• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Sebagian kita mungkin pernah sulit atau malah banyak tidur, tidak mampu mengontrol makan, berbicara dengan nada tinggi, sangat mudah tersinggung; ataupun menghadapi gejala sakit kepala, sakit perut, jantung berdetak cepat. Kadang kita mencari tahu apa yang memicu keluhan tersebut, kadang juga tidak. Padahal penting untuk mencari tahu akar permasalahan agar bisa ditangani dengan tepat. Seperti keluhan diatas yang erat kaitannya dengan kondisi stres tubuh, jika hanya diobati permukaannya saja tanpa mengatasi stres sebagai penyebabnya, maka keluhan itu akan terus berulang. Beberapa studi bahkan sudah mengklasifikasikan kecenderungan tubuh kita dalam menunjukkan stress dalam teori stress language. 


Stress Language

Sebelum stress language, mungkin kita sudah lebih dulu kenal dengan love language atau bahasa cinta. Lima cara umum yang ditunjukkan seseorang saat mengekspresikan kasih sayangnya pada orang lain. Serupa dengan itu, stress language adalah cara yang ditunjukkan seseorang ketika sedang merasa tertekan atau stress. 

Teori yang paling dikenal adalah milik Chantal Donnelly sebagai cara untuk memahami kecenderungan pola perilaku seseorang ketika ia sedang kewalahan atau kesulitan. Kita bisa memperhatikan sendiri kecenderungan respon kita terhadap stres tersebut, termasuk kategori yang mana, dan bagaimana saran menghadapinya. Secara umum, bahasa stres ini bisa kita gunakan sebagai sinyal untuk kembali memperhatikan diri dan sebagai sinyal juga untuk lebih bijak juga ketika berhubungan dengan orang lain. Mungkin dengan mengambil jarak dulu, mungkin engan mengkomunikasikannya, atau mungkin ketika kita tahu saat orang lain sedang stres justru kita yang berinisiatif membantunya.  

Sama dengan bahasa cinta, kita juga bisa memiliki lebih dari satu bahasa stres atau bisa jadi juga kita menggunakan bahasa yang berbeda dengan orang yang berbeda. Itu hal yang normal. Kelima bahasa stres tersebut antara lain:

  • The Exploder

Mungkin kita mengenal orang dengan tipe ini sebagai mereka yang mudah marah atau meledak, bahkan untuk hal-hal sepele. Padahal, itu cara yang biasa mereka tunjukkan ketika sedang stres. Maka, harusnya bukan jangan marah yang menjadi jalan keluarnya namun dengan mengelola stres tersebut. Karena sesuai penjelasannya, tipe exploder ini adalah mereka dengan perilaku yang terlihat seperti kesal, frustasi, agresi, bahkan juga menuding orang lain atas kesusahan mereka. Mereka akan merespon solah-ola ada krisis dan akan menjadi marah, paranoid, atau tiba-tiba terdorong secara biologis untuk menyerang.

  • The Imploder

Sedangkan orang dengan tipe ini, biasana menginternalisasi stres yang mereka miliki. Mereka bisa merasa putus asa, tidak berdaya, dan cenderung menyalahkan diri sendiri dengan bahasa-bahasa yang penuh tekanan. Dijelaskan pula, tipe ini juga enggan atau kesulitan mengekspresikan yang mereka rasakan, melakukan kontak mata, sehingga apa yang mereka raskan akan teredam jauh. Tipe ini akan bersembunyi dari dunia luar ketika stres yang sayangnya sering disala pahami sebagai pengabaian. 

  • The Fixer

Tipe ini terlihat baik pada awalnya karena seolah membantu dengan segera mengerjakan dan memperbaiki banyak hal, sayangnya batasan semakin kabur bagi mereka. Ketika stres seorang dengan tipe fixer ini akan melakukan hal-hal yang tidak diperlukan, tidak percaya pada orang lain, repot sendiri, juga melewati batas, akibatnya ia sendiri bisa kewalahan mengerjakannya sambil mengeluh dalam omelan yang panjang. Mungkin mereka percaya dan terbiasa bahwa masalah itu harus diselesaikan segera, padahal kadang kita perlu mundur untuk bisa menyelesaikannya dengan lebih bijak. 

  • The Denier

Mereka yang masuk dalam kategori ini, biasanya adalah mereka yang meyakini bahwa menunjukan tanda stres adalah tanda kelemahan, sehingga mereka menyangkal kondisi bahwa mereka sebenarnya stres atau tertekan dengan keadaan. Mereka terus meyakinkan diri dan orang sekitar bahwa semua baik-baik saja, padahal jauh didalam diri mereka tahu tidak demikian sebenarnya. Kita bisa melihat mereka seperti mengabaikan kenyataan dan mencoba untuk optimis, sering kita sebut dengan toxic positivity.  Mengabaikan perasaan begini tidak bisa dibenarkan karena bisa berakibat pada emosi yang sering berubah dan meledak-ledak.

  • The Numb-er

Terakhir, tipe ini biasanya akan melarikan diri dari kondisi stres yang harusnya mereka hadapi dengan melakukan sesuatu secara berlebihan. Mereka bisa mengonsumsi alkohol juga obat-obatan terlarang. Kadang mereka juga beralih pada perjudian ataupun game online. Hal yang tidak negatif pun juga bisa menjadi pelampiasan mereka, seperti belanja, menelusuri media sosial, bahkan tidur secara berlebihan. Ada pula yang melakukannya engan berolahraga ataupun bekerja terus-terusan, hal yang bisa menjadi distraksi dan membantu melupakan apa yang terjadi tidak peduli jika  itu malah menyakiti diri. 


Pentingnya Mengetahui Tanda Stres Pribadi

Dalam teori-teori yang diungkapkan tentang stres itu, beberapa point penting kenapa kita perlu mengetahui stres language kita adalah:

- Sebagai sinyal pribadi untuk lebih memperhatikan diri
- Dasar komunikasi dengan orang sekitar untuk bisa lebih saling memahami
- Sebagai bahan pertimbangan agar lebih bijaksana bersikap 

Sebenarnya apa yang lebih penting dari mengategorikan diri sesuai dalam lima kelompok tersebut adalah untuk menyadari kondisi kita sedang stres atau tidak. Karena seringkali tekanan yang kita rasakan tersebut mempengaruhi bagaimana kita bersikap atas hal lainnya. Mengenal jenis bahasa stres ini membuat mata kita lebih terbuka, oh saya begini karena sedang ada tekanan dari arah sana, oh dia bersikap menyebalkan begitu karena sedang stres. Dengan begitu kita bisa lebih lapang memahami dan lebih bijak juga memisahkan mana yang perlu kena efek mana yang tidak. Kita juga lebih mudah untuk meminta dukungan ataupun mendukung orang dalam kondisi yang sama. 

Saya menyadari bahwa ketika ada banyak tekanan saja, saya menjadi sngat tidak sabar dan jadi lebih mudah marah pada apapun, bahkan pada anak-anak yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan tekanan yang saya hadapi. Saya mengenal bahwa kadang yang membuat saya meledak bukanlah apa yang terjadi tapi lebih pada bagaimana kondisi diri. Perilaku anak yang sama misalkan, bisa saya respon dengan cara yang berbeda. Ketika sedang dalam kondisi prima, tingkah mereka bisa ditorerir dengan bercanda atau bisa dinasihati dengan nada rendah dan senyuman juga. Sebaliknya, ketika dalam kondisi stres, panggilan mereka saja bisa dibalas dengan sentakan yang menakutkan.

Membayangkan kondisi orang tua tidak stabil yang harus mereka hadapi inilah yang mendorong saya untuk belajar lebih banyak mengenali kondisi diri. Ketika tahu bahwa saya sedang stres misalkan, saya akan lebih banyak menghela nafas dan menggumam bahwa itu urusan lain, bahkan sering juga saya tulis. Menjelaskan dalam catatan bagaimana kondisinya, apa yang saya khawatirkan, dan apa yang bisa saya lakukan. Ketika merasa kewalahan atau tertekan lagi, saya tingga membuka buku catatatn tersebut dan menenangkan diri, yah setidaknya saya sudah melakukan apa yang saya bisa.  Mungkin stresnya masih tetap ada, tapi sudah mulai bisa ditempatkan dengan lebih tepat, tidak asal diledakkan kesembarang orang. 

Begitu juga dengan mengenali bahasa stres yang dimiliki oleh orang sekitar. Melihat gelagat mereka, membaca tanda bahwa ada hal yang mengganggu yang membuat mereka stres hingga melampiaskannya pada kita, bisa memberikan saya sedikit ruang lebih memahami mereka. Ketika seseorang menjadi mudah tersinggung dan meledak pada hal-hal sepele, daripada sekedar melabeli mereka dengan sifat pemarah, lebih melegakan jika kita mau melihat lebih dalam dan mengetahui yang sebenarnya. Seringkali mereka sedang tertekan atau bahkan terluka, sehingga ada bagian dalam diri mereka tersebut yang minta diperhatikan.

Kadang ada orang yang mau menyadari ini, banyak juga yang tidak. Kita memang tidak bisa serta merta memiliki hati yang lapang dan ikhlas menerima keadaan, ikhlas ketika orang terdekat sedang stres dan membahasakannya dengan cara yang tidak nyaman bagi kita, namun mengenali bahasa tersebut, memahami bahwa ada hal diluar kendali yang menekan mereka, dapat memberi kita bekal untuk bisa lebih banyak menghela napas. Untuk melihat lebih luas, dan membantu juga mendukung dengan cara yang lebih baik.


Salam, Nasha

Vaksin HPV belakangan menjadi semakin sering dibicarakan dalam rangka mencegah kanker serviks, penyakit yang memiliki angka mortalitas yang sangat tinggi. Karena hasil berbagai penelitian menunjukkan efektifitasnya yang tinggi dalam mencegah kanker leher rahim, maka sejak 2023, vaksin ini sudah disediakan dalam program sekolah untuk anak usia sekitar 10 tahun. Sedangkan kita yang berusia lebih dari itu, harus melakukannya secara mandiri dan memiliki prosedur tambahan bagi yang sudah menikah atau aktif secara seksual. Nah, berikut pengalaman saya sebagai perempuan menikah mulai dari pemeriksaan hingga vaksin HPV.


Vaksin HPV

Sebelum membahas tentang vaksin HPV, kita kenali dulu apa itu HPV atau Human Papiloma Virus. Sama seperti virus pada umumnya, virus ini juga ada di sekitar kita dan dapat merusak hingga mengakibatkan berbagai keluhan penyakit jika bersarang dalam tubuh. Virus ini tidak bisa disembuhkan tapi dapat hilang dengan sendirinya, bisa dicegah, dan bisa dilakukan tindakan tertentu seperti pengangkatan jaringan yang terinfeksi, sesuai dengan jenis virus dan kerusakan pada tubuh kita. Hingga kini setidaknya ada lebih dari 100 tipe virus ini, yang secara garis besar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu high risk  dan low risk. High risk merupakan tipe yang menyebabkan penyakit kanker serviks seperti tipe 16 juga 18, sedangkan jenis low risk dapat menyebabkan penyakit kutil kelamin seperti tipe 6,11,40,42,44, dsb. 

Salah satu penyakit yang paling diwaspadai akibat dari virus HPV ini adalah kanker serviks. Artinya ada pertumbuhan abnormal dari sel-sel disekitar leher rahim dan dapat terbentuk menjadi tumor ganas. Biasanya pertumbuhan tidak wajar sel ini tidak disertai dengan gejala yang bisa kita sadari, kecuali saat sudah memasuki stadium lanjut. Jika terus dibiarkan sel ini akan terus meluas ke area tubuh lainnya dan semakin sulit diobati. Itulah kenapa pemeriksaan dini untuk mendeteksi adanya virus tersebut menjadi sangat penting.

Kita tidak bisa benar-benar mencegah virus ini, ukurannya sangat kecil dan sulit diketahui, namun perkembangan ilmu pengetahuan memungkinkan tubuh untuk memberi perlawanan yang lebih baik dalam melawan virus tersebut yakni melalui vaksin. Metode deteksi dini juga semakin berkembang dengan pilihan pemeriksaan  mulai dari IVA, Pap Smear, hingga HPV DNA. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Test IVA berbiaya sekitar 25ribu dan hasilnya dapat diketahui sekitar 15 menit, namun melansir dari jurnal PubMed, tingkat sensitivitasnya hanya sekitar 31.6% dan tingkat spesifikasi 87.5%. Pemeriksaan PapSmear ada dikisaran 500ribu dengan hasil diketahui setidaknya setelah satu minggu, namun dengan tingkat sensitivitas lebih tinggi yaitu 78%. Terakhir, HPV DNA yang lebih rinci dapat mendeteksi infeksi HPV sebelum terjadi perubahan sel, dikenakan biaya lebih dari 1juta dengan hasilnya keluar setelah 2 minggu, namun tingkat sensitivitasnya mencapai 100%.

