya sepele namun ternyata memiliki banyak manfaat, antara lain memperpanjang rentang konsentrasi anak, melatih otot-ototnya terutama jari tangan, melatih sikap teratur, rapi, mandiri, bertanggung jawab, dll.
Kegiatan-kegiatan ini mungkin tampak sepele bagi kita karena kita sudah bisa dan terbiasa. Namun, jika kita lihat dari sisi anak. kegiatan-kegiatan ini adalah hal baru yang belum mereka kuasai. Tentu tugas kita adalah memberi mereka ruang untuk berproses dari belum bisa menjadi bisa kan?

- Area Sensoris
Pembelajaran pada area ini akan menstimulasi kelima indera anak, bukan sebatas indera penglihatan dan pendengaran yang kebanyakan diperhatikan. Disini, anak akan dilatih untuk meraba mempelajari tekstur, kemudian menciumi bau dengan mata tertutup untuk benar-benar melatih indera penciumannya, mempelajri suhu benda, bentuk benda. Dengan tujuan utama adalah untuk melatih indera anak secara keseluruhan dan menghidupkan kepekaannya. 

- Area Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Pada area ini anak belajar mengenai hal-hal nyata yang berada di sekitar anak secara konkret. Topik-topik tersebut antara lain pengenalan bumi dengan globe, anatomi tubuh, alur hidup hewan dan tumbuhan, dsb. Waw, terdengar berat ya untuk anak usia dini? Namun, di sini saya memahami penjelasan penulis mengenai alasan pembelajaran topik tersebut. Anak perlu belajar tentang hal konkret di sekitar mereka daripada hal-hal fantasi yang jelas tidak nyata. Pembelajaran pada area ini bertujuan agar anak dapat lebih peka terhadap lingkungan mereka, lebih peduli kepada alam, dan lebih memahami bahwa ia memiliki peran dalam semesta ini.

- Area Matematika
Perlu dipahami bahwa angka adalah simbol, dan matematika adalah kuantitas yang diwakili oleh simbol. Penulis menjelaskan bagaimana Montessori menjabarkan konsep perhitungan itu dengan material-materialnya yang mengikuti cara belajar dan kebutuhan anak. Diawali dengan sesuatu yang konkret dan diakhiri dengan sesuatu yang abstrak. Sehingga saat anak melihat simbol angka 2, mereka memahami bahwa angka 2 tersebut mewakili benda yang berjumlah dua, bukan sekedar simbol.

- Area Bahasa dan Literasi
Tujuan akhir pembelajaran pada area ini adalah kemampuan anak membaca juga menulis. Namun, yang menarik bagi saya adalah bagaimana Montessori tidak serta merta mengenalkan huruf pada anak dan mengajari anak mengeja membentuk kata. Pembelajaran untuk membaca melalui beberapa tahap antara lain pembelajaran komunikasi anak, ntah itu dengan berbicara, mendengarkan, ataupun bercerita. Karena poin awalnya adalah anak memahami makna kata. Untuk itu, hal ‘spele’ yang dapat kita lakukan adalah berkomunikasi dengan anak sesering mungkin, mengajak anak mengobservasi sekitarnya dengan kalimat yang detail. Setelah itu, baru anak dikenalkan dengan bentuk huruf.

Mempelajari area-area yang dikelompokkan oleh Montessori, kita menjadi sadar bahwa metode ini memang berbeda dengan metode konvensional. Hal-hal yang anak-anak pelajari disini tidak kita temui pada metode lain. Ntah kelihatannya secara umum pembelajarannya terlalu sederhana seperti pada area kehidupan sehari-hari atau terlalu rumit seperti pada area budaya dan ilmu pengetahuan. 

Dalam penutupnya, penulis mengingatkan kita untuk menjadi sebaik-baiknya teladan bagi anak. Karena anak adalah cerminan apa yang ia lihat. Ia juga menambahkan, bahwa hal yang tidak kalah penting adalah menanamkan batasan baik dan buruk pada anak. Serta, agar kita perlu menahan diri untuk terus menginterupsi proses belajar anak. Terakhir, penulis juga memberi beberapa tips dalam memilih sekolah usia dini, dan bagaimana mengawali sekolah pertama anak.



Saya juga bukan penganut metode montessori secara utuh, namun mempelajari metode ini, dan melihat bagaimana Montessori mencoba memahami anak, membuat saya belajar banyak. Mulai dari diri saya sendiri, bagaimana saya berperan sebagai orang tua, sebagai teladan yang akan dicontoh oleh anak, bagaimana anak merespon saya, bagaimana saya ingin diperlakukan, dan seterusnya. Saya pun melihat perilaku anak dengan pemahaman yang berbeda. Kegiatan membersamai anak menjadi kegiatan yang berbeda. Kegiatan yang sepertinya hanya ‘main-main’ bagi kita orang dewasa ternyata merupakan proses pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang anak yang akan membentuk individu anak nantinya.

Sebagai orang tua, mendidik anak bukanlah perkara yang mudah. Hal yang perlu kita pahami adalah apa yang kita ajarkan sekarang, ntah secara sengaja ataupun tidak sengaja, akan menentukan arah tumbuh dan membentuk kepribadian anak. Mempelajari beragam metode dari berbagai sumber adalah salah satu cara, bagi saya, untuk dapat memahami bagaimana cara terbaik untuk menghadapi anak. 

Salam, Nasha


Sebenarnya saya mengetahui tentang Montessori ini sudah cukup lama (bahkan sebelum memiliki anak), sejak hype sebagai dasar pembelajaran bagi anak-anak, namun belum terlalu memahami apa itu Montessori dan bagaimana ia tiba-tiba menjadi bahan pembicaraan para pendidik, pun orang tua. Mengagumkan, karena sejak munculnya Metode Montessori ini khususnya di Indonesia, banyak orang yang mulai menaruh perhatian lebih pada pola pendidikan, pola pengasuhan anak. Mulai dari pola di rumah atau kerennya parenting style hingga pemilihan sekolah dan output yang ditargetkan. Setuju atau tidak dengan metode ini, namun kehadirannya saya pikir cukup membawa perbaikan ke pola pikir kita sebagai manusia pada umumnya ataupun sebagai orang tua pada khususnya.



Nah, buku Jatuh Hati pada Montessori karya Vidya Dwina Paramita ini menjelaskan dengan cukup rinci mengenai Montessori namun dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami. Ntah memang untuk praktisi pendidikan anak, untuk orang tua yang ingin menerapkan konsep montessori, atau untuk mereka yang sekedar ingin tau dan menambah wawasan.

Siapa itu Maria Montessori?

Buku ini diawali dengan pengenalan tentang siapa itu Montessori, yang adalah seorang dokter perempuan pertama di Italia kelahiran 1870 dan meninggal pada 1952. Waw! Sudah setua itu ternyata. Pengalamannya dengan anak-anak dimulai saat ia ditugaskan untuk 'mendampingi' anak-anak di area pabrik bernama Cassa de Bambini. Karena mayoritas orang tua mereka adalah buruh pabrik, anak-anak ini tumbuh dengan sendirinya, yang kemudian dilabeli menjadi anak yang 'sulit diatur' . Di sini, Montessori mulai mengobservasi perilaku anak-anak dan mempelajari sebab serta bagaimana mereka bertingkah sehari-hari. Hal dasar yang ia pahami adalah anak-anak ini membutuhkan kegiatan yang tidak hanya sekedar menyalurkan energi mereka, namun juga bermanfaat, sehingga mereka merasa berharga. Dari sana, Montessori mendapat banyak sekali pemahaman yang kemudian melahirkan beragam konsep pendidikan anak yang kini kita kenal dengan Metode Montessori.

Dari latar belakang tersebut, sebenarnya kita bisa sedikit menyimpulkan bahwa Metode Montessori bukan tentang akademis. Ia lebih mengarah pada pemahaman kebutuhan anak-anak dan perilaku mereka sehari-hari. Dan bagaimana Montessori melihat anak-anak sebagai individu yang ia coba pahami, ia selami pemikirannya, ia tidak sekedar melabeli dan memberi tau sebagai orang dewasa. Ia mencoba memahami, hal yang terkadang sering kita lupakan.

6 Tahun Pertama Kehidupan

Pembahasan selanjutnya yang dibahas penulis mengenai Montessori adalah mengenai pentingnya enam tahun pertama kehidupan anak, sebagai pondasi di kehidupan masa mendatang, dimana mereka menyerap begitu banyak hal di sekitar mereka dengan menggunakan seluruh indera yang mereka miliki. Dan justru masa-masa ini yang terkadang sering terabaikan.

Anak-anak pada masa ini memiliki keingintahuan dan kepekaan yang sangat tinggi terhadap sekitar mereka, sehingga penting bagi kita untuk memberi mereka ruang yang aman untuk mengobservasi, bereksplorasi, dan menjadi teladan yang baik untuk ditiru. Karena mereka akan senang memperhatikan apa yang ada di sekitar mereka, mencari tau apa yang bisa mereka lakukan, serta meniru apa yang tampak bagi mereka dari kita. Sama seperti kita yang mendatangi suatu wilayah baru, bukankah kita ingin berkeliling memeriksa ada apa saja di sana?

Di samping itu, sebagai 'manusia baru' anak-anak juga membutuhkan rutinitas dan komunikasi yang jelas agar tidak merasa kebingungan atas apa yang terjadi dalam keseharian mereka. Mereka akan cenderung merasa aman saat merasa bisa memprediksi apa yang terjadi selanjutnya. Anak-anak pun akan merasa lebih dihargai saat mereka diajak berkomunikasi dan diberi kesempatan untuk memilih. Perasaan dihargai ini nantinya akan membawa citra positif dalam diri anak-anak.

Penemuan di Cassa de Bambini



Penulis juga membahas Montessori berdasarkan pengalamannya membersamai anak-anak di sekolah. Mulai dari membebaskan anak memilih material yang ia ingin mainkan, memiliki area sendiri, bersikap sopan dan menghargai hak anak lain, membereskan material yang telah selesai digunakan, dst. Apa yang dapat saya pelajari di sini antara lain mengenai bagaimana kegiatan yang berulang dan material yang disediakan membantu anak untuk belajar mengobservasi serta memahami bagaimana cara kerja suatu benda, bagaimana suasana yang tenang akan membantu anak berkonsentrasi yang akan membantu mereka menyelesaikan sesuatu sehingga menimbulkan citra diri positif, serta bagaimana anak sepatutnya sadar akan kebutuhan dirinya yang memunculkan kemandirian, kepedulian, dan disiplin diri.

Dari contoh-contoh kecil yang penulis jabarkan, saya belajar bahwa sebenarnya membersamai anak bukanlah hal yang rumit, namun juga tidak bisa disepelekan. Membaca buku ini membuat kita berguman, oh iya, benar juga ya. Bahkan penulis juga sedikit menyinggung perihal memberi pujian yang seperlunya. Pujian yang spesifik dan tidak bertele-tele. Serta bagaimana memberi hukuman, sebatas akibat logis dari hal 'tidak tepat' yang dilakukan anak.

Sejauh ini, apa yang berusaha penulis sampaikan adalah bagaimana kita seharusnya membersamai anak dengan pola pikir anak sebagai pusatnya. Kita harus sadar bahwa tujuan kita adalah si anak.  Kita tidak bisa melihat hanya dari sisi kita, seperti yang montessori lakukan, ia memahami dengan mencoba melihat dari sisi si anak. Jika kita telah memiliki dasar pemahaman demikian, apa yang akan kita lakukan kemudian akan berubah dan mudah-mudahan menjadi lebih baik.

Salam, Nasha
Waw! Masa iya?! KDrama lebih bagus daripada seri netflix?!

Memang series ini mengingatkan saya tentang drama di netflix yg cukup heboh, Marriage Story. Meskipun lebih dulu release, tapi saya justru menonton Go Back Couple belakangan. Kedua cerita ini diawali dengan adegan perceraian sepasang suami istri yang telah dikaruniai seorang anak. Namun, kenapa saya bisa mengklaim Go Back Couple lebih baik?

 

Go Back Couple memang tipikal drama korea, dengan beberapa adegan yang ‘terlalu kebetulan’. Tapi, saya masih menikmati, karena dikemas dengan manis. Dan cukup membuat penonton senyum-senyum sendiri. Sedangkan, Marriage Story disajikan dengan cerita dan adegan keseharian yang nyata dan didukung pemain dengan kemampuan acting luar biasa.

Namun, perjalanan menonton Go Back Couple membuat saya memetik banyak sekali pelajaran, ntah tentang kehidupan secara luas ataupun tentang pernikahan secara khusus. Kesan yang ditinggalkan setelah menonton Go Back Couple ini jauh lebih membekas bagi saya, dan membuat saya berpikir lebih dalam dari sisi lain mengenai apa yang saya lihat di kehidupan nyata.

Pasangan Ma Jin Joo dan Choi Ban Do bertemu pertama kali pada kencan buta saat mereka sama-sama menjadi mahasiswa baru. Mereka saling tertarik dan sangat jatuh cinta pada awalnya hingga memutuskan untuk menikah. Cara mereka memperlakukan satu sama lain benar-benar menunjukkan rasa cinta mereka, yang khas anak muda apa adanya. Bahkan saya ingat adegan saat Ban Do yang masih mahasiswa ditanyai oleh ayah Jin Joo tentang apa yang ia sukai. Ia dengan polos menjawab Jin Joo. Pertanyaan tentang cita-cita pun ia dengan semangat menjawab, membahagiakan Jin Joo. Kedengaran sedikit tidak masuk akal ya? Tapi menonton adegan orang yang sedang mabuk cinta begitu, saya bisa melihat ketulusan cinta seorang mahasiswa yang benar-benar menyukai gadis impiannya.

Tapi apakah cinta yang demikian memabukkan itu cukup untuk mempertahankan pernikahan? Ternyata tidak. Karena toh, pasangan ini akhirnya justru memutuskan untuk bercerai.

Setelah sidang perceraian terakhir mereka, karena saling merasa tidak bahagia dan berharap untuk tidak mengulang waktu agar tak perlu bertemu, masing-masing membuang cincin pernikahan. Dari sinilah semua berawal. Keinginan mereka terwujud. Mereka kembali menjadi mahasiswa baru yang belum mengenal satu sama lain. Layaknya orang yang berpisah karena merasa tidak bahagia, mereka tentu saja pada awalnya menghindar satu sama lain. Bahkan saling membenci.


Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa keduanya masih tetap saling peduli. Memang, perasaan tidak semudah itu untuk dihilangkan. Kebiasaan tidak semudah itu untuk tergantikan. Dari perjalanan mengulang waktu tersebut, mereka akhirnya sama-sama belajar. Kita pun sebagai penonton memahami, memang yang paling utama dari segala hubungan adalah komunikasi.

Masalah dimunculkan bukan hanya dari Ban Do dan Jin Joo sebagai mantan suami istri, namun juga hubungan orang tua-anak, hubungan persahabatan, dan diri mereka sendiri. Betapa banyak yang akhirnya terlewatkan hanya karena kesalahpahaman. Betapa sering kita menyimpulkan tanpa tau kejadian keseluruhan. Betapa mudah kita memutuskan tanpa benar-benar mempertimbangkan.

Konflik semakin diperdalam saat Jin Joo harus kehilangan ibunya. Ia sangat sedih dan kecewa tidak bisa bertemu sang ibu untuk terakhir kalinya karena Ban Doo harus berurusan dengan polisi. Ia begitu larut dalam kesedihannya sendiri. Lupa bahwa Ban Doo juga berduka. Ban Doo pun serba salah menempatkan diri, mencoba berpura-pura ceria menghibur sang istri, yang kemudian disimpulkan dengan ketidakpekaan. Di lain sisi, Jin Joo mulai jarang mengunjungi rumah orang tua nya, takut menghadapi bahwa di sana tak lagi ada ibu yang menyapa, namun ia lupa ada ayah seorang diri yang juga ditinggal pergi.

Tentang kesedihan dari kehilangan yang tidak pernah mudah bagi siapa saja. Saya belajar bahwa berkomunikasi dan saling menguatkan yang seharusnya kita lakukan. Dalam hatinya, Jin Joo ingin ditemani saat menangis agar tidak merasa bersedih sendiri, di sisi lain Ban Doo tidak tega melihat air mata dan berpikir bahwa Jin Joo butuh dihibur agar bisa melupakan kesedihannya. Kita tidak bisa hanya fokus pada luka kita sendiri sehingga lupa bahwa orang lain juga terluka. Kita tidak pernah tau bagaimana cara terbaik menghadapi kesedihan orang lain, selain dengan bertanya memastikan. Kita tidak bisa membuat rasa bahagia bertahan selamanya, tanpa menghadapi rasa lain seperti kesedihan,

Selain itu, secara garis besar saya belajar banyak agar kita sebagai manusia lebih banyak mendengar daripada langsung menyimpulkan. Lebih banyak memperhatikan daripada langsung menghakimi. Karena jika kita mau sedikit saja untuk melihat lebih jauh, lebih luas, dan lebih detail akan sangat banyak yang bisa kita dapatkan. Pahamilah bahwa setiap manusia memiliki cara menerima dan cara mengungkapkan rasa yang berbeda-beda.



Pernikahan kemudian sedikit lebih saya pahami, bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya tentang rasa. Lebih dari itu, pernikahan adalah tentang berjuang bersama. Bukankah sangat banyak yang akhirnya berpisah meski masih saling cinta? Perjuangan pernikahan juga bukan hanya tentang meredam ego masing-masing seperti hubungan biasa, namun memprioritaskan bahagia bersama saat beragam tekanan dan tuntutan hidup datang menerpa. Bagaimana jika keinginan menggebu harus ditekan karena isi dompet tidak memungkinkan? Bagaimana menutup telinga jika selalu saja ada pihak yang datang berkomentar?

Pada akhirnya, saya pikir kita harus rehat sejenak untuk sama-sama merefleksikan bahwa menjadi sesungguhnya manusia ditengah segala kerumitan hidup tidaklah mudah. Berbagi kehidupan dengan jembatan komunikasi membuatnya semakin menantang. Tetapi, siapa yang sanggup bilang bahwa bahagianya tidak sepadan?!

Mungkin, Tuhan menghendaki rehat
Atas segala hiruk pikuk duniawi yang kita buat
Mungkin Tuhan ingin memberi kita napas
Agar tak terus berlarian mengejar yg kita sadari kini ternyata tidak impas
Mungkin Tuhan sedang memberi kita jeda
Untuk sejenak menjadi seutuhnya manusia
Kembali ke hakikat awal terciptanya kita




Untuk bangun lebih dahulu mengucap syukur
Menyempatkan diri menyapa mentari
Tanpa perlu terburu-buru berlari

Untuk memulai hari dengan helaan senyuman
Bukan lirikan tajam ke jam tangan
Kemudian beralih mengagumi ciptaan lain Tuhan
Dengan sekedar menatap indahnya tanaman
Atau melempar obrolan pada binatang peliharaan


























Untuk kemudian mengasah kembali empati
Dengan mulai peduli dan saling berbagi
Tidak melulu mengenai diri sendiri

Untuk menjadi sedikit lebih ‘lamban’
Tidak lagi hilir mudik berlarian
Namun berjalan perlahan,
sambil menikmati sesungguhnya kehidupan

Karena di hari yang demikian kita baru memahami
Bahwa apa yang dikejar selama ini,
yang disangka tak bisa menanti
Ternyata sungguh bisa berhenti
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ►  2025 (21)
    • ►  Mei 2025 (2)
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ►  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ►  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ▼  2020 (13)
    • ▼  Desember 2020 (1)
      • Pengalaman Pedih bernama Nursing Strike, Saat Anak...
    • ►  November 2020 (1)
      • Anniversary Wish, Plan, Task, and so on
    • ►  Oktober 2020 (1)
      • Bahasa Cinta ‘My Mister’
    • ►  Agustus 2020 (1)
      • Giving Birth at JIH with dr. Enny, Rekomendasi Dok...
    • ►  Juli 2020 (1)
      • Cerita kehamilan lewat HPL dan Apa yang Harus Dila...
    • ►  Juni 2020 (1)
      • Belajar dari 'Jatuh Hati pada Montessori' 2
    • ►  Mei 2020 (1)
      • Belajar dari "Jatuh Hati pada Montessori" pt.1
    • ►  April 2020 (1)
      • KDrama Go Back Couple, Better than Marriage Story
    • ►  Maret 2020 (2)
      • Sisi Lain
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes