7 Perkara yang Bikin Mupeng sama Prancis (from Bringin Up Bebe dan Emily in Paris)

Gak bisa move on kalau cuma bahas bukunya doang. Jadi ini satu postingan tentang kebudayaan mereka yang aku tangkep, dari buku Bringing Up Bebe, dan gara-gara barengan sama nonton serial Emily in Paris. Jadi aku (merasa) makin nyambung sama kebiasaan dan kebudayaan Prancis ini. Coba kita lihat ada apa aja ya.

bringing up bebe

Pertama, mereka sepertinya gak terlalu meromantisasikan hubungan pernikahan (pun peran menjadi ibu). Karena itu hanya satu bagian dari diri kita, salah satu peran, it's not define who you are. Seorang istri, seorang ibu, ya sama aja perlakuannya dengan wanita pada umumnya. Inget kan, Sylvie boss-nya Savouir yang terlihat indepeden kemana-mana itu ternyata juga adalah seorang istri! Mau dia istri apa bukan, itu gak ada hubungannya sama kerjaannya kan.


Kedua, menjadi istri, ataupun ibu, gak bikin perempuan Prancis jadi kehilangan diri mereka sendiri. Makanya abis lahiran mereka akan buru-buru me'normal'kan kembali bentuk badan mereka. Bahkan perempuan Prancis tidak akan terlihat hamil jika dilihat dari belakang.


Ketiga, termupeng, perempuan Prancis berhak atas waktunya (dan didukung untuk itu). Mau balik kerja, silahkan. Mau santai-santai liburan saat weekend silahkan. Mau having adult time, party, juga silahkan. Semua sudah sepaham dengan kebutuhan itu, dan mendukungnya. Bye nyinyiran tetangga! Mulai dari pemerintah dengan menyediakan tenaga pengasuh ataupun tempat penitipan anak yang bersubsidi dan bisa diandalkan. Fasilitas kesehatan yang memadai untuk lahiran dengan aman selamat, bukan ideal seperti yang kebanyakan kita pahami sebagai normal-sakit ya. Lalu kunjungan setelah lahiran, bahkan juga dari psikolog, yang menandakan aware-nya mereka dengan kesehatan mental ibu pasca lahiran. Juga masa cuti yang lebih lama dan juga ada cuti berbayar.

Re-edukasi after birth nya, yang tidak hanya fokus ke bayi namun juga ke ibu dan ayah. Jadi pembahasannya bukan hanya tentang bagaimana merawat bayi ya, tapi juga bagaimana mengembalikan tubuh ibu dan bagaimana mengembalikan keseimbangan hubungan suami-istri antara ibu dan ayah. Keren ya! Hal yang sangat penting namun sering kita lewatkan. Ya gimana mau ngasuh anak kalau ayah dan ibu gak 'terisi' satu sama lain?!


buku parenting terbaik


Keempat. Walaupun mereka terlihat 'acuh' dengan peran ibu atau istri ini, tapi mereka memahami apa yang benar-benar penting. Bagi orang Prancis, priotitasnya adalah diri sendiri, pasangan, lalu anak. Mereka tidak akan 'sok-sok' mengorbankan waktu sendiri, waktu pasangan, dengan dalih 'demi anak' padahal yang anak dapat kemudian hanyalah orang tua yang stres, banyak mengeluh, dan mudah marah. Mereka paham, untuk mendapatkan ketenangan saat menghadapi anak, mereka harus mengisi dulu  kebutuhan diri sendiri (call it me-time, couple-time, social-time) Hal yang di kita kayanya masih tabu ya, coba ngacung dulu yang jalan sendiri atau berdua suami tapi malah kepikiran anak dan merasa bersalah? Padahal beberapa jam tanpa anak itu akan mengisi energi positif kita untuk bersama anak setelahnya loh. Coba!


Kelima. Suami-istri bekerja sama dalam pengasuhan, bukan sekedar retorika. Perempuan Prancis lebih tenang karena mereka memahami ini dengan sedikit berbeda. Bekerja sama gak berarti apa yang bisa dilakukan ibu juga bisa dilakukan ayah. Kadang mereka menertawakan 'ketidakmampuan' suami, tanpa mengeluhkan, namun menyadari bahwa beberapa pekerjaan memang lebih baik saat dilakukan oleh istri. Mereka mengakui kehebatan diri mereka sendiri. Namun, di sisi lain mereka juga tidak lupa mengapresiasi, mereka 'saling' mengapresiasi, saling berterima kasih. Fokus atas usaha apa yang telah dilakukan, bukan pada kekurangan atas hasilnya.


Keenam. Secara umum, Prancis mengajarkan anak dengan terbuka, apa adanya. Mereka jujur mengatakan kalau mereka tidak mungkin mengasuh, melayani anak terus menerus, maka anak juga diasuh orang lain. Mereka butuh adult time, sehingga anak punya jam tidur lebih dulu daripada orang tua. Orang tua tidak melulu melayani anak, sehingga anak punya aturan, punya batasan. Dan anak diminta berperilaku sesuai di masyarakat, sebagai anggota masyarakat, sehingga yang paling awal mereka diajarkan untuk memberi salam.

Di Prancis, kisah-kisah juga apa adanya. Tidak melulu, tentang yang baik akan beruntung dan yang jahat akan celaka, lalu happy ending untuk semua. Mereka menggambarkan realita. Karena hidup ya emang gitu. Dalam hidup, si baik dan si jahat gak jelas, kita semua pernah melakukan hal baik, tapi kadang juga nggak baik. Dan itu gak serta merta bikin kita jadi si baik lalu mendapat keuntungan kan. Kadang malah setelah berbuat baik, kita dapat celaka, atau setelah berbuat tidak baik malah kita dapat untung. Dan gak semua perbuatan bisa dikategorikan baik dan tidak baik. Kontekstual. Ada cerita tentang kisah anak dari buku ini, yang juga nyambung dengan adegan Emily nonton film Prancis bareng Luc.


Ketujuh. Gimana Prancis memperlakukan manusia pekerja dengan lebih 'manusia'. Di Prancis, seperti yang dijelaskan di buku, waktu libur Prancis lebih lama daripada Amerika, dan mereka juga punya cuti hamil yang dibayar. Jadi emang lebih memungkinkan bagi ibu untuk kembali bekerja di Prancis dengan tenang.

Di Emily, juga digambarkan gimana orang Prancis hidup, yang benar-benar hidup bukan sekedar hidup untuk bekerja. Mereka menghargai hubungan diatas keuangan, dilarang bekerja saat weekend, tidak membicarakan bisnis saat pesta. Jadi gak ada ceritanya tuh cuti tapi masih ngecek kerjaan.



Jadi, itu beberapa hal yang bisa diambil dari kebiasaan orang Prancis yang bisa kita pelajari ya. Meskipun tetap aja Prancis gak terlepas dari banyak kekurangan. Namun, hal-hal diatas rasanya perlu kita catat daripada melulu belajar ke Amiriki. Ups! Ingat, ambil yang baik buang yang buruk. Semangat belajar!


Salam, Nasha.

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!