Karena kita tidak benar-benar paham bagaimana penularannya, seperti apa perkembangannya, dan ukurannya yang sangat kecil sehingga sulit dideteksi dan tidak terlihat; maka apa yang bisa kita lakukan adalah mengupayakan semaksimal mungkin yang kita bisa mulai dari tidak berzina atau mempraktikkan gaya sex bebas, menerapkan pola hidup sehat, menjaga kebersihan, hingga melakukan vaksin lengkap HPV.


Tata Cara Vaksin HPV Perempuan Menikah

Tidak ada syarat khusus sebenarnya untuk vaksin HPV ini, hanya saja saat seseorang sudah aktif secara seksual kemungkinan ia terpapar virus HPV menjadi semakin tinggi, sehingga, akan lebih baik untuk mengetahui apakah ia sudah terpapar atau belum melalui berbagai metode pemeriksaan seperti yang disebutkan diatas. Jika sudah, tindakan selanjutnya adalah melakukan penanganan medis atas virs tersebut baru kemudian melakukan vaksin.

Setelah menikah lalu memiliki anak, saya baru muali memiliki kesadaran pada organ reproduksi, tapi baru benar-benar melaksanakannya setelah selesai menyusui. Maju mundur ingin melakukan pemeriksaan dan vaksin, akhirnya saya berkonsultasi pada dokter spesialis obstetri dan ginekologi (Sp.Og).

Tes pendeteksian tersebut sebaiknya dilakukan setelah masa haid dan tidak berhubungan seksual setidaknya tiga hari sebelum hari pemeriksaan agar hasil yang didapat lebih akurat. Sampel akan diambil dari leher rahim dan dibawa ke laboratorium. Ketika itu, saya ditawari untuk test HPV DNA sekalian dengan alasan lebih akurat dibanding Pap Smear saja, karena kedua pemeriksaan ini mendeteksi hal yang berbeda. HPV DNA mendeteksi keberadaan virus yang ada di leher rahim sedangkan pap semar memberu gambaran perubahan sel servix. Jadi, dalam satu waktu yang sama, sampel yang diambil dokter tersebut digunakan untuk tes pap smear dan hpv dna. Hasilnya keluar sekitar dua minggu setelahnya. 

Setelah dinyatakan aman, barulah kita melakukan vaksin. Sejauh ini, vaksin HPV tersedia dengan nama cervarix dan gardasil. Vaksin cervarix ini termasuk vaksin bivalen yang dapat melindungi dari dua tipe virus HPV yakni tipe 16 dan 18. Sedangkan vaksin gardasil terdiri dari dua jenis, yaitu gardasil-4 dan gardasil-9 yang angka dibelakangnya berarti banyak tipe virus yang dapat dicegah. Vaksin Gardasil-4 (kadang masih disebut gardasil saja), dapat melindungi kita dari virus HPV tipe 6,11,16, dan 18. Lebih baru, ada vaksin gardasil 9 dengan cakupan perlindungan lebih luas, yaitu terhadap virus HPV tipe 6,11,16,18, 31, 33, 45, 52, juga 58. 

Diantara ketiga tersebut, tentu yang perlindungannya lebih luas yang paling direkomendasikan. Sejalan dengan itu, harga vaksin gardasil-9 juga yang paling tinggi dibanding yang lainnya. Setelah mencari-cari perbandingan harga diberbagai klinik dan rumah sakit, akhirnya saya dipertemukan dengan rumah vaksin. Klinik yang menyediakan vaksin untuk berbagai keperluan ini hanya mengenakan elemen biaya untuk vaksin dan jasa sebesar 50ribu saja. Berbeda dengan rumah sakit, yang juga mematok harga untuk admin rumah sakit, biaya rawat jalan, juga biaya konsultasi. Itulah kenapa, biaya di rumah vaksin bisa lebih rendah. Untuk ketersediannya sendiri, kita bisa menghubungi kontak rumah vaksin yang ada dikota masing-masing. 

