Membersamai Buah Hati, Sepakati Aturan Dasar agar Lebih Mudah dan Tidak Gampang Marah

Setiap keluarga memiliki standar tertentu dalam pengasuhan anak. Biasanya ini mengacu pada tujuan pengasuhan itu sendiri, ingin mendidik anak yang seperti apa, serta nilai-nilai apa saja yang diyakini orang tua. Namun pada praktiknya, jarang keluarga atau orang tua yang benar-benar membicarakan hal apa saja yang penting dalam pengasuhan mereka, khususnya saat sedang bersama anak-anak. Lebih banyak pula orang tua yang tidak konsisten dengan pemahaman mereka sendiri, akibatnya anak jadi bingung, orang tua jadi lebih mudah marah. Menyepakati apa yang penting saat bersama anak merupakan hal yang perlu dilakukan agar bisa berkesadaran dalam pengasuhan.


Membersamai Buah Hati

Membersamai merujuk pada kegiatan yang dilakukan bersama, bisa juga berarti menghabiskan waktu bersama. Sedangkan untuk membersamai buah hati, kita bisa mengartikannya sebagai waktu yang kita habiskan bersama dengan anak-anak. Tentunya kita ingin agar waktu-waktu tersebut menjadi waktu berkualitas yang bermanfaat dan membahagiakan bagi anak serta menjadi kenangan manis untuk mereka kelak. Sayangnya tidak banyak orang tua yang benar-benar menyadari ini, hingga satu tahun terlewat, dua tahun, lalu tiba-tiba mereka sudah bersekolah, semakin mandiri, dan semakin jauh.

Benar ternyata, "the days are long but the years are short."

Apa yang kita upayakan sekarang adalah agar kita tidak menyesal dihari kemudian. Menghabiskan waktu bersama sekaligus membentuk karakter mereka. Sebelum hal-hal kecil yang mereka lihat dan dengar menjadi apa yang terus mereka konsumsi yang mempengaruhi pola pikir mereka. Sebelum hal-hal sepele yang mereka lakukan dan terus kita biarkan akan menjadi kebiasaan yang akan mereka bawa hingga dewasa.



Bagaimana Melakukannya

Hal pertama yang perlu kita ingat adalah setiap keluarga punya hak untuk menjalankan pengasuhan yang berbeda-beda. Setiap oranng tua bebas untuk menggunakan cara yang mereka anggap terbaik dalam merawat dan mendidik anak-anaknya, dalam batas kewajaran ya. Dari sini, kita bisa lebih leluasa untuk lanjut terus dengan apa yang kita yakini, tanpa peduli dengan komentar orang lain. Begitu pula, kita tidak akan ikut campur dalam cara pengasuhan orang tua lain. 

Pertama, diskusikan dengan pasangan. Pekerjaan menjadi orang tua adalah peran antara ayah dan ibu, suami dan istri. Bicarakan berdua, jadikan tambahan peran ini menjadi hal yang diseriusi, yang memang akan memakan lebih banyak waktu dan energi. Sadari bahwa menambah peran pasti akan menambah pekerjaan, menambah beban pikiran, menambah banyak hal yang perlu dipersiapkan.  Baru kita bisa lanjtut ke pertanyaanm berikutnya, apa saja yang dibicarakan?

Visi keluarga, tidak mesti dalam kata visi tapi sama-sama tahu apa tujuan membangun rumah tangga ini. Karena dari situ kita bisa melangkah bersama-sma mengarah ke tujuan tersebut. Misalkan, ingin sehidup sesurga. Ingin kembali bersama dikumpulkan di surganya Allah, tentu step-step yang dilakukan akan mengarah ke sana. Pasangan suami istri yang saling mendukung dalam ibadah dan kebaikan, yang saling mengingatkan saat ada kelalaian. Tidak akan menuntut harta yang berlimpah karena utamanya adalah berkah. Anak-anak pun aan dididik dalam koridor yang diridhoi Allah, sesuai dengan ajaran Rasulullah, dst. Jika visinya jelas, ada kondisi apa-apa, semua anggota keluarga bisa mengacu pada visi tersebut.

Benar, menuliskannya jauh lebih mudah daripada mengerjakannya. Rencana diskusi sering juga berakhir perdebatan hingga diam-diaman. Kadang itu bisa dijadikan pengingat pada banyak kemungkinan. Mungkin ada hak-hak dasar yang kita abaikan, mungkin kondisi diri sendiri yang sedang tidak prima, atau mungkin memang pondasi komunikasinya yang belum sebaik seharusnya. 

Kembali pada visi, jika dirasa terlalu jauh atau serius (dan banyak juga orang yang justru menghindarinya), bisa coba dengan memendekkan lagi dalam topik pengasuhan saja. Misalkan pada diskusi ingin anak yang bagaimana? Iya, awalnya memang pembicaraan akan berputar pada kata kunci tujuan. 

Ingin anak yang unggul berprestasi atau bahagia dengan hal yang ia suka? Ada keluarga yang menganggap bahwa prestasi itu yang utama bagi anak karena akan memuluskan masa depannya nanti, agar hidup bisa lebih leluasa punya banyak pilihan. Ada pula keluarga yang lebih santai tidak ingin menuntut anak dan pengasuhannya berjalan seperti air mengalir. Sebagian keluarga menginginkan anak yang berbudi pekerti tinggi, paham nilai-nilai kebaikan, dan bisa bermanfaat bagi sesama. Ini hak masing-masing keluarga. 

Tujuan itu setidaknya menurun pada aturan apa yang diterapkan pada anak hingga kegiatan apa saja yang dibiasakan pada anak. Bersekolah sejak usia dini, mengikuti berbagai perlombaan hingga olimpiade, mendaftarkan mereka ke banyak kursus untuk meningkatkan kemampuan, mengakselerasi keterampilan mereka karena ingin menjadi yang paling. Sebagian lagi menghabiskan sebanyak-banyaknya waktu untuk bermain bersama, tidak memiliki target tertentu. Bermacam-macam tergantung pada tujuan tersebut. 

Bagi saya, rutinitas pribadi anak memang bisa saja mengalir begitu saja, karena secara sadar ataupun tidak, rutinitas tersebut akan mengikuti nilai yang kita yakini. Namun membicarakannya dengan serius akan memberi kita kesempatan untuk mengevaluasi, rutinitas tersebut susah sesuai atau belum dengan arah yang kita tuju. 

Menetapkan prioritas mana yang wajib dikerjakan anak, mana yang perlu, mana yang bisa iya bisa tidak, mana pula yang lebih baik ditinggalkan. Ini termasuk pada aktivitas seperti makan, mandi, hingga beribadah juga screen time.  Sampai sini saja dulu, hal-hal lain bisa mengikuti dengan mengacu pada visi tadi. jika benar-benar kita kerjakan, dan berkala dievaluasi, akan terlihat ke arah mana dan sejauh mana keluarga kita berjalan. 


Saat Bersama Anak

Saya pernah membagi ketentuan ini menjadi sebelum membersamai, saat membersamai, hingga setelah membersamai. Tapi setelah dilihat lagi, yang paling perlu dibicarakan adalah bagaimana saat kita sedang membersamai anak. 



Jika disingkat, untuk point sebelum membersamai, kita perlu merumuskan visi, menyepakati ketentuan, dan membiasakan aktivitas rutin anak. Maka saat bersama anak, yang perlu kita lakukan hanyalah hadir seutuhnya. Memberi perhatian sepenuhnya di waktu-waktu itu, full attention. 

Dari beberapa tahun ini, saya menyadari bahwa seringnya saya 'mengamuk' pada tingkah anak itu bukan murni karena tingkah mereka, namun karena beban-beban yang saya bawa saat sedang bersama mereka. Jadi hal sepele yang mereka lakukan akan memancing emosi saya. Begitu juga dengan mereka, saat kita sedang tidak fokus, mereka akan cenderung lebih bertingkah untuk menarik perhatian. Tidak adil kan, meminta mereka yang mengerti padahal harusnya kita sebagai orang dewasa lah yang harus lebih pandai menempatkan diri. 

Susah memang, karena yang kita lakukan tidak hanya membersamai mereka. Banyak pekerjaan lain yang perlu juga diselesaikan. Prosesnya pun naik turun, kondisi kita tidak bisa selalu prima bersama mereka. Kadang lelah tapi tetap harus bermain bersama mereka. Sepertinya jawaban paling bisa saya sampaikan adalah komunikasi. Dengan terus melakukan sounding, memanfaatkan waktu bersama dengan berkualitas, serta benar-benar memperhatikan pemenuhan kebutuhan mereka. Pelan-pelan anak akan lebih mudah diajak bekerja sama. 

Setelahnya, biasakan untuk melakukan hal apapun dengan anak sampai selesai. Ini penting untuk mengajarkan anak menyelesaikan apa yang ia mulai, dan belajar bertanggung jawab. Ini juga membantu mereka menyadari bahwa segala sesuatu perlu persiapan dan penyelesaian, secara tidak langsung anak akan belajar lebih berkesadaran saat melakukan dan lebih sabar dengan prosesnya. InsyaAllah.

Di rumah, saya punya beberapa hal yang menjadi patokan dan ini secara berkala dibicarakan. Awal-awal tidak terlalu serius, sekaran malah dibuat catatannya. Supaya sama-sama ingat dan bisa saling mengingatkan. Kadang kita mudah sekali terlena, sehingga kalau ada catatan bisa kembali lagi ke track, lihat goalnya, lihat tahap perkembangannya. Jikapun tidak sesuai juga bisa dievaluasi kenapanya.

Kebiasaan yang sedang kami usahakan juga sebenarnya sederhana. Contohnya, dengan anak yang masih dibawah tujuh tahun ini, prioritasnya adalah membuat pondasi karakter mereka sehingga pembiasaan cenderung ke adab-adab kelakuan, bukan ke arah kemampuan akademis. Dari sana, aktivitas yang dibiasakan juga menyesuaikan, seperti ibadah harian, bagaimana berbicara dan berlaku, kebiasaan mengerjakan pekerjaan rumah, kemandirian menyelesaikan urusan tubuh sendiri tanpa bantuan, dsb. Tidak ada catatan sebenarnya juga bisa, tapi dengan mengerjakannya di level serius bukan mengalir saja, mudah-mudahan kami bisa saling mengingatkan dan hal-hal baiknya bisa tercapai.

Hal terakhir yang perlu kita ingat adalah konsistensi dalam menerapkan apa yang telah kita sepakati bersama. Jika ada aturan maka konsisten dengan itu, jika ada jadwal juga konsisten dan jangan lupa menyampaikan pada anak jika ada perubahan. Jangan sampai ada pertentangan antara ayah dan ibu di hadapan anak. Ini akan membuat mereka bingung dan tidak nyaman. Diskusikan di belakang mereka secara berkala, karena mau bagaimanapun ayah dan ibu tetaplah dua kepala yang berbeda isinya. Komunikasi orang tua yang baik akan tercermin dalam pengasuhan. Begitu pula komunikasi yang baik dengan anak juga dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka, modal bagi mereka beranjak dewasa.



Salam, Nasha






5 Comentarios

  1. Pola asuh setiap keluarga berbeda ya mbak. Karena bisa work di aku, belum tentu di orang lain. Anakku otw 3 tahun yang aku lakukan juga sama lebih membentuk adabnya dan berbicaranya dulu daripada akademis, walaupun beriringan juga sih.

    BalasHapus
  2. Nice artikel kak, memberikan pemahaman mengenai membersamai buah hati. Dapat menjadi bahan referensi bacaan oleh calon ibu:))

    BalasHapus
  3. Anak saya suka sekali menggambar, tapi untuk hal lain kurang fokus dan susah learning.
    Saya sebagai orang yang kerja kalo udah pulang kayak pengen me time, main hp, malah sering mengabaikan anak². Tapi di otak tuh rasanya pengen banget nemenin mereka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah thanks sharingnya kak, mungkin ini yg dirasain suami saya jg ya. pingin me time dulu tp udah digelendotin anak jadiya kurang optimal mainnya. giliran anak tidur malah jd sedih knp main sm anaknya td gak all out ,soalnya kl ibu2 biasanya belum sampai rumah udah kebayang apa aja yg mau dkerjain dan gmn anak2 hehe

      Hapus
  4. Aku juga tengah mengusahakan ini mom. Semoga kita bisa jadi orangtua yang baik dan benar dalam pengasuhan anak yaaa. Thanks for sharing.

    BalasHapus

Mau nanya atau sharing, bisa disini!