Mengenal Stress Language, Ekspresi Stres yang Sering Bikin Salah Paham

Sebagian kita mungkin pernah sulit atau malah banyak tidur, tidak mampu mengontrol makan, berbicara dengan nada tinggi, sangat mudah tersinggung; ataupun menghadapi gejala sakit kepala, sakit perut, jantung berdetak cepat. Kadang kita mencari tahu apa yang memicu keluhan tersebut, kadang juga tidak. Padahal penting untuk mencari tahu akar permasalahan agar bisa ditangani dengan tepat. Seperti keluhan diatas yang erat kaitannya dengan kondisi stres tubuh, jika hanya diobati permukaannya saja tanpa mengatasi stres sebagai penyebabnya, maka keluhan itu akan terus berulang. Beberapa studi bahkan sudah mengklasifikasikan kecenderungan tubuh kita dalam menunjukkan stress dalam teori stress language


Stress Language

Sebelum stress language, mungkin kita sudah lebih dulu kenal dengan love language atau bahasa cinta. Lima cara umum yang ditunjukkan seseorang saat mengekspresikan kasih sayangnya pada orang lain. Serupa dengan itu, stress language adalah cara yang ditunjukkan seseorang ketika sedang merasa tertekan atau stress. 

Teori yang paling dikenal adalah milik Chantal Donnelly sebagai cara untuk memahami kecenderungan pola perilaku seseorang ketika ia sedang kewalahan atau kesulitan. Kita bisa memperhatikan sendiri kecenderungan respon kita terhadap stres tersebut, termasuk kategori yang mana, dan bagaimana saran menghadapinya. Secara umum, bahasa stres ini bisa kita gunakan sebagai sinyal untuk kembali memperhatikan diri dan sebagai sinyal juga untuk lebih bijak juga ketika berhubungan dengan orang lain. Mungkin dengan mengambil jarak dulu, mungkin engan mengkomunikasikannya, atau mungkin ketika kita tahu saat orang lain sedang stres justru kita yang berinisiatif membantunya.  

Sama dengan bahasa cinta, kita juga bisa memiliki lebih dari satu bahasa stres atau bisa jadi juga kita menggunakan bahasa yang berbeda dengan orang yang berbeda. Itu hal yang normal. Kelima bahasa stres tersebut antara lain:

  • The Exploder

Mungkin kita mengenal orang dengan tipe ini sebagai mereka yang mudah marah atau meledak, bahkan untuk hal-hal sepele. Padahal, itu cara yang biasa mereka tunjukkan ketika sedang stres. Maka, harusnya bukan jangan marah yang menjadi jalan keluarnya namun dengan mengelola stres tersebut. Karena sesuai penjelasannya, tipe exploder ini adalah mereka dengan perilaku yang terlihat seperti kesal, frustasi, agresi, bahkan juga menuding orang lain atas kesusahan mereka. Mereka akan merespon solah-ola ada krisis dan akan menjadi marah, paranoid, atau tiba-tiba terdorong secara biologis untuk menyerang.

  • The Imploder

Sedangkan orang dengan tipe ini, biasana menginternalisasi stres yang mereka miliki. Mereka bisa merasa putus asa, tidak berdaya, dan cenderung menyalahkan diri sendiri dengan bahasa-bahasa yang penuh tekanan. Dijelaskan pula, tipe ini juga enggan atau kesulitan mengekspresikan yang mereka rasakan, melakukan kontak mata, sehingga apa yang mereka raskan akan teredam jauh. Tipe ini akan bersembunyi dari dunia luar ketika stres yang sayangnya sering disala pahami sebagai pengabaian. 

  • The Fixer

Tipe ini terlihat baik pada awalnya karena seolah membantu dengan segera mengerjakan dan memperbaiki banyak hal, sayangnya batasan semakin kabur bagi mereka. Ketika stres seorang dengan tipe fixer ini akan melakukan hal-hal yang tidak diperlukan, tidak percaya pada orang lain, repot sendiri, juga melewati batas, akibatnya ia sendiri bisa kewalahan mengerjakannya sambil mengeluh dalam omelan yang panjang. Mungkin mereka percaya dan terbiasa bahwa masalah itu harus diselesaikan segera, padahal kadang kita perlu mundur untuk bisa menyelesaikannya dengan lebih bijak. 

  • The Denier

Mereka yang masuk dalam kategori ini, biasanya adalah mereka yang meyakini bahwa menunjukan tanda stres adalah tanda kelemahan, sehingga mereka menyangkal kondisi bahwa mereka sebenarnya stres atau tertekan dengan keadaan. Mereka terus meyakinkan diri dan orang sekitar bahwa semua baik-baik saja, padahal jauh didalam diri mereka tahu tidak demikian sebenarnya. Kita bisa melihat mereka seperti mengabaikan kenyataan dan mencoba untuk optimis, sering kita sebut dengan toxic positivity.  Mengabaikan perasaan begini tidak bisa dibenarkan karena bisa berakibat pada emosi yang sering berubah dan meledak-ledak.

  • The Numb-er

Terakhir, tipe ini biasanya akan melarikan diri dari kondisi stres yang harusnya mereka hadapi dengan melakukan sesuatu secara berlebihan. Mereka bisa mengonsumsi alkohol juga obat-obatan terlarang. Kadang mereka juga beralih pada perjudian ataupun game online. Hal yang tidak negatif pun juga bisa menjadi pelampiasan mereka, seperti belanja, menelusuri media sosial, bahkan tidur secara berlebihan. Ada pula yang melakukannya engan berolahraga ataupun bekerja terus-terusan, hal yang bisa menjadi distraksi dan membantu melupakan apa yang terjadi tidak peduli jika  itu malah menyakiti diri. 


Pentingnya Mengetahui Tanda Stres Pribadi

Dalam teori-teori yang diungkapkan tentang stres itu, beberapa point penting kenapa kita perlu mengetahui stres language kita adalah:

- Sebagai sinyal pribadi untuk lebih memperhatikan diri
- Dasar komunikasi dengan orang sekitar untuk bisa lebih saling memahami
- Sebagai bahan pertimbangan agar lebih bijaksana bersikap 

Sebenarnya apa yang lebih penting dari mengategorikan diri sesuai dalam lima kelompok tersebut adalah untuk menyadari kondisi kita sedang stres atau tidak. Karena seringkali tekanan yang kita rasakan tersebut mempengaruhi bagaimana kita bersikap atas hal lainnya. Mengenal jenis bahasa stres ini membuat mata kita lebih terbuka, oh saya begini karena sedang ada tekanan dari arah sana, oh dia bersikap menyebalkan begitu karena sedang stres. Dengan begitu kita bisa lebih lapang memahami dan lebih bijak juga memisahkan mana yang perlu kena efek mana yang tidak. Kita juga lebih mudah untuk meminta dukungan ataupun mendukung orang dalam kondisi yang sama. 

Saya menyadari bahwa ketika ada banyak tekanan saja, saya menjadi sngat tidak sabar dan jadi lebih mudah marah pada apapun, bahkan pada anak-anak yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan tekanan yang saya hadapi. Saya mengenal bahwa kadang yang membuat saya meledak bukanlah apa yang terjadi tapi lebih pada bagaimana kondisi diri. Perilaku anak yang sama misalkan, bisa saya respon dengan cara yang berbeda. Ketika sedang dalam kondisi prima, tingkah mereka bisa ditorerir dengan bercanda atau bisa dinasihati dengan nada rendah dan senyuman juga. Sebaliknya, ketika dalam kondisi stres, panggilan mereka saja bisa dibalas dengan sentakan yang menakutkan.

Membayangkan kondisi orang tua tidak stabil yang harus mereka hadapi inilah yang mendorong saya untuk belajar lebih banyak mengenali kondisi diri. Ketika tahu bahwa saya sedang stres misalkan, saya akan lebih banyak menghela nafas dan menggumam bahwa itu urusan lain, bahkan sering juga saya tulis. Menjelaskan dalam catatan bagaimana kondisinya, apa yang saya khawatirkan, dan apa yang bisa saya lakukan. Ketika merasa kewalahan atau tertekan lagi, saya tingga membuka buku catatatn tersebut dan menenangkan diri, yah setidaknya saya sudah melakukan apa yang saya bisa.  Mungkin stresnya masih tetap ada, tapi sudah mulai bisa ditempatkan dengan lebih tepat, tidak asal diledakkan kesembarang orang. 

Begitu juga dengan mengenali bahasa stres yang dimiliki oleh orang sekitar. Melihat gelagat mereka, membaca tanda bahwa ada hal yang mengganggu yang membuat mereka stres hingga melampiaskannya pada kita, bisa memberikan saya sedikit ruang lebih memahami mereka. Ketika seseorang menjadi mudah tersinggung dan meledak pada hal-hal sepele, daripada sekedar melabeli mereka dengan sifat pemarah, lebih melegakan jika kita mau melihat lebih dalam dan mengetahui yang sebenarnya. Seringkali mereka sedang tertekan atau bahkan terluka, sehingga ada bagian dalam diri mereka tersebut yang minta diperhatikan.

Kadang ada orang yang mau menyadari ini, banyak juga yang tidak. Kita memang tidak bisa serta merta memiliki hati yang lapang dan ikhlas menerima keadaan, ikhlas ketika orang terdekat sedang stres dan membahasakannya dengan cara yang tidak nyaman bagi kita, namun mengenali bahasa tersebut, memahami bahwa ada hal diluar kendali yang menekan mereka, dapat memberi kita bekal untuk bisa lebih banyak menghela napas. Untuk melihat lebih luas, dan membantu juga mendukung dengan cara yang lebih baik.


Salam, Nasha

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!