Vaksin HPV yang paling umum disediakan adalah jenis gardasil, kadang untuk gardasil-9 harus dipesan terlebih dahulu. Ketika itu, saya menunggu beberapa hari untuk kedatangan vaksin Gardasil-9. Melakukan vaksinnya pun bisa kapan saja, dengan prosedur penyuntikan di area lengan, yang syukurnya, tidak ada keluhan bagi saya setelahnya. Namun, ada juga yang merasa pegal, atau kesemutan, setelah divaksin. Jika setelah 24jam ada keluhan terkait dengan vaksin tersebut, sebaiknya dikonsultasikan kembali ya. Vaksin HPV harus dilakukan sebanyak tiga kali dan harus diselesaikan dalam waktu enam bulan paling lama satu tahun, dimana suntikan pertemadan kedua berjarak satu sampai dua bulan, dan vaksin ketiga dilakukan  empat bulan setelahnya.

Untuk biayanya, bisa dilihat di klinik atau rumah sakit terdekat, atau seperti saya bisa cek di media sosial rumah vaksin. Sebagai perbandingan, vaksin cervarix dipatok Rp800ribu, gardasil-4 sebesar Rp1juta, dan gardasil-9 sebesar Rp2.200.000 untuk satu kali suntik diluar biaya admin atau jasa dokter, yang saat saya dikenakan sebesar 50ribu. Namun, rumah vaksin cukup sering mengadakan berbagai promo potongan harga untuk vaksin-vaksin tersebut. Mengingat semakin urgennya pencegahan penyakit ini, tidak ada salahnya untuk kita mulai mengalokasikan dana demi kesehatan diri kita sendiri. 

Sepertinya hanya itu yang bisa saya ceritakan terkait dengan pengalaman saya untuk pemeriksaan pap smear, hpv dna, juga vaksin hpv. Jika ada pertanyaan lanjutan, boleh tulis dikolom komentar ya. Terima kasih.



Salam, Nasha

Kebiasaan yang sering kita lakukan pada momen hari raya begini adalah berkunjung ke rumah kerabat juga sanak saudara. Sekali dalam setahun, kita seperti memiliki waktu khusus untuk menjalin silaturahmi, bertukar kabar, bersuka cita dengan saling berbagi. Kadang kelelahan, tapi hati kita terisi penuh, tidak peduli kita tergolong ekstrover ataupun intorover. Ternyata, menjaga silaturahmi begini penting untuk hidup kita, sama pentingnya dengan kita menjaga diri sendiri. Kita coba bahas bagaimana pentingnya menjaga diri dan silaturahmi ini dalam kehidupan kita sebagai manusia, makhluk sosial. 


Silaturahmi

Mulai dari bulan ramadhan hingga lebaran ini, sepertinya kita perlu mengosongkan jadwal untuk menghadiri pertemuan-pertemuan yang berhimpitan. Ada yang dengan teman sekolah, teman kantor, sahabat, teman seperntauan, dst dalam bingkai buka bersama atau halalbihalal. Seolah berkumpul hanya bisa dilakukan dalam momen itu saja. Tidak jarang, ada orang-orang yang memang hanya kita temui dalam kedua agenda itu saja. 

Berbeda dengan tradisi buka bersama, tradisi halal bihalal ternyata hanya ditemuakn di negara kita saja. Ada banyak dugaan tentang asal usulnya, namun secara terminologi, halal bihalal (halla al-habl) bisa didefinisikan sebagai mengurai kembali benang yang kusut atau kita artikan untuk memperbaiki hubungan, mempererat tali persaudaraan, merawat kekerabatan. Meskipun tradisinya hanya ditemukan disini, namun anjuran untuk silaturahmi sudah ada sejak zaman dahulu, bahkan Rasulullah telah memberi teladan dengan beberapa hadits tentang keutamaan bersilaturahmi. Selain sebagai bentuk kesetiaan kita pada apa yang dilakukan Rasulullah, yang membuahkan ridha Allah, menyambung silaturahmi juga punya banyak manfaat lain, seperti memperluas rezeki, menambah berkah usia, menjadikan pelajaran hidup, serta menyehatkan jiwa juga raga. Ajaran tentang silaturahmi seakan menyatu dengan budaya ketimuran kita yang kolektif, melahirkan tradisi-tradisi istimewa dimomen ramadhan dan lebaran. 

Agenda-agenda silaturahmi tersebut bisa jadi saat yang tepat bagi kita merefleksikan hubungan yang kita punya. Dengan keluarga dekat, dengan keluarga besar, dengan tetangga, dengan sahabat, teman, juga kerabat lainnya. Apakah hubungan itu cukup untuk membuat kita terdorong menjadi lebih baik atau lebih buruk. Apakah hubungan itu menjadi hal yang  melegakan atau malah menjadi beban. Apakah hubungan itu bisa membuat kita terbuka apa adanya atau malah sibuk berpura-pura. Tidak harus memilih, karena bisa jadi kita punya semuanya dalam hidup ini. Bisa jadi dengan seorang teman kita bisa apa adanya, tapi dengan keluarga besar kita berpura-pura. Bisa jadi juga ada teman yang memotivasi kita untuk bekerja lebih jujur tapi ada juga yang membuat kita memikirkan untuk berbuat curang saja.

Menyadari sedang ada difase mana hubungan kita dengan seseorang, membantu kita untuk lebih bijak menyikapi hubungan dan bagaimana merespon interaksi yang hadir diantaranya. Jika memang berharga dan baik untuk diri, bisa kita perjuangkan. Sebaliknya, jika sekedar kerabat yang banyak sungkannya, bisa kita abaikan. Ini juga akan membantu kita menghadapi kalimat-kalimat yang sering berujung menyakitkan hati, mana yang perlu kita tanggapi, mana yang masuk telinga kanan keluar telinga kiri. 

Fenomena silaturahmi yang cukup menjadi bahan tak habis pikir untuk saya belakangan ini datang dari bersiliwerannya penawaran sewa iphone dan lanyard BUMN, serta fakta bahwa usaha mereka laku alias banyak yang menyewa. Alasannya beragam, ada yang untuk dokumentasi karena kualitas kamera iphone lebih mumpuni, tapi tak jarang juga yang karena gengsi. Rentang usia penyewa juga beragam, ada yang masih remaja, ada juga yang sudah tergolong dewasa. Mengherankan memang, namun ditengah era sosial media yang memperlihatkan sisi baiknya hidup saja, rasanya hal ini semakin mudah dimaklumi. 

Jadi, silaturahmi memang memiliki segudang manfaat dan sangat dianjurkan baik yang tertuang langsung dalam Al Quran maupun dalam hadits Rasulullah. Tapi bagaimana kita menjalani hidup dan menyikapi hubungan ternyata cukup membuat silaturahmi menjadi perkara yang perlu diberi catatan. Sejauh mana silaturahmi perlu dijalin, sampai batas mana kita menghadapi, dan apa saja hal-hal yang patut dan tidak patut didalamnya. 


Jaga Diri dan Silaturahmi

Dulu, mungkin kita hanya tahu dengan fenomena orang yang memaksakan pulang terlihat gemerlapan, bisa dengan mengendarai mobil baru, mengenakan perhiasan berlebihan, yang ingin menunjukkan betapa suksesnya diri ini. Sebenarnya sekarang fenomenanya tak jauh dari sana, hanya menyesuaikan dengan kondisi, seperti menggunakan ponsel terbaru, aksesoris perusahaan besar, pakaian merk terkenal, dsb. Jika kita lihat dari jauh, rasanya perilaku semacam ini sama sekali tidak sehat, dengan heran mempertanyakan, untuk apa menjalin hubungan yang tidak apa-adanya?

Bisa jadi tidak sama sekali, tapi bisa jadi juga kita melakukannya. Membeli barang yang terlihat merk-nya agar dianggap mampu mengikuti tren, memaksakan cicilan agar bisa membeli perangkat yang terbaru, menunda membayar yang sebenarnya lebih penting agar bisa membayar yang terlihat lebih penting. Maka, kita perlu mengingat dan saling mengingatkan tentang beberapa hal yang bisa kita jadikan catatan berkaitan dengan acara kumpul-kumpul yang kita lakukan. 

