• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Biasanya di penghujung tahun begini, kita mulai melihat ke belakang tentang apa saja yang sudah kita capai dan sejauh mana kita berjalan. Melihat kembali target board atau wish list yang kesampaian dan yang belum. Lalu mulai merencakan di tahun depan kepingin apa mau mencapai apa. Menyenangkan juga ya bisa punya space untuk refleksi diri. Namun, dibalik hal-hal yang kita capai itu jangan lupa juga ada begitu banyak hal yang patut kita syukuri. Hal-hal yang tanpanya 2022 mungkin tidak akan berjalan seindah itu.


Diri Sendiri yang Bertahan

Secara luas, tahun ini terasa berbeda karena secara data angka Covid-19, yang membuat hidup kita jauh berbeda di dua tahun belakangan, sudah mulai menurun. Sehingga, kita juga tidak sewas-was dulu, lebih bebas bahkan hampir bisa beraktivitas seperti sebelumnya. Protokol kesehatan juga tidak seketat tahun lalu, meskipun menggunakan masker di tempat umum dan jaga jarak fisik sudah seperti kebiasan baru yang kita adaptasi. Berita buruk juga tidak seintens tahun lalu yang tiba-tiba mengabarkan duka kehilangan.

Kita bisa mulai bersyukur dengan masih bertahan, bukan jadi bagian dari angka yang gak sedikit itu. Begitu juga jika keluarga dan orang terkasih kita bukan termasuk di dalamnya, kita masih dikelilingi keluarga yang masih menyayangi dan kita sayangi. Puji Syukur ke Hadirat Allah, kita masih dikasih kesempatan untuk memperbaiki diri.

Aku sendiri termasuk di enam juta kasus di Indonesia itu, syukurnya bukan di saat kasus Covid dengan varian yang parah, delta misalkan. Sehingga keluhan yang aku alami seputar batuk pilek seperti flu pada umumnya saja. Pada banyak hal yang menyebalkan, memang bisa kita dapati hal yang bisa kita syukuri setelahnya.

Nikmat Iman

Satu kenikmatan yang sering aku lupa adalah nikmat iman. Kenikmatan bahwa kita memiliki keyakinan adanya Tuhan yang Berkuasa atas segalanya. Seakin mengglobalnya semua hal, semakin gampang kita punya akses terhadap sesuatu, semakin ada aja yang terlihat. Membuatku mensyukuri bahwa diatas itu semua aku punya Allah, ada Tuhan tempat aku bisa mengembalikan semuanya. 

Pada kejadian-kejadian yang sulit diterima logika, hal-hal yang muncul namun belum bisa dijelaskan apa, serta pada perilaku-perilaku yang kadang tidak masuk akal; aku bersyukur pada kenyataan bahwa kita punya Tuhan, punya keyakinan bahwa semua berasal dariNya. Dalam keadaan sangat lemah, dititik terrendah pun keyakinan itu bisa menyelamatkan kita dari dorongan impulsif sesaat. Kenikmatan bahwa kita punya tujuan yang besar, serta punya alasan yang sangat besar untuk melakukan ataupun meninggalkan sesuatu. Meski tidak selalu kita bisa kuat, namun itu bentuk kenikmatan yang perlu kita syukuri. 


Nikmat Keluarga dan Teman

Di 2022 ini aku akhirnya bisa bertemu dengan mereka yang sudah lama tidak aku temui. Aku bisa mudik lebaran bertemu dengan seluruh keluarga besar, serta teman-teman di kampung halaman. Perkara sederhana untuk bisa bertemu mereka dulunya, namun jadi hal istimewa sejak berangkat ke sana perlu menyisihkan hampir satu hari perjalanan karena dua kali pesawat yang harus aku naiki. Ditambah dengan kehadiran bocah-bocah yang sedang aktif ini.


Selain itu, tahun ini aku juga dikunjungi oleh teman-teman yang baik hati. Kunjungan yang menyenangkan tentu saja. Bisa kembali menikmati peran sebagai sahabat, mengenang kembali kegiatan gembira yang dulu pernah dilakukan, berbagi cerita, merasakan kasih sayang mereka, dan menyadari bahwa indeed, we're belong to some special place, someone's heart misalkan. 


Bukan hanya yang jauh, namun aku juga bersyukur pada yang ada di depan mata. Keluarga kecil yang tidak selalu harmonis dan bahagia. Suami dan anak-anakku ini memang tidak sempurna. Tak jarang tingkah mereka juga menyebalkan, membuatku kesal juga sedih, tapi kasih sayang mereka nyata, begitu juga dengan apa yang aku rasakan.


Pada akhirnya kita mungkin tidak selalu setuju, tidak selalu suka dengan mereka, namun kita tau bahwa kita akan selalu menyayangi dan disayangi oleh mereka. Kehadiran orang-orang ini adalah hal terbesar yang bisa kita syukuri.



Tempat Tinggal yang Damai

Satu fakta yang tidak boleh kita lupakan adalah kita tidak tinggal di negara yang sedang berperang. Kita bisa beraktivitas keluar rumah tanpa takut tiba-tiba terjadi serangan. Mengetahui hal itu saja seharusnya sudah membuat kita sangat bersyukur. Ditambah jika lingkungan kita tinggal adalah lingkungan yang tidak banyak keributan, kita bisa hidup rukun dikelilingi dengan orang-orang yang juga suka kedamaian. Maka aku heran, sudah punya tempat tinggal di wilayah yang damai begini, kenapa ya masih saja ada orang yang suka cari ribut? Bertengkar hanya karena hal-hal sepele seperti perbedaan pilihan misalkan. 


Aku mensyukuri kota tinggalku sekarang, meski jauh dari keluarga besarku, namun aku bisa menyukai kota ini. Aku akan menuliskan tentang kota ini nanti. Bukan tempat yang sempurna namun mampu membuatku nyaman hingga tak segan kusebut rumahku kini. Sederhana harapanku kedepannya, dimana pun aku berada nantinya semoga juga bisa membuatku jatuh cinta sama seperti pada surakarta.


Alam yang 'Masih' Bersahabat

Krisis iklim memang sedang melanda, di seluruh belahan dunia kita bisa merasakan akibatnya. Suhu yang lebih panas terjadi di mana saja. Namun sebagai wilayah di garis khatulistiwa, efek yang kita rasakan tidak separah mereka yang di afrika misalkan. Kita tidak mengalami kekeringan juga tidak mengalami gagal panen yang parah. Kita bisa leluasa bernafas, memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan minum dengan mudah. Akses terhadap air bersih juga tidak sulit, meskipun tidak menutup mata, ada daerah-daerah tertentu di negara ini yang airnya sudah tercemar, kebanyakan akibat aktivitas manusia juga.


Pada dasarnya lingkungan alam bisa kita bagi sebagai lingkungan tanah, air, dan udara. Mensyukuri alam wajib kita lakukan dengan menjaga kelestariannya. Hal sederhana yang sering diserukan dapat kita lakukan dari rumah mulai dari mengelola sampah, menanam pohon untuk peningkatan kualitas udara, hingga pengelolaan air limbah buangan rumah tangga. Lihat kampanye unicef ini. 



Akses Pendidikan yang Semakin Mudah

Jika dulu pendidikan adalah tentang berangkat ke sekolah mulai dari TK, SD, hingga perkuliahan, kini pendidikan dapat kita lakukan dengan lebih mudah secara daring di rumah saja. Semakin banyak institusi pendidikan yang memudahkan peserta didiknya mendapatkan akses ilmu. Meskipun sayangnya biaya pendidikan di sini masih jadi sorotan karena terus meningkat dari waktu ke waktu. 


Bukan hanya bentuk pendidikan formal namun juga keahlian nonformal. Bahkan mereka yang sudah ahli juga tidak segan berbagi ilmu melalui berbagai platform yang kini tersedia. Semua kembali ke kita masing-masing ingin memperoleh ilmu, pelajaran seperti apa, dan dari pihak yang mana. Karena mudahnya membuat konten, kita juga harus makin jeli sumber mana yang bisa dipercaya dan tidak. 


Nikmat Kesehatan

Lengkapnya anggota tubuh yang Tuhan anugerahkan adalah hal yang patut kita syukuri selalu. Jika pertambahan usia tidak menurunkan kualitas tubuh kita, maka itu adalah hal kedua yang kita syukuri setelahnya. Karena banyak orang yang mengetahui ada kondisi-kondisi tertentu pada tubuh seiring dengan bertambahnya usia.


Aku misalkan, di usia belum kepala tiga ini, mendapati beberapa keluhan pada badan, yang setelah dilakukan pemeriksaan, eh ada aja kenyataannya. Pernah aku share juga disini. Aku pernah sangat down gara-gara itu, lucu sih kalau diingat sekarang, tapi saat itu ya aku nangis-nangisan.


Setelah kelar, aku coba urai apa yang aku rasakan dan apa yang bisa aku lakukan. Aku tulis di kertas keluhan apa aja yang aku rasakan dan apa yang bisa aku lakukan untuk meredakannya. Aku ada keluhan gigi, ok aku bisa berobat gigi lalu aku tulis step by step nya gimana, dan kebiasaan apa yang harus aku ubah. Aku punya masalah tulang, maka aku tulis apa yang harus aku lakukan, ke mana aku berobat, dan apa yang boleh dan gak boleh aku kerjakan. Aku juga mulai rutinitas baru untuk gak memperburuk keadaan itu. Oh, aku juga punya keluhan kulit, maka aku mulai merawat kulit, skin care katanya, bukan cuma wajah tapi juga tangan dan kaki. Aku mulai perhatikan makanan, apa yang masuk ke tubuh, dan apa yang sebaiknya aku lakukan ataupun hindari. Aku niatkan dan wujudkan untuk cek kesehatan rutin, tahunan deh supaya bisa sedikit terlihat kondisi tubuhku. Karena diantara banyaknya keluhanku, masih ada banyak juga yang masih baik-baik saja, dan aku bersyukur dengan menjaganya.


Status Pernikahan

Tahun depan banyak dari temanku yang akan berkepala tiga. Sebagian dari mereka pernah menyampaikan kegelisahan tentang status pernikahan serta komentar dan pandangan sekitar. Aku bisa membayangkan sih, tapi aku juga gak bisa menjawab banyak. Karena aku gak pernah menganggap pernikahan itu pencapaian, gak pernah punya target menikah di umur berapa, tapi ya 'sedapetnya' aja. Kalau emang Tuhan kasih disaat itu, ya aku jalan. Karena Dia-lah yang memantapkan hatiku. 


Lagipula menikah ataupun belum menikah adalah kedua hal yang sama bisa disyukuri. Aku bersyukur menikah beberapa tahun lalu, karena jika saat ini, entah aku akan berani atau tidak mengambil keputusan pernikahan. Derasnya informasi kayanya bikin aku makin overthinking dan bakal menambah banyak sekali pertimbangan untuk ambil keputusan pernikahan nanti. Meskipun menikah bisa menyenangkan karena punya 'rekan' untuk bersama-sama, kadang aku juga merindukan masa sebelum menikah, yang hanya memikirkan diri sendiri. 


Maka, daripada fokus pada apa yang belum diraih coba bersyukur dengan apa yang ada sekarang. Menikah sehingga punya tujuan bersama dengan teman hidup itu. Belum menikah, nikmati dan selesaikan apa yang perlu dilakukan untuk dirisendiri, keluargamu, juga apa yang ingin kamu raih. Karena pernikahan adalah hal yang sangat besar.


Pekerjaan

Tahun ini dan tahun sebelumnya ada banyak kabar tentang banyak perusahaan yang harus tutup ataupun mengurangi jumlah karyawan dengan alasan efisiensi. Jika saat ini kamu masih memiliki pekerjaan, maka syukuri, meskipun terkadang rasanya melelahkan dan ingin menyerah. Tidak apa kalau dirasa pekerjaanmu belum menyenangkan, setidaknya kamu punya pendapatan dan tidak menjadi beban. Bisa berbagi dan bermanfaat dengan pendapatan itu adalah hal yang menyenangkan kan?


Tidak harus pekerjaan, jika kamu masih bisa memiliki aktivitas yang bermakna, memastikan dirimu bernilai dan berdaya, kamu juga bisa bersyukur. Mengurus anak sendiri meskipun kadang terasa menyesakkan. Mendampingi suami/istri meskipun banyak yang salah persepsi tidak produktif, tapi selama kamu merasa cukup berharga, maka itu saja juga cukup untuk disyukuri. Semoga kita bukan golongan orang yang sudah memiliki segala, tapi didalamnya tidak juga merasa cukup berharga. 


Berada di Jalan yang Lebih Baik

Tahun ini aku mulai melakukan apa yang selama ini masih tertunda. Mulai membuka diri untuk kegiatan baru dan orang-orang baru. Terbuka untuk berbagai kesempatan yang ada, dan memberanikan diri mencoba. Karena biasanya aku enggan mencoba dengan alasan tidak punya persiapan matang, sekarang coba untuk mulai dulu. Tidak sempurna tidak apa, belum sesuai mencapai yang diinginkan tidak apa, aku belajar untuk berani memulai meski bisa jadi salah meski bisa saja gagal. 


Sejak mulai menyadari pentingnya menjaga diri sendiri, aku juga sudah merutinkan bentuk self care meskipun masih belum sempurna tapi aku senang sudah memulai. Setidaknya sudah dijalan yang lebih baik. Selain pada diriku sendiri, aku juga bersyukur karena masih bisa menyampaikan kasih sayang pada orang-orang yang aku sayangi. Awalnya memang kikuk, tapi setelah icoba bisa jadi biasa. To let them know how much they are meant to me.


Jika ada banyak pencapaian yang sudah terpenuhi ataupun yang belum terlaksana, tidak apa, asal kita berjalan di jalan yang lebih baik. Kita sudah dijalan yang seharusnya kita berada. Ingat Tuhan tidak meminta kita berhasil, ia hanya menuntut kita berusaha, memperbaiki sehingga bisa menjadi lebih baik dari hari ke hari.


Segala Pelajaran

Perjalanan satu tahun kadang terasa begitu panjang kadang juga bisa terasa begitu singkat. Pada setiap kejadian selama setahun belakangan, entah kita suka atau tidak, semoga ada pelajaran yang kita peroleh. Dan kita bisa bersyukur untuk semua pelajaran itu. Pelajaran yang didapat dengan susah payah karena harus melalui banyak masalah.  Pelajaran yang didapat dengan mudah karena ada orang-orang yang dengan senang hati berbagi. Bersyukur dengan menyadari seutuhnya apa yang kita terima. Lalu, melakukan yang terbaik yang kita bisa, menjaga apa yang masih tersisa, mengupayakan kenikmatan agar bisa lestari bertahan lama.




Last, see you all next year 💖


Salam, Nasha


Artikel dengan tema ini dimuat di laman https://www.kompasiana.com/salamnasha/63ac162ca196e361693fc5a2/hal-patut-yang-kita-syukuri-di-2022

Perubahan iklim diartikan sebagai perubahan signifikan pada suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang. Seharusnya, perubahan iklim ataupun krisis iklim bukan lagi topik baru yang kita dengar. Efek yang sangat merugikan bahkan juga mematikan semakin sering disuarakan. Ditambah dengan fakta baru-baru ini populasi manusia di bumi sudah menembus angka delapan miliar jiwa. Kenaikan yang menakjubkan, mengingat kurang dari lima puluh tahun untuk populasi meledak dua kali lipat. Kekhawatiran mengenai kondisi bumi menjadi kian bertambah.


Salah satunya adalah pembuktian bahwa lebih dari setengah penyakit manusia bertambah buruk akibat adanya krisis iklim (Mora, 2022). Penelitian ini juga mengungkapkan lebih dari seribu jalur baru penyakit patogen ditimbulkan oleh krisis iklim. Bahkan organisasi kesehatan dunia, WHO, memprediksi pada dekade berikutnya angka kematian akibat penyakit dari krisis iklim ini bisa mencapai ratusan ribu jiwa per tahun. Penyakit yang disebut itu antara lain zoonosis yang kini sedang marak di Afrika, malaria, kolera, pneumonia, dan bisa semakin beragam dengan semakin menurunnya kualitas lingkungan, air, udara, serta makanan yang kita konsumsi.


sumber gambar Pixabay


Fakta-fakta ini memang sangat mengkhawatirkan. Apalagi UNICEF juga mengungkapkan bahwa anak-anak adalah pihak yang paling rentan dan menderita akibat perubahan iklim ini. Sebagai orang tua, berikut beberapa hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk menghadapi hal tersebut:


Lengkapi Vaksin sebagai Hak Anak


Saat ini ada empat belas vaksin yang perlu orang tua berikan pada anak, tujuh diantaranya adalah subsidi dari pemerintah sehingga bisa didapatkan secara gratis di fasilitas kesehatan seperti puskesmas. Vaksin subsidi yang paling baru ditambahkan adalah PCV yakni vaksin untuk mencegah penyakit pneumonia atau radang paru-paru. Bahkan vaksin polio, untuk pencegahan penyakit akibat virus polio, yang menjadi kejadian luar biasa karena baru-baru ini muncul kembali di Aceh, sudah ada sejak tahun 1980. Vaksin lainnya yaitu BCG, DPT, Campak, Hepatitis B, Rotavirus, dan HPV. Selengkapnya dapat dilihat pada situs IDAI.

Selain ketujuh vaksin diatas, orang tua perlu menyiapkan dana mandiri dan memprioritaskan pemberian vaksin kepada anak sebagai upaya pencegahan penyakit sesuai jenis vaksin tersebut.

Biasakan Hemat Energi


Hemat energi disini bukan hanya soal energi listrik, tetapi penggunaan energi apapun. Perlu disadari, setiap barang yang kita peroleh membutuhkan energi untuk sampai di tangan kita. Sehingga penting untuk bijak konsumsi, dan bertanggung jawab pada apa yang sudah kita miliki. Mulai terapkan prinsip pakai sampai habis, pakai sampai rusak, atau pikirkan pengalihan manfaat dari suatu benda.

Perilaku seperti ini sudah harus dibiasakan dari rumah oleh orang tua, beri pelajaran pada anak tentang peran dan tanggung jawab mereka pada bumi ini. Berikan teladan.

sumber gambar Pixabay


Terapkan Pola Hidup Sehat


Pola hidup sehat bisa beragam, namun dasarnya bisa dimulai dengan makan makanan bergizi, lalu minum, istirahat, dan olahraga yang cukup. Makanan bergizi disesuaikan dengan kebutuhan harian yang tergantung pada usia juga jenis aktivitas. Lengkapi dengan makanan yang higienis untuk mengurangi paparan virus, bakteri, atau zat berbahaya lainnya. Utamakan sumber makanan alami daripada makanan kemasan. Perhatikan juga komposisi dari makanan tersebut. Begitu pula dengan minum, pastikan air yang masuk ke tubuh anak memang air bersih yang layak konsumsi.

Tubuh yang bugar perlu latihan, perlu bergerak, dalam aktivitas olah fisik. Beri anak ruang untuk menyalurkan energi mereka yang berlimpah. Kegiatan olahraga pun bisa dimanfaatkan menjadi sarana waktu berkualitas keluarga. Lalu, beri tubuh waktu istirahat yang cukup. Tentukan waktu anak untuk menghentikan kegiatan dan mulai masuk kamar. Ciptakan suasana yang mendukung anak untuk tidur lelap. Kebiasaan sehat seperti ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh sehingga akan lebih kuat melawan virus penyebab penyakit.

sumber gambar Pixabay

Jaga Kebersihan


Setelah dua tahun hidup pada masa pandemi, menggunakan masker bukan lagi hal yang asing. Penggunaan masker terbukti efektif mengurangi penyebaran penyakit, sehingga tetap gunakanlah masker. Beri anak pengertian dan teladan, jangan lupa sediakan masker yang memang nyaman bagi anak. Lalu, rutin mencuci tangan apalagi sebelum memegang makanan.

Secara keseluruhan jaga lingkungan anak beraktivitas tetap bersih. Mulai dari rumah seperti air, udara, dan lingkungan  yang bersih. Misalkan gunakan air dari PDAM saat air tanah keruh atau banyak kotorannya. Meningkatkan kualitas udara dengan tidak merokok di dalam rumah serta memperbanyak tanaman di area rumah. Selanjutnya, pastikan tidak ada genangan air untuk nyamuk berkembang biak atau tumpukan sampah yang mengundang datangnya lalat dan binatang pembawa bakteri lainnya.

Tanam Pohon


Manfaat paling krusial dari pohon adalah meningkatkan kualitas udara yang kita hirup. Pohon menyerap berbagai polutan dan menghasilkan oksigen. Selain itu, pohon juga bisa menjaga kualitas tanah dan menjaga cadangan air sehingga berperan dalam pencegahan banjir. Kita juga bisa memanfaatkan hasil dari pohon sebagai makanan.

Kebiasaan sederhana dengan menanam lalu menyiram tanaman ini adalah kebiasaan baik yang bisa kita ajarkan pada anak. Harapannya agar mereka bisa hidup dengan sikap peduli lingkungan, memiliki sifat welas asih kepada sesama makhluk Tuhan. Beri tahu mereka tentang manfaat pohon, perlihatkan caranya, dan bisa juga dijadikan aktivitas menyenangkan bersama.

sumber gambar Pixabay


Jika kita sederhanakan, kita bisa menyikapi kondisi ini dengan meningkatkan imunitas anak, meningkatkan kualitas lingkungan sekitar anak, serta berpartisipasi mengurangi penyebab krisis iklim. Mulai dari hal-hal kecil di rumah, semoga bersama-sama bisa menjadi  gerakan besar yang berarti. Karena kita orang tua yang memiliki anak. Perjalanan mereka masih sangat panjang. Lakukan sesuatu, perlihatkan bahwa kita memang peduli, untuk menciptakan bumi yang lestari demi masa depan mereka nanti.


Salam, Nasha


Referensi:

Mora, C., et al. (2022) Over half of known human pathogenic diseases can be aggravated by climate change. Diakses pada 22 November 2022, dari https://www.nature.com/articles/s41558-022-01426-1

UNICEF. (2021). The Climate Crisis is a Child Rights Crisis: Introducing the Children’s Climate Risk Index. Diakses pada 22 November 2022, dari https://www.unicef.org/reports/climate-crisis-child-rights-crisis


Artikel ini juga dimuat dan salah satu headline, di https://www.kompasiana.com/salamnasha/63abc4534addee71f67db6d3/begini-cara-orang-tua-mengatasi-resiko-penyakit-perubahan-iklim-pada-anak

Mengutip ucapan Ali Bin Abi Thalib, "sesungguhnya manusia itu ada dua tipe: Jika dia bukan saudaramu seagama, dia saudaramu dalam kemanusiaan" aku jadi teringat tentang pengalamanku saat sekolah dulu. Sebagai murid minoritas di sekolah selama sembilan tahun di bangku SD dan SMP.



Aku hidup di kota dimana muslim adalah agama mayoritas, namun orang tuaku memutuskan agar aku bersekolah di salah satu yayasan non muslim saat itu. Keputusan dan keberanian yang kukagumi sampai sekarang. Karena aku bisa membayangkan bahwa itu bukan hal yang mudah, ditambah dengan komentar dan pendapat orang lain. Tapi orang tua ku bisa yakin dan tetap maju, serta menjawab segala keraguan, ketakutan yang orang lain kemukakan. Toh, aku tetap muslim, aku juga diikutkan kelas mengaji setiap hari di masjid. Sama seperti anak lainnya. Pertimbangan kedua orangtuaku sederhana sebenarnya. Saat itu, sekolah itu adalah salah satu sekolah terbaik yang menjadi pilihan. Pilihan yang membuatku mendapat banyak pengalaman tentang perbedaan.


Sholat

Selama bersekolah di yayasan tersebut, aku tetap mendapat pelajaran agama sesuai dengan agamaku. Kami yang muslim di beberapa kelas yang setara akan berangkat ke ruangan berbeda untuk menerima pejaran dari guru agama islam. Standar dua jam mata pelajaran seminggu, sama banyaknya dengan anak-anak lain dan sekolah-sekolah lain. 


Untuk ibadah wajib selama jam pelajaran juga tidak sulit, aku bisa sholat zuhur saat istirahat siang di mushola yang tidak jauh dari sekolah. Ada satu kejadian yang masih aku ingat hingga kini. Saat itu hari jumat, kewajiban bagi laki-laki untuk pergi ke masjid melaksanakan sholat jumat. Seorang guru kemudian bertanya pada anak laki-laki yang ia temui, kenapa tidak berangkat ke masjid. Rupanya ia ragu pergi karena lupa membawa sandal, akhirnya guru tersebut meminjamkan sendalnya agar anak tadi bisa berangkat ke masjid melaksanakan sholat jumat. Hal sederhana tapi menyentuh untukku. 


Saat 'terpaksa' sholat di dalam kelas pun, tidak pernah sekalipun temanku dulu yang mengganggu ataupun merasa terusik. Malah sedihnya, aku justru diganggu oleh teman seagamaku sendiri saat SMA. Aku tidak akan menyamaratakan, namun itu hal yang aku alami dan perbuatan seperti ini memang kembali ke individu masing-masing.


Berpuasa

Selama sembilan tahun sekolah tersebut, ada tahun-tahun dimana aku menjalankan ibadah Ramadhan dengan tetap bersekolah seperti biasa dan ada pula yang ikut kegiatan keagamaan bernama pesantren kilat. Jadi di kotaku, aku lupa sejak tahun berapa, ada keputusan walikota agar setiap Ramadhan kegiatan sekolah digantikan dengan full kegiatan keagamaan di tempat ibadah masing-masing. Kami yang muslim wajib ikut pesantren kilat di masjid sekitar rumah masing-masing. 


Sebelum adanya pesantren kilat itu, aku berpuasa di tengah-tengah teman yang tidak puasa. Di sana, kantin buka seperti biasa. Hal yang tidak masalah juga harusnya. Mereka makan di depanku juga tidak apa. Namun yang mengagumkann, teman-temanku ini tidak pernah mau makan di depanku, bahkan mereka yang biasanya makan atau membawa cemilan ke kelas tidak pernah melakukan itu selama kami berpuasa. Aku ingat suatu kali, salah seorang temanku masih menghisap permen saat masuk ke kelas. Saat ia mengobrol denganku, ia baru tersadar bahwa masih ada permen di mulutnya. Ia langsung meminta maaf dan membuang permen tersebut. Sederhana sekali kan? Tapi itu menghangatkan hatiku, bahkan puluhan tahun setelah itu terjadi. 


Ibadah Mereka

Masuk ke dalam kelompok tertentu, membuatku banyak menyaksikan kebiasaan orang lain yang berbeda dariku. Bagaimana mereka berdoa, ritual apa yang dilakukan, serta pantangan apa yang tidak boleh dilanggar. Aku hafal doa yang dilantunkan setiap pagi, aku ingat jadwal ibadah yang mengharuskan semua mengganti jam pelajaran, serta aku juga ikut tidak makan saat mereka juga berpuasa. Pada hari besar tertentu, aku juga ikut kegiatan disana, tidak menyisakan bekas apapun selain kegembiraan.


Hal-hal yang kadang menakutkan bagi orang lain untuk masuk ke kelompok tertentu yang dianggap berbeda, ternyata adalah hal yang biasa saja. Toh ternyata aku beribadah sesuai dengan agamaku, mereka juga menjalankan ibadah sesuai dengan yang mereka yakini. Tanpa bersinggungan, bisa saja kok sebenarnya.


sumber gambar Pexels


Pelajarannya

Pengalaman sembilan tahun itu cukup berpengaruh pada bagaimana aku memandang kehidupan sekarang. Untuk hidup damai tanpa meributkan perbedaan. Hal yang sangat aku syukuri, karena aku tidak hanya belajar akademis namun juga belajar banyak tentang kehidupan dan perbedaan. 


Pertama, aku memahami bahwa sejak awal kita tidak tau bahwa kita berbeda. Kita dilahirkan sebagai bayi yang tidak tau tentang asal usul. Kita tumbuh sebagai anak-anak yang ingin bermain dengan siapa saja tanpa paham mengkotak-kotakkan manusia lain. Sebagai anak, kita bisa saja berteman dengan siapa pun, dari suku mana saja, dan dengan latar belakang apapun. Orang tua lah pihak yang pertama kali memberi batas pergaulan dan mulai membeda-bedakan manusia. 


Kedua, aku diajarkan betul bagaimana kita tidak bisa sembarangan menilai orang lain. Seseorang adalah bentuk yang sangat luas, tidak mungkin kita bisa mengambil kesimpulan hanya dari beberapa pertemuan atau bahkan dari kata orang lain. Apa yang seseorang lakukan belum tentu mewakili keseluruhan dirinya. Ada begitu banyak alasan, ada banyak sekali momentum, dan ada berjibun masa lalu dan masa depan. Sederhananya, tidak perlu repot menyimpulkan orang lain. 


Ketiga, setiap kita memang diciptakan istimewa sehingga berbeda itu hal biasa. Aku bersekolah bukan hanya dengan teman yang agamanya berbeda namun juga dengan teman dari suku yang beragam. Bukan hanya asal usul, namun kecenderungan fisik, kebiasaan, dan logat juga berbeda dari yang biasa aku dengar di lingkungan rumah. Sebagai anak-anak aku hanya menyambut hal itu tanpa menindak lanjuti memberi penilaian bahwa oh itu lebih baik ataupun itu lebih buruk. Menerima tanpa menilai. Sama saja semuanya, berbeda. 


Seperti semua hal lain, kita memang tidak bisa menyamaratakan apa yang terjadi, atau mengkategorikan kejadian pada sesuatu. Sama saja, apapun kembali pada individu masing-masing, tanpa embel-embelnya. Cerita ini murni dari apa yang aku alami dengan orang-orang yang Tuhan pilih untuk aku temui. Hari ini aku hanya berbagi cerita damai, potongan yang katanya perbedaan, aku kenang sebagai suatu keindahan.

Kembali pada kalimat yang sering digaungkan, bahwa "semua kita itu sama, yang membedakan hanya keimanan" Nah, siapa yang bisa menilai keimanan? 

Bila bicara tentang ayah seperti yang aku tulis disini saja sudah cukup awkward, maka tentang mama akan berkali lipat jumlahnya. Hubungan kami tidak tumbuh dalam suasana manis dan hangat pada umumnya, namun ia tumbuh dalam diam. Menjalar hingga ke tiap sudut kehidupan. Bukan jenis hubungan yang dingin, namun cenderung seperti bentuk kasual pertemanan yang saling peduli meski jarang mengungkapkan isi hati. Namun kali ini, aku akan coba mengurai apa yang sulit kami ungkapkan, untuk bisa diabadikan dalam bentuk tulisan.


Semakin aku bertumbuh, semakin aku bisa melihat apa yang mama hadapi, jalan seperti apa yang mama lalui, bagaimana perjalanan mama dari dulu hingga kini, dan alasan-alasan dibalik apa yang mama lakukan. Aku juga menyaksikan perubahan yang mama usahakan untuk menjadi lebih baik serta untuk bisa memberikan yang lebih baik untuk kami sebagai anaknya.


Sejak kami hidup berjauhan, dimana aku yang merantau dengan keluarga kecilku dan mama dikampung halaman, komunikasi kami terus terjalin berkat kecanggihan teknologi. Obrolan ringan tentang anak jelas jadi topik idaman. Apa yang cucunya lakukan, bagaimana mereka kini, atau sekedar melihat apa yang mereka lakukan dari panggilan video. Beberapa kali sembari menimpali obrolan itu, mama sambil lalu menyampaikan penyesalannya. Kadang mama juga berandai jika saja ia bisa mengasuhku dengan lebih baik, dengan cara yang sepatutnya menurut beliau.


Kala itu, aku tidak bisa berkomentar apa-apa. Aku hanya diam lalu kemudian berpikir, benarkah apa yang mama pikirkan? Karena toh sekarang aku baik-baik saja, dan sebagai anak aku tidak lagi bisa menuntut lebih baik. Aku merasa apa yang aku dapatkan sudah cukup. Mungkin itu hal yang umum dirasakan para ibu seperti yang aku juga rasakan padahal baru beberapa tahun menyandang status sebagi ibu. Tapi sebagai anak, aku sekarang merasa bersyukur, tidak menyesali apalagi menyalahkan. Bahkan ada dampak baik dari apa yang mama pikir tidak tepat itu. Pada kesempatan ini akan aku coba terangkan. 


Mama Bekerja

Ini penyesalan yang cukup umum bagi ibu bekerja karena meninggalkan anaknya dirumah pada tangan orang lain. Dilema terbesar ibu biasanya dititik ini, untuk melepaskan karir dan mengasuh anak sendiri atau tetap berkarir dan melimpahkan pengasuhan pada orang lain. Keduanya mengandung konsekuensi sendiri. Bukan pilihan yang mudah, namun hidup memang tentang memilih mana yang sanggup kita emban kan.


Entah mama ingat atau tidak, tapi mama pernah berandai untuk mengasuhku sendiri. Padahal aku paham bahwa mama perlu bekerja dan mama menikmati bekerja itu. Mama suka kegiatan bekerja, memiliki aktivitas bertemu dengan banyak orang. mengeksplorasi apa yang bisa ia kerjakan. Tidak hanya itu, mama bekerja juga untuk menghasilkan, memenuhi apa yang ia inginkan, memenuhi keinginan anaknya, juga meningkatkan standar kehidupan kami. 


Aku justru menyukai dan belajar dari mama yang bekerja, bahwa perempuan bisa menjadi apa saja yang ia inginkan. Mama menjalani kehidupan sebagaimana ia inginkan. Ia gigih dengan menyambi pekerjaan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Sejak kecil aku menyaksikan apa yang mama kerjakan. Aku belajar tentang kerja keras dan kegigihan dari mama. Mama yang tau apa yang ia ingin capai dan berjuang untuk meraihnya.


Beruntungnya mama dikelilingi dengan support system yang mendukung, lokasi yang berdekatan juga membuat mama bisa bolak balik antar jemput kami sekolah serta merasa aman dengan keluarga yang bisa diandalkan. Dari sini, aku juga belajar bahwa keluarga adalah anugerah pertama dari Tuhan yang patut kita syukuri.


Ma, meski mama tidak selalu hadir, aku tidak pernah merasa mama tidak hadir. Aku selalu merasa mama dekat dan bisa diraih kapanpun aku butuh. Aku juga tetap merasa aman berkat doa mama yang terus mengiringi serta mereka yang mendukung dan menyayangi juga hadir memerankan mama. Sampai sekarang aku tau kapanpun aku perlu 'rumah' mama akan selalu ada di sana.


Mama Tidak Memberi ASI sesuai Rekomendasi

ASI memang direkomendasikan untuk diberikan pada anak hingga dua tahun, tapi mengingat aku lahir puluhan tahun lalu dan apa yang perlu mama lakukan pada waktu itu, aku sangat mengerti kalau mama memenuhinya dengan cara lain. Dan itu tidak apa, karena aku tau mama sudah mengupayakan yang terbaik yang bisa mama berikan. Karena itu, aku bisa tumbuh sehat, mama usahakan agar aku mendapatkan fasilitas terbaik bahkan melampaui apa yang aku butuhkan. 

Keberanian mama memutuskan dan menjalani dengan kuat apa yang menanti adalah hal yang aku kagumi. Sampai sekarang, aku masih ingin berlindung di belakang badan mama, tapi aku juga akan belajar agar bisa berani dan kuat seperti mama. Karena aku tau, mama tidak bisa selamanya kuat dan tidak perlu juga begitu. Mama boleh saja sesekali menjadi tidak kuat.


Perilaku yang Tidak Sesuai Harapan

Sebenarnya sejak dulu, aku ingin membuat ayah dan mama bangga dengan apa yang aku capai. Agar mama gembira menceritakan tentang bangganya kepadaku. Sampai sekarang pun begitu. Namun kadang keinginan itu berbenturan dengan apa yang ingin aku coba lakukan, kebebasan yang aku dambakan, hingga terus saja ada kelakuanku yang tidak membanggakan. Keputusanku sulit dimengerti, ada saja tingkah yang tidak sesuai arahan atau malah memalukan. Tenang, itu bukan salah mama.


Ada pengajaran yang aku ingat, ada yang membekas, dan banyak yang terlupa. Tapi dari apa yang mama lakukan, bagaimana mama menjalani hidup dari dulu hingga kini adalah pelajaran yang aku pahami. Apa yang aku saksikan sepanjang jalan itulah yang banyak membentuk aku sekarang. Apalagi bagian mengadu dengan isak tangis kepada Tuhan, mungkin dari sana sebagian yang membuat bawah sadarku yakin bahwa ada Tuhan dibalik segalanya, tempat semua persoalan akan dikembalikan. Hidup mungkin tidak selalu mudah, apa yang kita dapat tidak selalu indah, tapi semua akan baik-baik saja, selama ada Tuhan di kepala. 



Seiring dengan perjalanan mama dan pelajaran yang mama dapatkan, mungkin ada banyak hal yang mama sesali, yang mama andaikan dapat dilakukan dengan lebih baik lagi. Tapi tidak perlu menyesal dalam pengasuhan ma, karena mama sudah melakukan yang terbaik.  Cha sungguh mengatakan yang terbaik, karena cha tau mama benar-benar mencari apa yang terbaik lalu mengerahkan seluruh kemampuan agar kami bisa mendapatkannya. 


Setelah menjadi ibu, cha tau bahwa peran ini tidak mudah. Terus saja ada penyesalan dan perandaian untuk mengupayakan lebih baik lagi. Tidak apa, ada hari esok untuk kita berdamai dan memperbaiki diri lagi. Agar kita bisa saling memaafkan dan mencoba lagi.

Terima kasih ya Ma, untuk menikmati peran menjadi mama, untuk berbahagia melakukan apa yang mama jalani, dan untuk menjadi versi terbaik dari diri mama. Cha sayang mama.


Rome Alexander · A Song for Mama

Oh ya, aku juga menulis tentang Hari Ibu di website di Kumparan dan Kompasiana, silahkan baca dengan langsung klik aja ya. 

"Kalau kamu gapapa nanti makannya yang pedes-pedes?"

"Gapapa Pak, saya suka kok."

Begitu kira-kira obrolan antara suamiku, saat itu masih calon suami, dengan petugas KUA saat sidang pernikahan kami. Konteksnya bapak petugas sambil bercanda bertanya bagaimana suamiku yang orang Jawa bakal makan masakanku yang orang Padang. Waktu itu, aku hanya tertawa. Tapi setelah diingat sekarang, dari pertanyaan itu aja, ada dua hal yang bisa aku simpulkan.

Pertama, pandangan umum bahwa yang memasak dirumah nanti adalah aku sebagai istri. Terlihat jelas dengan pertanyaan gimana suami nanti makan masakan buatanku. 

Kedua, ini lebih dalam. Gimana perbedaan bisa menjadi 'sesuatu' di pernikahan. Sesuatu yang nantinya bisa menjadi penentu, akan dibawa kemana. Saat itu aku berpikir menyepelekan, lah gitu doang jadi soal. Mungkin aku berpikir bisa aja masak makanan Jawa, mungkin dibenak suami dia bisa aja adaptasi toh emang udah doyan pedes juga. Atau malah sebaliknya, suami akan meminta aku beradaptasi dengan makanan Jawa sedangkan aku akan mencecoki dia dengan masakan Padang. Apapun itu, ternyata tidak aku sadari bisa berpengaruh ke hubungan pernikahan kami kedepannya. Bahwa perbedaan akan menjadi persoalan, bahwa kami memang jelas berbeda dan tidak mungkin selalu sama. Syukurlah kami terus berproses untuk saling menerima dan saling beradaptasi, berkolaborasi untuk kepentingan bersama, tanpa mengabaikan keinginan sendiri, tanpa berlagak mengutamakan kepentingan pasangan. Saling dan kolaborasi itulah yang membawa kami sampai ke titik ini.


Pandangan Masyarakat tentang Kolaborasi Suami Istri di Dapur

Kembali ke poin pertama dari percakapan dimasa laluku tadi. Beberapa tahun setelahnya, masyarakat memang semakin modern, mengakui kalau pikiran semakin terbuka dengan perubahan. Namun, perkara dapur rasanya masih belum. Meski sudah sering disuarakan, masih banyak pihak yang menentang suami masuk ke dapur. Iseng, aku coba browsing  dengan kata kunci "memasak di rumah" lalu seperti yang tampak ada 10 gambar.


Ini hanya perwakilan yang sama sekali tidak konkrit. Tapi dari tangkapan layar, dari 10 gambar hanya 3 gambar yang ada suami didalamnya. Kesepuluh gambar menghadirkan sosok perempuan, satu dengan suami, dua dengan anak, dan dua lainnya dengan anak dan suami.  Tidak masalah sebenarnya, tapi bisa kita simpulkan lagi bahwa tugas memasak di masyarakat kita masih menitik beratkan pada istri, meskipun kita sudah mengaku lebih berpikiran terbuka. 

Padahal perkara memasak ini bukan tentang bersikap modern dan berpikiran terbuka, namun sejak dulu sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam hadits seperti dikutip dalam artikel ini, diriwayatkan bahwa Rasulullah juga memasak, Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah juga melakukan pekerjaan rumah lainnya, belanja ke pasar, memasak, mencuci, dll. Diceritakan bahwa Rasulullah tidak segan menyelesaikan urusan domestik rumah tangga, bekerja sama, bahkan dengan pelayan dirumah beliau.

اَللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„ٰÙ‰ سَÙŠِّدِÙ†َا Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ ÙˆَعَÙ„ٰÙ‰ آلِ سَÙŠِّدِÙ†َا Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ

Jadi, kolaborasi suami istri di dapur ini bukan perkara bergeser ke pemikiran modern bahwa suami tidak masalah ke dapur, namun ini justru tentang kembali ke sunnah, ke perilaku yang dicontohkan Rasulullah.


Manfaat Kolaborasi Bersama Suami di Dapur

Selain sebagai bentuk meneladani Rasulullah, berbagai penelitian yang dilakukan pada pasangan sumi istri dimana suami turut aktif dalam pekerjaan rumah tangga khususnya memasak, terbukti memiliki dampak positif dalam hubungan pernikahan. Salah satunya dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas di Florida, menyatakan bahwa interaksi di dapur antara suami istri memiliki dampak positif dalam hubungan pernikahan khususnya pada aspek kemampuan berhubungan, koneksi emosional, dan komunikasi. Peningkatan keahlian mengorganisasi pekerjaan di dapur dapat mempengaruhi hubungan suami istri ke depannya. 

Selain penelitian tersebut, dalam sebuah jurnal kesehatan masyarakat menyimpulkan bahwa suami yang berperan aktif dalam pekerjaan rumah tangga, termasuk memasak, terbukti memiliki istri yang nyaman dengan suaminya, bahagia, dan cenderung lebih sedikit mengalami kesulitan. Keren ya..

Dalam beberapa artikel lain yang aku baca, diungkapkan banyak sekali manfaat dalam aktivitas bersama yang dilakukan suami istri khususnya memasak di dapur. Psikolog Irma Gustiana menyebutkan bahwa harmonisasi ini bukan hanya akan menyehatkan suami istri namun juga anak-anak.  Aktivitas memasak yang terlihat sepele ini ternyata jika dilakukan bersama bisa menjadi couple/ family quality time juga loh. Mulai dari berdiskusi akan memasak apa, mempersiapkan bahannya, bagi tugas bagaimana melakukannya, dan sama-sama menikmati hasilnya. 


Manfaat tersebut aku rangkum menjadi tiga manfaat besar antara lain:

Meningkatkan Komunikasi

Dalam aktivitas yang dilakukan bersama diperlukan kerja sama tim yang kompak agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Nah, tim yang kompak adalah tim yang memiliki komunikasi lancar, sehingga bisa saling memahami keinginan masing-masing. Suami istri yang terbiasa bekerja sama melakukan sesuatu, bisa jadi sarana latihan untuk mengkomunikasikan isi hati dan pikiran masing-masing.

Dari kegiatan ini aja, kita bisa semakin mengenal pasangan loh. Tentang makanan, tentang pengalaman makanannya, referensi masakan, dll. Bahkan bisa jadi hanya obrolan ringan di sela-sela kegiatan memasak juga bisa. Kegiatan tanpa distraksi seperti ini, bisa meningkatkan kemampuan komunikasi dan saling pengertian diantara suami istri.  


Wujud waktu berkualitas bersama

Saat berumah tangga apalagi setelah punya anak, mungkin kita dan pasangan bingung ya mau melakukan aktivitas bersama seperti apa. Sibuk dengan aktivitas masing-masing lalu di rumah juga heboh dengan anak-anak. Mau mikir ngapain aja udah berasa ribet duluan. Jangan sampai gitu ya, karena hubungan suami istri itu yang utama loh. 

Alternatifnya bisa dengan memasak bersama buat jadi salah satu ide aktivitas suami istri di rumah aja nih. Melakukan sesuatu bersama-sama, menghabiskan beberapa jam mulai dari diskusikan mau masak apa, belanja bahannya, menyiapkan bahan dan bumbunya, bagi tugas memasaknya, hingga menikmati hasilnya ternyata bisa jadi rangkaian aktivitas yang seru. Cobain, yuk!


Melepas Stress

Pikiran yang fokus melakukan sesuatu dan diri yang menikmati kegiatan tersebut akan membuat otak kita cenderung lebih rileks. Memberi jeda untuk keributan di kepala, dan menuangkannya dalam suatu kegiatan. Apalagi melakukannya dengan orang yang disayang, perasaan gembira itu akan memicu hormon oksitosin, rasa puas dan kenikmatan yang didapat juga memicu hormon endorfin. Keduanya mampu meredakan tekanan dan stres. 

Daripada cari alternatif pelepas stress kemana-mana, mending coba aktivitas di rumah bersama pasangan. Masak terus nikmati makanannya. Ada apa-apa bisa dibicarain setelahnya. 


Bentuk Kolaborasi 

Setelah tau manfaatnya dan sebelum omongin praktiknya, kegiatan #SuamiIstriMasak ini belum bisa jika masih ada penghalang di pikiran kita masing-masing. Biasanya istri udah ngebayangin aja repotnya dengan hal-hal kecil yang belum biasa dilakukan suami. Wajar dong lagi masak gitu suami nanya "ini motongnya seberapa" atau "bumbunya taruh di mana" kan dia gak sering di dapur. Nah, kalau suami biasanya udah males duluan karena ngebayangin bakal diomelin istri "masa gitu aja gak tau" atau misuh-misuh istri karena berantakan. Bener gak? ;)

Selain itu, suami emang gak se-multiasking istri karena emang penghubung otak kanan dan kirinya lebih tipis, jadi wajar kalau di dapur saat masak suami ya masak aja gak bisa kaya istri lagi masak nyambi nyuci perkakas. Tapi tenang, ini bisa dikomunikasikan dan dibiasakan kok. Jadi, sebelum mulai masaknya, set dulu ya pikirannya Pak, Bu. Mundur dulu buat lihat lebih luas, dari sudut pandang suami/istri masing-masing. Ini kerja sama ya bukan kompetisi. Kedudukannya sama nih, sama-sama pingin masakannya berhasil plus kualitas hubungan meningkat kan. Yuk bisa yuk. Kaya di video ini nih..


Aku sendiri sebagai penikmat masakan Padang dan suami yang terbiasa dengan masakan Jawa akhirnya kami sama-sama beradaptasi. Suami cenderung menerima dengan apa yang ada, dan aku yang perlahan mulai belajar. 

Kadang dia memasak sendiri, aku perhatikan bagaimana caranya. Kadang kami membeli makanan di luar lalu aku bertanya ini apa dan bagaimana kira-kira makanannya. Menakjubkan sih gimana dia bisa tau dan menjelaskan. Setelah beberapa tahun berjalan seperti itu, aku punya satu resep sangat simpel. Hampir semua bahan sayuran bisa dipakai dengan resep sederhana ini. Bumbunya dasarnya cuma bawang merah, bawang putih, dilengkapi garam, gula jawa, dan cabe rawit. Ingat, masakan Jawa itu ada manis-manisnya jadi gula jawa ataupun kecap adalah kunci. Kecap bukan sembarang kecap, kecap, ABC sudah mengandung gula, garam, dan rempah lainnya jadi udah komplit buat melezatkan.


Biasanya hal yang kita khawatirkan saat memasak adalah apakah hasilnya akan lezat Apalagi jika masak bersama, ada dua kepala yang perlu disatukan. Perbedaan referensi, pengalaman, juga selera bisa berujung kemana-mana. Syukurnya dengan kecap ABC, masakan jadi lebih kaya rasa sehingga lebih disukai keluarga.



Gerakan yang diinisiasi Kecap ABC ini adalah gerakan yang positif, karena bukan sekedar tentang menggeser pandangan bahwa suami bisa aja masuk dapur tapi lebih dari itu, kolaborasi suami istri di dapur menciptakan makanan lezat bersama bisa meningkatkan keharmonisan rumah tangga, yang berujung ke terbentuknya keluarga bahagia. Kampanye ini dilakukan untuk menyampaikan pesan bahwa waktu berkualitas untuk menjalin ikatan keluarga bisa dilakukan di mana aja kapan aja, termasuk mulai dari dapur di rumah. 

Kecap ABC sendiri sudah memulai kampanye ini sejak tahun 2018 dengan semangat kesetaraan bagi perempuan. 

2018: Kampanye diinisiasi

2019: Insisiasi kampanye selama Hari Kesetaraan Perempuan

2020: Kolaborasi dengan platform edukasi untuk melibatkan anak-anak dalam kampanye Hari Kesetaraan Perempuan

2021: Kolaborasi dengan Titi Kamal dan Christian Sugiono untuk menekankan pentingnya kolaborasi suami & istri di dapur

Selaku produsen kecap ABC, PT Heinz ABC Indonesia berharap melalui kampanye ini dapat mendukung ibu-ibu Indonesia supaya gak ragu dengan ide masak bareng suami kolaborasi di dapur. Apalagi tambahan kecap ABC dalam masakan, gak perlu khawatir dengan rasa karena kecap ABC membuat hidangan kolaborasi suami istri jadi lebih kaya rasa sehingga disukai semua anggota keluarga.

Yuk cobain!


Salam, Nasha

Aku memutuskan menonton drama ini awalnya karena pemeran utamanya, Choi Si Won dan Lee Da Hee. Bukan penggemar keduanya juga sih, tapi pernah lihat mereka di variety show Running Man  dan wah.. lucu ya kedua orang ini. Totalitas buat menghiburnya, tipe yang gak jaim gitu sih menurutku. Terus lihat Lee Dahee ini juga di drama Beautiful Inside jadi second lead bareng Ahn Jae Hyun, wah mayan juga nih. Apalagi Love is for Suckers ini diusung dengan genre romcom. Fix mesti nonton!

Sejak tayang perdana,  bela-belain aku ongoing di prime video. Drama ini dibuka dengan adegan interaksi lumayan kocak antara Lee De Hee yang berperan sebagai Gu Yeo Reum bekerja sebagai produser TV dan Choi Siwon yang berperan sebagai Park Jae Hoon adalah dokter di klinik kecantikan. Mereka temenan sejak kuliah dan sekarang jadi tetangga satu atap, Yeo Reum di lantai bawah, Jae Hoon di lantai atas. 


Garis besar ceritanya sih tentang hubungan kedua orang ini ya, dengan tokoh-tokoh lain sebagai pendukungnya. Konfliknya dimulai sejak Yeo Reum jadi produser acara kencan sensasional berjudul Kingdom of Love dan Jae Hoon jadi salah satu talentnya. Hubungan mereka ini bikin gregetan karena maju mundur dan ada aja halangannya.  Aku gak bakal bahas sinopsisnya gimana, tapi nonton ini bikin aku kilas balik ke masa dulu pernah jadi kreatif TV ;)


Pekerjaan Keren yang Jadi Dambaan

Aku inget di episode-episode awal digambarkan gimana kerja di TV tuh, sampai asisten produsernya Yeo Reum udah siapin surat resign. Awalnya Yeo Reum ini jadi produser acara masak yang ratingnya rendah, akibatnya diremehkan orang lain sampai ke budget yang dipotong. Kerja yang begitu, ujung-ujungnya gak kelihatan hasilnya, padahal acara rating rendah bukan berarti kerjanya kurang keras kan. Paham banget aku bagian ini nih.

Disitu Yeo Reum ini cuma ngomong, jadi produser dan kru acara TV tuh emang kelihatan keren ya diluar, kerja idaman banget rasanya dulu sebelum masuk, bisa bikin tayangan keren, bisa menghibur orang lain. Pas udah masuk, kok kayanya berat banget, dikritik, hubungan berantakan, berasa bangga dapat predikat produser tapi kerja kaya buruh juga, lelah ya. Tapi kita perlu bertanggung jawab sama kesempatan ini, bayangin diri kita dulu dan orang-orang yangpingin ada di posisi kita sekarang ini.  Bahkan penonton yang meskipun cuma 1% itu jumlahnya ratusan ribu, dan kita bakal bekerja keras buat ratusan ribu orang yang udah nonton itu.  Somehow ini keren sih, sayang aku gak dengernya beberapa tahun lalu LOL.


Ujung-ujungnya tentang Rating

Yeo Reum disini digambarkan sebagai sebagai sosok orang yang punya punya nilai dan prinsip di tayangan yang dia bikin. Jadi dia emang gak mikir dan gak ngejar adegan yang bakal bikin rating melesat naik. Tayangannya aman, dirasa bermanfaat, dan gak menyinggung orang lain. Tapi disisi lain dia juga punya tanggung jawab dengan hasil akhir tayangan, rating. Selalu dipertanyakan dengan tayangan yang segitu-gitu aja, apalagi punya rekan seangkatan yang punya acara dengan rating tertinggi. Tekanan banget kan jadinya?

