Meskipun gak langsung ‘kelihatan’ keluar, tp dari kondisi bayi dan penurunan BB lahir yg cuma 5%, maka proses menyusui dianggap lancar. Dan karena ini anak kedua, sayapun jg lebih yakin dan merasa mampu. Tidak pernah terbayang akan ada masalah menyusui ini. Saya menikmati proses menyusui sebagai ibu anak dua baru ini. Bulan pertama kenaikan BB luar biasa. Guna2 tidak seperti anak usia 1 bulan pada umumnya, apalagi BB lahirnya juga diatas rata-rata. Wah, bahagia sekali ibu rasanya.
Sampai pada malam itu, dini hari sekitar pukul dua, ia terbangun dari tidurnya. Refleks saya tentu menyusui. Tapi ia menolak. Saya gendong beragam posisi, ia masih menangis kencang sekali. Akhirnya ia tertidur lelah di tangan ayahnya. Saya sangat takut. Saya takut pada anak saya sendiri. Saya takut dengan tangisannya. Jeritan tangisnya merobek hati saya.
Hari selanjutnya, masih sama. Ia bisa tiba-tiba menangis kencang, tidak mau tidur, menolak menyusu, diubah posisi gendong juga tak mempan, cek suhu pakaian juga tak pengaruh. Ia hanya menangis kencang. Hingga terdiam dengan sendirinya karena ketiduran. Itu terjadi bisa 1-2x sehari dan berlangsung selama beberapa hari, sampai saya mulai mencari pertolongan ke luar.
Kemana? Google
:)
Kemana lagi seorang ibu-ibu abad 21 berkelana kalau bukan di Google?
Keyword yang pertama saya coba adalah anak tidak mau tidur. Karena saat itu, ia menangis di tengah-tengah tidur. Dan tidak selalu menolak menyusu. Jadi saat itu saya mempertanyakan kenapa tidurnya. Saya pun mendapati banyak sekali penyebab. Ntah kondisi badan, kondisi luar, ketidaknyamanan setelah keluar dari rahim, serta tidak kenyang. Nah, disitu saya mukai sadar, oh iya beberapa hari belakangan juga ia menyusu sebentar-sebentar ya. Paling lima menit. Dan jaraknya juga lama. Badannya saat digendong kok juga terasa lebih enteng ya. Apa mungkin dia menangis karena kelaparan. Tapi kenapa disusui tidak mau. Lalu, saya mencari dengan kata kunci, anak menolak menyusu, dan berkenalanlah saya dengan istilah ‘nursing strike’ atau anak menolak menyusu.
Waw! Ternyata banyak sekali drama menyusui ini ya. Karena pada Guna1 tidak ada masalah menyusuinya, saya benar-benar tercengang dengan segala kondisi dan masalah saat menyusui ini.
Dari pencarian saya tentang nursing strike itu, saya dapati penyebabnya bisa setidaknya kita bagi jadi dua hal yakni faktor fisik dan faktor psikologi.
Faktor fisik ini biasanya karena anak sedang sakit, ntah badannya terasa tidak nyaman dengan posisi tertentu, ntah sedang flu, dsb.
Nah kalau faktor psikis ini jauh lebih beragam, namun berkaitan dengan psikologi anak. Ntah dia merasa takut, tidak nyaman, sedang kesal, stress, atau ntahlah apapun hanya Tuhan yang mengerti :’)
Dan NS karena psikis ini biasanya berlangsung lebih lama dari faktor fisik. Duh.
Apa saja yg bisa bikin anak tidak nyaman ini juga ternyata ada banyaak sekali. Bisa hanya karena ibu berganti pengharum sehingga anak merasa asing, bisa karena perubahan lingkungan seperti pindah rumah, adanya penghuni baru, ataupun pergantian pengasuh mereka, atau yg kelihatan sangat sepele seperti kecenderungan arah menggendong. Dari banyak hal yang saya baca itu, solusinya ya kira-kira begini, temui penyebab, atasi masalah, dan anakpun menyusu kembali seperti sedia kali. Iyah, simpel gitu aja.
Tapi perjalanan saya menemui penyebab dan mengatasinya jauh dari kata simpel, wahai ayahibu sekalian. Ya namanya juga hidup, praktik sama teori bisa bagai langit dan bumi gitu..
Di proses inilah saya mengalami yang namanya jungkir balik menyusui karena saya secara harfiah memang jungkir balik untuk memposisikan diri agar ia menyusu. Karena pada awalnya ia hanya menyusu dalam keadaan mengantuk dan dalam posisi tidur.