  • Menjaga Batasan

Kita memang berteman dengan siapa saja tapi kita perlu menentukan sendiri lingkaran mana yang kita inginkan dalam hidup. Sehingga, tidak apa jika kita ingin mengklasifikasikan kenalan, ada yang bersahabat dekat, ada yang teman satu lingkungan, ada yang pernah berteman, ada yang sekedar kenal, ada yang sebatas tahu saja. Dari sana, kita bisa memilah mana yang perlu rutin ditemui, mana yang berjumpa saat reuni, mana yang sebatas berpapasan tidak sengaja saja. Menjaga semua hubungan juga tidak memungkinkan mengingat waktu dan tenaga kita yang terbatas. 

Batasan ini juga termasuk pada menentukan mana yang omongannya perlu disimak, mana yanng perlu didengar, mana yang sambil lewat saja. Jika mereka bukanlah orang dekat, tahu sedikit sekali tentang kita, lalu mengomentari hidup kita, sudah tahu kan harusnya tidak kita ambil hati? Jangan malah terbalik-balik, omongan keluarga dekat dibantah, omongan kerabat jauh dipikirkan siang malam. 

Mungkin ada saatnya kita ingin berpura-pura, menampakkan hidup yang baik-baik saja, sehingga mengusahakan aksesoris sewaan agar apa yang kita ceritakan terlihat semakin nyata, tapi jika hubungan yang dipunya sudah tidak jujur sedari awal, apa masih layak dipertahankan? Jika menjadi diri sendiri saja kita tidak bisa, apa benar begitu hubungan yang kita inginkan?

 

  • Hubungan Memang Merepotkan

Hubungan sesama kita itu transaksional, sekeras apapun kita berusaha menampiknya. Tidak usah repot menyangkal bahwa semua berbekal ketulusan. Kita berteman karena mendapat kesenangan, karena bisa mengobati kesepian, karena memiliki kesukaan yang sama, karena bisa mengharap bantuan. Memang begitu adanya. Jadi, terima saja kalau hubungan itu merepotkan, membutuhkan waktu dan tenaga, butuh perhatian, butuh pertemuan, butuh telinga yang siap mendengarkan, butuh ucapan, butuh bingkisan. 

Sebenarnya, hanya kita masing-masing yang tahu hubungan yang kita punya membutuhkan apa saja. Jika sekarang sedang marak berkirim hampers, kita yang tahu teman mana saja yang butuh dan mana yang tidak. Jika sekarang apa-apa ada update-an di media sosial maka hanya kita yang tahu mana yang perlu di-update dan mana yang tidak. Begitu juga, ikita yang paling paham mana teman yang butuh bantuan mana yang tidak dan bantuan seperti apa yang mereka butuhkan. Kadang kita yang memberi, kadang kita menerima, sama-sama merepotkan, tidak apa. 

  • Berlapang Dada

Kita tidak bisa mengontrol orang lain, apa yang mereka lakukan, apa yang mereka katakan, jadi berlapang dada saja menerima bahwa kadang ada orang yang bertingkah menyebalkan, ada teman yang sedang kelelahan, ada sahabat yang punya prioritas lain, tidak apa-apa. Kita juga kadang bisa berlaku demikian, menyebalkan bagi orang lain, tidak sesuai dengan harapan teman, tidak bisa membantu sahabat, tidak bisa hadir saat benar-benar dibutuhkan. 

Dalam banyak hal, mungkin hampir semuanya, berlapang dada ini adalah kunci. Bentuk pengakuan bahwa memang tidak semua hal bisa kita kendalikan, bahkan tidak ada yang benar-benar bisa kita kendalikan. Lakukan apa yang bisa ita lakukan, bertegur sapa, menjawab sopan ketika ditanya, membatasi diri dari interaksi, berusaha memperbaiki hubungan, dst. Hasilnya akan bagaimana, tinggal serahkan. Maka, ingat saja bahwa kehidupan tenang dan damai itu kita sendiri yang tentukan ukurannya, kita yang usahakan, dan Tuhan yang berikan. 



Salam, Nasha

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ►  2025 (21)
    • ►  Mei 2025 (2)
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ▼  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ▼  April 2024 (3)
      • Mengenal Stress Language, Ekspresi Stres yang Seri...
      • Cerita Vaksin HPV untuk Perempuan Sudah Menikah
      • Pentingnya Menjaga Diri Sendiri dan Hubungan Baik ...
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ►  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes