Dari sebelum punya anak, aku udah ngeh sama isu screen time ini karena kayanya saat itu lagi jadi perhatian dimana youtube mulai gampang diakses dan anak dikasih aja sih biar anteng, biar bisa nyambi. Seperti pemikiran ideal perempuan belum punya anak pada umumnya, aku gak mau ya anakku youtube-an. Eh udah punya anak, 'katanya' pemikiran itu gak mungkin terwujud.
Udah kucoba, ternyata bisa kok.
Meski sulit ...
Sebelumnya, perlu diketahui rekomendasi screen time anak dari IDAI itu mulai dari anak 2 tahun-5 tahun hanya diperbolehkan 1 jam sehari dengan pendampingan, dibawah usia itu (1 tahun) hanya boleh video call. IDAI memberi kebijakan batasan ini dalam upaya untuk mengurangi dampak negatif dari screen time, antara lain resiko rabun, speech delay, kemampuan sosial, misinformasi, dan kecanduan.
Terus, gimana cara mengurangi/ meniadakan screen time sekalian?
Mindset
Menurutku, hal yang paling awal perlu dibentuk adalah mindset kita sebagai orang tua. Anggep aja emang tv ataupun hp bukan buat anak. Ekstremnya nih, orang dulu aja (atau kita edh, pas anak-anak) gak ada HP, gak ada TV juga bahkan di generasi sebelumnya. Bisa-bisa aja tuh! Iya, iya, beda zamannya, beda lingkungannya, beda semuanya. Tapi yakinkan dulu kalau bisa kok. Dengan punya pola pikir dasar kaya gini, opsi untuk ngasih screen time ke anak akan hilang.
Selain untuk menghindari resiko, aku punya pertimbangan lain perkara screen time ini, bahkan aku menunda selama mungkin untuk kenal, dan kalau akhirnya kenal memberi waktu sesedikit mungkin untuk screen time nya. Opsi untuk screen time itu taruh di urutan paling bawah coba. Menurutku, jika dibandingkan manfaat screen time untuk balita gak sebanding dengan kerugian/ resikonya. Kecanduan, tantrum, gak peduli sekitar, sedih banget. Bahkan, manfaatnya apa sih?
Ada banyak hal lain di luar sana yang bisa dipelajari tanpa gadget, karakter-karakter yang perlu dibentuk tanpa adanya gadget. Sifat-sifat sadar diri, peduli lingkungan, perhatian, empati, sabar, perlu diasah dengan kegiatan-kegiatan 'organik'. Gak usah mikir kegiatan ribet dulu, dikasih toples sama sendok juga anteng kok anak-anak tuh ;)
Ciptakan Lingkungan yang Mendukung
Selalu ingat, children see children do, jadi penting untuk kita menjadi contoh di sekitar anak. Mustahil kita larang anak untuk main handphone, sedangkan kita membersamai mereka dengan terus-terusan pegang handphone. Begitu juga dengan TV, kalau emang larang anak untuk nonton berarti kita juga gak bisa nonton saat ada mereka. Oh ya, kebiasaan yang gak jarang aku temui itu TV cuma buat backsound suara ternyata punya dampak negatif loh. Anak jadi kesulitan fokus dan gak peka, terus bertentangan dengan kebiasaan mindfull.
Aku sendiri bukan orang yang suka kebisingan, jadi emang gak punya kebiasaan jadiin suara TV sebagai backsound di rumah. Terus, pilihan acara TV yang makin gak cocok buatku bikin aku makin meninggalkan TV, jadi emang gak nyala sama sekali. Aku nonton cuma dari apps berbayar yang diakses dari handphone atau laptop (karena gak punya smart tv juga hihi). Pegang handphone di depan anak-anak pun jadi lebih sadar, bahkan kalau lagi main bareng, aku bilang dulu, sebentar ya ibu ada perlu, ibu kerja dulu ya. Lalu batasi berapa lama. Lama-kelamaan kita jadi terbiasa punya batasan pas pegang handphone, gak asal-asal scroll terus tau-tau udah kebablasan waktunya.
Kuat Membentuk Kebiasaan
Bikin aturan dan rutinitas juga gak kalah penting menurutku. Aturannya dari awal disepakati sama orang-orang di rumah, terutama orang tua dan pengasuh anak. Karena ini orang-orang yang paling banyak interaksi sama anak. Pengasuh ini bisa siapa aja ya, mungkin orang tua, mungkin kakek-nenek, anggota keluarga lain atau yang profesional juga, sepakati batasannya dari awal, pemakaian gadget di depan anak gimana, sehingga lama-lama membentuk kebiasaannya.
Lalu, kita atur rutinitas harian mereka dengan kegiatan-kegiatan sehingga opsi kasih gadget jadi gak ada. Jangan mikir ribet dulu kegiatan 24 jam, kegiatan anak kaya mandi makan aja udah lumayan ngabisin waktu kok.
Kalau di aku, rutinitas harian itu anak-anak kira-kira gini, bangun-mandi-sarapan-bebas-cemilan-bebas-makan siang-istirahat siang-cemilan-mandi sore-bebas-makan malam-bebas-beberes-tidur malam. Waktu bebas yang perlu kita isi kadang juga bisa diisi sendiri sama anak, kalau kita membiarkan mereka memutuskan. Kadang mereka jemur pakaian, kadang jalan-jalan keliling komplek, kadang kegiatan di dapur, nyapu rumah, siramin bunga, petikin daun kering, beberes, main sepeda, bola, lari-lari, gambar, main balok, gunting tempel, dst. Pernah sih bikinin jadwalnya, tapi sering gak works kalau aku ^^" terus banyak magerannya ih. Lebih sering anak-anak aja mutusin mereka mau ngapain, aku fasilitator, dan penengah kalau terjadi kericuhan ;)
Ide Permainan Lain
Meski gak lagi bikin jadwal, tapi akan lebih baik kalau kita punya semacam list di kepala kegiatan apa yang bisa diaplikasikan ke anak-anak, atau kalau kreatif ya bisa on the spot aja tiba-tiba kalau anak bosen kita bisa kasih solusi kegiatan. Dan bosan itu bukan hal yang negatif loh ya, kreatifitas itu bisa muncul dari rasa bosan. Biarin mereka bosan, biarin mereka mikir sendiri, kasih mereka ruang untuk berkreasi. Tapi kita juga harus peka ya, kalau anak mainnya udah mengarah ke 'kasar' oh mungkin karena energinya gak tersalurkan dengan baik, bisa diajak aktifitas outdoor atau aktifitas untuk motorik kasar.
Biasanya sih aku gak membatasi, kegiatan anak tuh ini dan kegiatan orang tua tuh ini. Lebih seringnya, berkegiatan bersama, bahkan mereka ikut milah sampah dan mengompos. Apalagi kalau urusan rumah harian kaya beberes rumah atau masak, mereka bisa-bisa aja kalau mau ikut.
0 Comentarios
Mau nanya atau sharing, bisa disini!