Jadi saya berjaga di sekitar dia, saat dia kelihatan akan bangun saya langsung menyodorkan payudara agar ia langsung menyusu. Karena kalau sudah bangun, kepalanya tegak dengan mata terbuka, ya sudah ia tidak akan mau lagi menyusu. Hilang kesempatan untuk menyusuinya saat itu. Tunggu lagi saat ia mengantuk, setengah teler berikutnya. Tentunya dengan tahapan rewel-rewel mengantuk, gendong, menyusu (sebentar), gendong lg, baru tertidur :’)
Berhari-hari seperti itu? Rasanya? Wah.. kalau tidak punya harapan, dan keyakinan, mungkin bisa disebut frustasi.
Ibu sih gitu aja usahanya!
Wah, saya konsul laktasi juga loh. Sarannya? Terus susui :’)
Karena intinya ya itu. Lalu, perhatikan pelekatan (yg saya rasa sudah sesuai, apalagi ini anak kedua)
Tapi konselor juga mengingatkan, ada faktor lain yg tidak tampak tapi sangat berpengaruh. Iya, faktor psikologi. Emosi. Emosi anak. Emosi ibu. Bersatu padu menjadi satu. Ibu tertekan? Anak tau. Ibu stress? Anak merasakan. Ibu tidak nyaman? Apalagi anak. Masih jetlag loh ini. Baru mendarat dari alam rahim ke dunia yg begitu luas, terang, berisik, dan mengejutkan ini :”
Imunisasi ke dokter anak. Loh, kenaikan BB nya kok cuma segini. Lalu, karena melihat Guna2 baik-baik saja, cerah ceria tidak tampak terjadi apa-apa, DSA nya pun berkesimpulan anaknya baik-baik saja, sehat, berarti ada masalah di ibu-nya, jd beliau menganggap saya kurang makan. Faktornya di ibunya nih. Bukan bawaan anak. Toh, bulan pertamanya sukses.
Ok, jd tugas ibu berikutnya ganti pola makan alias makan banyak kalori. Hewani dulu baru nabati. Lauk dulu baru sayuran. Tambah tuh nasinya. Sering-seringlah makannya. Ibu yg biasa makan cuma 2x mesti jadi 4x. Ketemu nasi lagi nasi lagi. Oh, hello you again. Gapapah, demi kamu mah. Tiap kesempatan makan ya makan. Padahal nemu jeda aja udah sulit :’) Kan kita punya anak sudah dua, lagi manja-manjanya pula. Iya gapapa :’)
Nah, udah kelar dong!
Belum ya, sabar lagi :’)
Saya sangat ingat saat itu, di malam idul adha saya tertunduk sembari menggendong Guna2. Segala pikiran buruk berkelabat. Segala emosi memuncah. Akhirnya dengan segala yg saya miliki, saya memohon. Menangis memohon mengungkapkan ketidakberdayaan. Ya Allah, sungguh saya tidak sanggup.
Setelah itu, ntah keadaan yg memang berubah atau hati saya yg membaik, semua terasa lebih mudah, lebih lancar. Guna2 masih belum mau menyusu seperti sebeumnya, tapi berangsur lebih baik. Ia mau menyusu dengan posisi-posisi tertentu dalam mood yg baik. Saya pun sedikit lebih bisa memahami apa yg ia inginkan, bagaimana ia mau menyusu. Meskipun masih pada posisi tidur, setidaknya tidak harus dalam keadaan sangat mengantuk. Setidaknya, tidak ada lagi jeritan menangis yang diasumsikan karena ia kelaparan itu.
Perlahan, saya coba menyusui dengan menggendongnya dalam posisi duduk sepeti saat ia bayi. Mau.
Perlahan, durasi menyusunya terus bertambah cukup lama hingga ia bisa tertidur saat menyusu. Bahkan pegal tangan yg saya rasakan karena menggendongnya sambil menyusui, adalah hal yg saya syukuri. Lelahnya kaki ikut menanggung berat badannya tidak pernah saya keluhkan.
Perlahan terasa ia sepeti bayi pada umumnya. Begitu perlahan. Berproses. Berubah sedikit demi sedikit.
And it takes months. Iya, perlahan yang saya maksud itu hitungan bulan :’)
Baca Juga: Menyapih Minim Drama: How to & Tips Menyapih dengan Cinta
Baca Juga: Dukungan untuk Perempuan Pasca Persalinan, dari Birthcare Center di Netflix
Salam, Nasha