Dukungan untuk Perempuan Pasca Persalinan, dari Birthcare Center di Netflix

Beberapa waktu lalu, aku menyelesaikan drama Birthcare Center yang baru rilis di Netflix akhir tahun kemarin. Ternyata drakor ini sudah tayang pada 2020 lalu di TvN Korea sana. Wah, aku baru tahu! Drama sepanjang 8 episode ini sukses bikin aku flashback masa sekitar persalinan dulu. Ya hamilnya, ya melahirkannya, ya menyusuinya. Proses yang panjang, dan bisa ya dilalui juga ternyata. 

Photo by Büşranur Aydın in Pexels


Cerita Singkat

Seri ini menceritakan sebuah pusat perawatan untuk ibu-ibu setelah melahirkan. Di sini ada direktur yang mengepalai lembaga, ada para perawat yang mengurus bayi, hingga koki yang memastikan makanan yang disediakan sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu pasca melahirkan agar lancar menjalani proses selanjutnya, menyusui. Semua elemen dirangkai demikian rupa untuk mendukung seorang perempuan memenuhi perannya sebagai ibu. Hal yang setahuku, belum ada di sini. 

Sebenarnya ini ide yang menarik untuk diaplikasikan. Karena kebanyakan, ibu baru melahirkan, juga orang-orang sekitar, akan memperhatikan bayi, lupa bahwa ada seorang lagi yang juga butuh dirawat. Entah karena lukanya, karena perubahan drastis fisik tubuh, karena perubahan hormon, ataupun karena perlunya dukungan menjalani tugas baru ini. Di lembaga Birthcare Cemter ini, bantuan tersebut datang dari para profesional, yang memang mendukung proses transformasi dari perempuan menjadi ibu, dari ibu hamil menjadi ibu menyusui, dari ibu beranak satu ke ibu beranak dua, dst.

Picture of Netflix

Karena ini pusat perawatan, ada banyak ibu dengan berbagai latar belakang disini. Tokoh utamanya adalah Hyun Jin (Uhm Ji Won) seorang wanita karir yang bahkan pecah ketuban saat sedang bertemu klien. Dia tidak mengambil cuti sama sekali, tidak ikut kelas pre-natal hanya digantikan suaminya, Memang tokoh Hyun Jin ini digambarkan sebagai wanita karir yang ambisius sekali. Second lead nya, Eun Jeong atau Sarang Omma (ibunya Sarang) adalah ibu rumah tangga yang melahirkan anak ketiga dimana kedua anak kembarnya menyusui selama dua tahun, dan terlihat tanpa masalah mengurus bayinya disana. Jadi ibu-ibu lain 'mendewakan' dia, curhat, sampai minta tips juga soal permasalahan yang mereka hadapi. 

Dari kedua tokoh ini jelas salah satu isu yang diangkat adalah tentang ibu bekerja dan ibu rumah tangga. Bukan membandingkan keduanya, tapi menceritakan struggling masing-masing, yang menurutku lumayan membuka mata dan memperluas pikiran kita juga. Tenang, kisah ini diceritakan dengan genre komedi jadi menghibur juga kok.


Working Mom & Stay at Home Mom

Hyun Jin diceritakan sangat workahlic, dia menjadi direktur perempuan satu-satunya dan termuda. Awalnya dia bekerja keras karena tuntutan hidup, tidak peduli pandangan orang lain, tidak peduli sesulit apapun. Dia akan melakukan segalanya demi karirnya. Ditambah dengan pembuktian diri ganda karena dia perempuan. Hal yang tidak semua orang bisa lakukan.

Sayangnya dia tidak terlihat berupaya sekeras itu saat mengurus anak, dalam beberapa sisi ini memang menyebalkan. Apalagi ada seorang tokoh lagi yang diketahui sangat sayang pada anak-anak namun sulit mendapatkan anak. Namun ini juga bukan berarti dia tidak sayang dan mengusahakan yang terbaik untuk anaknya, kan? Sebagai alpha woman seperti itu, pasangannya adalah beta male. Laki-laki yang tidak merasa terancam dengan kehadirannya dan mendukung keinginan perempuan itu. Jadi, kegigihannya itu didukug oleh suaminya, cara mereka menangani bayi juga atas kesepakatan bersama, jadi ya tidak masalah harusnya kan mereka yang menjalani.

Disini juga digambarkan, bagaimana kantor yang sepertinya sangat membutuhkan kita, pegawainya, ternyata bisa berjalan tanpa seorang pegawai, direktur sekalipun. Perusahaan bisa mencari seorang pengganti, perusahaan tetap berjalan baik, hal yang dikhawatirkn Hyun Jin karena berpikir perusahaan akan bergantung padanya ternyata keliru. Dia sempat down karena merasa bukan lagi siapa-siapa. Kemelekatan menjatuhkannya.

Picture of Netflix


Kebalikannya, Eun Jeong melepas karirnya untuk mengurus anak dirumah dimana suaminya adalah seorang atlet nasional. Dukungan dia beri melalui sosial media untuk keperluan sponsor. Awal epsisode digambarkan ia sebagai ibu yang sempurna, tetap tenang dan tampil cantik meskipun sudah punya tiga anak. Seiring cerita baru diketahui bahwa semua tidak berjalan lancar dan semudah yang tampak itu, dia juga sangat berjuang, khususnya menghadapi tingkah balita kembar pada fase aktif dan sulit bekerja sama. Lebih lagi, ia berjuang sendiri, suaminya hanya tahu bahwa semua baik-baik saja. Ada masalah, dia yang selesaikan, bahkan tanpa suami tahu detailnya bagaimana.

Sama dengan Hyun Jin, cerita Eun Jeoung ini juga refleksi dari apa yang umumnya dihadapi oleh masing-masing ibu. Perasaan sendiri, kewalahan, kelelahan, seringkali mendahulukan kepentingan orang lain, tidak merasa diri penting, tidak terbuka dengan apa yang dirasakan. Sampai kehadiran seseorang dihidupnya membuat dia sadar, bahwa dia juga penting, dia bisa lebih bahagia daripada saat ini.

Adegan yang paling membekas buatku adalah saat tengah malam dia membangunkan suaminya setelah menyusui bayi ketiga mereka,

ibu     : tolong sendawakan dia

aya    : tapi aku besok ada pertandingan

ibu    : aku juga besok harus mengurus tiga anak

Ini adegan titik balik yang kuat menurutku. Dari awal dia selalu mendahulukan suami dan anak-anaknya, sempat menyalahkan diri sendiri saat pertandingan suaminya tidak berjalan baik, dan selalu menyampaikan kabar baik-baik saja agar tidak membebani suami, di adegan ini akhirnya dia bisa terbuka dan berbagi beban pada suaminya. Bahwa ini anak bersama, tidak semestinya tanggung jawab hanya ditanggung ibu, biarpun ibu yang secara penuh menjalaninya. Pengingat bagi kita semua, agar bisa terbuka, yakini betul bahwa apapun yang kita lakukan adalah hal penting, karena bagaimana kita memandang diri akan berpengaruh bagaimana orang memperlakukan kita juga. Jadi ini bukan "hanya" mengurus anak, karena merawat anak bukan perkara "hanya."

Mungkin ini kepentingan ceritanya ya, tapi aku sendiri agak menyayangkan jungkir baliknya hidup Eun Jeong ini. Memang dia agak menyebalkan berlagak sempurna padahal dalamnya tidak bahagia, bahkan dia sempat ingin kabur dari anak-anaknya sendiri, namun menurutku pada kenyataan bisa jadi ada ibu seperti Eun Jeong ini. Ibu yang bisa mengurus anak-anaknya dengan baik, yang memiliki hubungan terbuka dengan suami, dan terlihat sempurna untuk aspek-aspek hidupnya. Jika itu bukan aku ataupun kamu ya gapapa juga. Maksudnya, gak perlu menyimpulkan juga bahwa ibu yang terlihat sempurna akan punya cacat fatal didalam hidupnya.

Photo by Rene Asmussen in Pexels

Menyaksikan kehidupan kedua tokoh ini dan tokoh-tokoh lainnya, seringkali kita menghakimi ibu yang bekerja dengan ibu yang egois dan kurang menyayangi anak, juga ibu yang melepaskan karir sebagai bentuk pengorbanan yang disayangkan. Padahal setiap kita hanya memilih jalan yang berbeda-beda untuk kenyamanan diri sendiri. Setiap kita egois kok, kita lebih tenang dengan anak yang diurus sendiri, merasa telah melakukan lebih karena berkorban, juga sebaliknya, merasa lebih gembira karena tidak dirumah terus-terusan, merasa lebih kuat karena bisa menghasilkan dan memberi lebih. Hanya saja, karena perasaan-perasaan itu, kadang menuntun kita melakukan hal yang kurang tepat atau tanpa pertimbangan rasional. Kita ingin perasaan senang karena bisa mengurus anak sendiri, tapi lupa merawat diri, hingga ujungnya melampiaskan emosi ke anak. Kita ingin memberi lebih pada anak, tapi lupa pada waktu yang terus hilang, hingga ujungnya kualitas hubungan jadi pertaruhan. 

Sama juga jika dilihat dari sisi kita sebagai masyarakat, kita melihat hanya berdasar perspektif kita sendiri, tanpa paham latar belakang dan tanpa ingin tahu alasan dibaliknya. Memang, hidup adalah pilihan. Tidak ada keharusan menjalani jalan yang mana, tapi pilihan hidup kadang gak semuanya bisa disukai. Kadang ada yang harus memilih diantara dua pilihan yang sama tidak nyamannya. Kembali lagi pada masing-masing yang menjalani dan menghadapi resikonya, kita hanya orang luar yang tahu bagian luar saja. Terus apa yang bisa kita lakukan?


Dukungan untuk Ibu

Menonton ini meningkatkan kesadaran kita bahwa ibu adalah pasien juga, ibu perlu dirawat, perlu proses belajar, perlu bantuan. It takes a village to raise a child. Switch career ataupun nggak, merawat bayi adalah pekerjaan serius yang tidak mudah dengan proses yang panjang. Tentu akan melegakan jika ibu bisa didampingi.



1. Memperlakukan dengan Lebih Baik

Mulai dengan pikiran yang terbuka, bahwa transisi menjadi ibu bukanlah hal yang mudah bagi semua orang. Setiap kita berjuang di jalan masing-masing, jadi berlaku baiklah apalagi sesama perempuan, sesama ibu. Hormati apapun keputusan ibu untuk mengurus bayinya. Jika ada saran yang diketahui, beri masukan dengan cara yang baik, dan keputusannya tetap ditangan ibu tersebut karena dia yang akan menjalani. Selama dalam batas wajar ya, tidak membahayakan dan tidak menyalahi ketentuan. 

2. Merawat Ibu

Kadang saat setelah lahir, semua mata dan perhatian tertuju ke bayi. Ibu juga sibuk menyusui, mengurus bayi, beradaptasi dengan tangisan bayi, hingga menjawab kunjungan tamu, sampai lupa makan yang benar, membersihkan diri, dan melihat kondisi diri sendiri. Tahu baby blues kan? Ini bukan hanya soal perasaan, tapi juga pengaruh hormon, zat kimia yang ada di otak. Jadi, lakukan dengan ajak ngobrol ibu tentang dirinya, beri apa yang ia butuhkan, tawarkan bantuan untuk mengurus bayi, adalah cara-cara sederhana yang bisa kita lakukan.

3. Suami yang Siaga

Ke mana ibu bersandar jika bukan ke suami? Ibu dan Ayah adalah orang yang sama-sama menyandang status baru, sama-sama belajar, jadi memang sepatutnya mengandalkan satu sama lain. Ada informasi bisa didiskusikan bersama. Mengasuh anak dilakukan bersama, bergantian, keduanya sama bisa sama bertanggung jawab. Asal tidak lupa, bahwa bukan hanya sebagai ayah dan ibu, tetapi juga tetap menjalankan peran sebagai pasangan, sebagai suami istri. 

4. Teman Sesama Ibu

Aku paham saat disebutkan kalau pertemanan di birthcare center itu bisa berlangsung selamanya, karena disana peran terbesar dimulai dan mereka yang ada juga sama-sama berjuang dengan peran baru itu. Pertukaran informasi, berbagi pengalaman, sharing tips, atau sekedar curhat sama orang yang ada dijalan yang serupa bikin ibu merasa gak sendirian. Teman seperjuangan bisa bikin perjalanan ibu jadi terasa memungkinkan. 

5. Aktivitas Lain

Mengurus anak bukan hanya tentang bisa melakukan berbagai hal baru, tapi melakukannya berulang kali. Disatu sisi perkembangan anak terasa sangat cepat, disisi lain aktivitas kita berputar dengan anak sebagai pusatnya, dan itu terjadi dalam waktu yang panjang. Ibu perlu melihat ke titik yang lain, melakukan hal lain, sesekali keluar melihat pemandangan diluar, sesekai merasakan dan melakukan peran lain, istirahat, alihkan tugas. Beri ibu ruang untuk merindukan anaknya. Gak harus selalu ibu yang in charge urus anak, gak harus selalu ayah juga, dialihkan ke orang lain juga gapapa dengan tanggung jawab tetap pada orang tua.

Photo by Sergey Makashin in Pexels

Dukungan apapun bisa kita beri pada perempuan pasca persalinan, bahkan dengan tidak melakukan apapun. Kalau tidak bisa melakukan hal baik yang mendukung, setidaknya jangan tambah beban dengan pertanyaan atau komentar yang tidak perlu. Cukup doakan dari jauh, jadi orang yang baik. Ramah pada ibu juga tindakan baik untuk anaknya kok.  




Salam, Nasha

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!