Ini bikin aku inget balik kalau aku dulu juga kaya pingin kaya Yeo Reum, bisa kasih tayangan yang bermanfaat, punya nilai, bisa mempengaruhi sekaligus menghibur penonton. Tapi kenyataannya gak bisa selalu gitu, kita pinginnya menyampaikan tayangan begitu tapi tayangan yang 'bagus' aja tuh  punya rating yang lempeng-lempeng aja. Rating yang lempeng itu besar resikonya bungkus. Karena gak datengin duit, nutupin biaya produksinya gimana. Yaudah bye. Karena sejauh ini, ternyata yang masyarakat kebanyakan mau (berdasarkan rating) bukan yang lempeng aja tapi yang bisa bikin heboh yang bisa dibicarain dengan menggebu. Paham dong arahnya kemana nih?

Disini juga dikasih lihat kok, buat sampai tayangan jadi punya rating setinggi itu dan heboh dibicarakan masyarakat tuh, adegan apa yang perlu dibuat. Apa yang perlu diusahakan, apa yang perlu ditampilkan, apa yang akan dikorbankan, gimana ngejarnya. Bertentangan dengan nilai yang diyakini pun ya mau gimana, balik lagi yang penting kan rating.


Perkara Sepele yang Viral Bisa Jadi Masalah Juga

Bener kata pepatah, semakin tinggi pohonnya maka semakin kencang juga anginnya. Makin tenar program makin heboh juga apapun yang berkaitan sama program itu. Apapun yang nampak di layar yang jadi tontonan orang udah jadi konsumsi publik ya emang mau gak mau siap gak siap bertanggung jawab sama rentetan hal yang muncul mengikutinya. Hal sepele bisa jadi viral bisa jadi masalah juga.

Selain itu, penonton gak bisa dikontrol mau berpendapat dan ngomen seperti apa. Contohnya jadi talent, ya resikonya batas privasi jadi semakin sempit. Resiko menyebalkannya orang yang cuma nonton beberapa puluh menit itu jadi merasa punya hak untuk menghakimi hidup kita. Bisa-bisa aja mereka ngomong yang mereka gak pikirin dulu, padahal efeknya bisa bahaya. Aku dulu juga pernah kesal sama komenan penonton,padahal programku dulu biasa aja, tapi tetep ada kejadian gak terduga. Kesal sih tapi ya gimana, emang kita yang memilih buat menampilkan itu kan. Emang tanggung jawabnya sebesar itu ya.


Proses Editing

Alur kerja produksi itu kalau dipersingkat jadi perencanaan mau bikin tayangan gimana, alur ceriita, perlengkapannya apa, dst. Lalu laksanakan syuting. Baru deh editing, proses akhir untuk menentukan program seperti yang akan ditayangkan. Mana yang ditampilkan, mana yang dibuang, mana yang perlu diedit. Aku baru sadar juga di proses akhir ini emang kita bisa mengubah cerita yang direncanakan, yang sebenarnya terjadi, jadi apa yang kita mau perlihatkan. Itulah proses kunci yang nantinya bisa membentuk perspektif penonton. Ini tanggung jawab besar media.

Ada adegan dimana Yeo Reum ini ngalami kejadian sangat memalukan, menyedihkan juga sih. Berasa pingin hilang, atau pingin diedit aja deh. Sayangnya hidup sebenarnya gak bisa diedit, mau gak mau enak gak enak harus dijalani, dihadapi, maju terus. Lagipula, edit tayangan itu bukan perkara gampang loh. Bener kalau dibilang, buat tayangan 1 atau 2 jam perlu editing berhari-hari. Programku dulu tayang cuma setengah jam tapi editing buat itu paling gak dua hari. 


Menurunkan Kualitas Hubungan Sosial

Disini digambarkan gimana dilemanya Yeo Reum antara urusan kerjaannya dan hubungannya sama Jae Hoon ini, apalagi ini program realitas kencan dimana para peserta berpasangan kan, mana acaranya tenar pula. Penonton jadi merasa punya hak buat memasang-masangkan peserta itu kan. Apa-apa jadi konsumsi publik dan bisa menghebohkan. Mau mentingin kerja, tapi kok ya hati gak terima. Mau ngutamain asmara tapi jadi ada masalah di kerjaan. Walaupun gak sampai bermasalah, seengaknya jadi bahan pembicaraan kan. Aku gak sampe sebegini drama nya sih, tapi pernah ngalami juga gak bisa terang-terangan berhubungan personal sama pihak partner program sendiri. Ya karena terlalu risky aja.

Diperlihatkan juga gimana hubungan sosial pertemanan perlu ada adaptasi karena kesibukan kerja. Sibuk itu emang berlaku buat semua kerjaan sih ya, tapi kerja di media itu jam kerjanya rada gak normal, maka kalau teman-teman kantoran bisa ngumpul di jam pulang atau hari libur ya kita yang dimedia besar kemungkinan lebih sulit. Karena TV kan nyala 24 jam ya, jadi ada aja tuh yang kerja selama tayang itu kan. kalau pas kita kerjanya di jam malam atau weekend yaudah siap aja untuk penurunan jumlah teman atau ketinggalan acara.


Feature. Kang Chae Ri

Awalnya emang rada ngeselin ini sosok Kang Chae Ri, tipe orang dingin yang gak punya temen tapi karir cemerlang. Gak peduli dengahn hal lain selain apa yang dia mau harus tercapai. Emang rada beda sama Yeo Reum yang cenderung hangat dan mengutamakan orang lain. Tapi buatku Chae Ri, yang diperankan oleh Cho Soo Hyang, ini punya pesonanya sendiri, Penampilannya, pembawaan dirinya, menonjol. Cara dia mengambil keputusan, menanggapi dan menghadapi sesuatu, mentalnya, yang gak gampang terpengaruh, kuat dengan apa yang dia yakini, menunjukkan perhatian meski dengan cara yang beda dan dingin, cukup menarik sih. 

Tapi dari kedua orang ini sih aku diingatkan lagi tentang kehangatan yang menjalar. Yeo Reum itu dibesarkan dalam keluarga yang hangat, dia bisa aja tiba-tiba merengek ke orang tuanya kalau ada apa-apa. Dia punya keluarga dan teman yang hadir disekeliling dia, yang mendukungnya. Sedangkan Chae Ri udah harus berdiri sendiri, bahkan emang harus bersikap dingin dan kuat biar bisa bertahan dengan drama hidupnya yang hadeuh itu.  


OVERALL aku enjoy gak enjoy dengan drama nya. Karena bikin aku sedikit bisa refleksi kerjaan dulu, jadi inget oh iya juga ya. Tampilan dan akting pemainnya ok. Tapi buat alur ceritanya biasa aja sih, buat hiburan lewat gitu aja. Slow pace juga sih menurutku. Komedinya juga gak yang nagih, dan gak banyak juga menurutku, gak berkesan amat juga. Sebenernya gak ada yang ngiket buat nonton terus gitu sampai tamat, berasa pingin nyerah apalagi kalau ada tayangan lain yang lebih baik. Sayang aja sih.


Salam, Nasha


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ►  2025 (21)
    • ►  Mei 2025 (2)
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ►  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ►  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ►  Februari 2023 (8)
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ▼  2022 (31)
    • ▼  Desember 2022 (6)
      • Kilas Balik, Ternyata Ada Banyak yang Patut Kita S...
      • Kiat Orang Tua dalam Menghadapi Penyakit Akibat Pe...
      • Memang Beda Agama, Tapi Kita Tetap Bersaudara
      • Tidak Perlu Menyesal, karena Aku Justru Sangat Ber...
      • Weekend Ini Yuk Agendakan Quality Time di Dapur de...
      • Drama Love is for Suckers, Bikin Ingat Pengalaman ...
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes