Cara Mengajarkan Sex Education pada Anak dengan Standar WHO & UNESCO

Belum lama ini, kita dikejutkan dengan berita anak usia lima tahun yang melakukan tindakan asusila pada teman sekolahnya. Pelaku dan korban yang sama-sama anak dibawah umur ini, sedikit banyak menunjukkan beban berat yang kita pikul dalam mendidik anak-anak kita dizaman sekarang. Semakin terang bahwa ada pelajaran yang tidak boleh terlewat bagi anak, yakni pendidikan seks (sex education) yang ternyata patut sudah kita mulai sejak anak masih bayi atau 0 tahun. Berikut penjelasan bagaimana mengajarkan seks pada anak khususnya dibawah enam tahun berdasarkan pada standar WHO dan UNESCO.



Apa itu Pendidikan Seks

Pendidikan seks atau lengkapnya pendidikan seksual adalah pengajaran dan pembelajaran mengenai topik yang berhubungan dengan kelamin (seks menurut kbbi berarti kelamin dan hal yang berhubungan dengan itu). Hanya 1/10-30 juta kelahiran bayi di dunia ini yang tidak disertai dengan alat kelamin. Melihat langkanya kasus tersebut terjadi, harusnya topik mengenai seks adalah pembicaraan yang umum kita lakukan. Karena hampir setiap tubuh kita dilengkapi dengan organ tersebut. Entah apa sebabnya, hingga kini topik seksual masih dianggap pembicaraan yang tabu, bahkan begitu sulit bagi kita menyebut organ kelamin sendiri dengan nama yang sebenarnya.

Urgensi mengajarkan pendidikan seks pada anak semakin meningkat seiring dengan kondisi zaman yang terus berubah. Globalisasi, mudahnya mobilisasi, pesatnya kemajuan teknologi membuat anak-anak saat ini lebih mudah terpapar hal-hal yang belum porsi mereka, dibandingkan degan masa saat kita masih anak-anak dulu. Berbagai perubahan seperti cepatnya penyebaran informasi, meningkatnya penggunaan internet serta telepon seluler, penyebaran penyakit kelamin, kasus kekerasan seksual, hingga perubahan perilaku seksual menuntut kita semua untuk meletakkan pendidikan seksual sebagai prioritas, khususnya bagi anak dan remaja. Menjadikan topik ini sebagai topik umum yang aman dibicarakan. 

Mungkin keenganan kita yang turun-temurun itu karena perspektif keliru topik seksual hanya sebatas aktivitas pasangan untuk memiliki keturunan. Padahal, jauh lebih luas daripada itu, pendidikan seksual dimulai dengan mengenal organ tubuh diri sendiri dengan benar, menjaganya dengan tepat, hingga nilai-nilai yang ditanamkan dan perilaku-perilaku yang mengiringi. Maka, tidak salah jika pendidikan tersebut dimulai sejak anak masih bayi. Pembahasan ini tidak tertutup hanya untuk orang tua, tapi untuk kita semua, yang pernah tumbuh dari anak-anak, yang juga akan berhadapan dengan anak-anak. 


Mengajarkan Sex pada Anak 

Merujuk pada dokumen yang dirilis WHO tentang pendidikan seksual, ada empat konsep yanng perlu kita pahami secara jelas, yakni:

  • sex yang didefinisikan sebagai karakter biologis yang menentukan kita female (perempuan) atau male (laki-laki)
  • sexuality merujuk pada konsep yang lebih luas yang alamiah mengikuti setiap fase kehidupan manusia, termasuk komponen fisik, psikologis, dan sosial
  • sexual health adalah kondisi fisik, emosional, juga kesejahteraan mental dan sosial yang berkaitan dengan seksualitas
  • sexual rights mencakup banyak hak terkait mulai dari mendapatkan informasi, fasilitas kesehatan, ragam pilihan, hingga kepuasan kehidupan sexual. 

Sejauh ini, konsep dari WHO sudah cukup luas mewakili apa yang perlu kita ketahui dan dapatkan dari pendidikan seksual. Hanya saja, praktiknya masih jauh dari kata memadai. Itu kenapa kita perlu bersikap terbuka, dan memulainya dengan benar. Pendidikan seksual yang diartikan sebagai pembelajaran aspek kognitif, emosional, sosial, interaktif, serta fisik dari seksualitas. Berikut saya coba bahas bagaimana mempraktikkan pendidikan seks pada anak, khususnya dibawah 6 tahun.


Anak Usia 0-3 Tahun

Pada usia ini, kita mulai dengan mengenalkan organ kelamin anak dengan sebutan yang benar. Iya, sebutan bukan perkara sekedar, karena ini menyangkut apa yang ada di pikiran. Jika menyebutnya saja kita enggan, bagaimana mungkin anak bisa leluasa menceritakan apa yang ia alami terhadap penis/ uretra juga vaginanya? 

Lalu, terangkan pada anak bahwa Tuhan menciptakan dua jenis manusia yaitu laki-laki dan perempuan dengan karakteristiknya masing-masing. Setara, sama baiknya. Penanaman nilai kesetaraan gender juga bisa dimulai dari sini, dengan kalimat-kalimat yang tidak membeda-bedakan. Biasakan anak untuk membedakan hanya dari apa yang Tuhan beri, tidak perlu ada embel-embel lain, seperti warna perempuan, aktivitas perempuan, dst. Dari sini, kita juga bisa menanamkan tentang penerimaan diri pada anak, menerima bagaimanapun bentuk tubuhnya, sejalan juga dengan menghargai perbedaan bentuk tubuh orang lain. lengkapi pengetahuan pengenalan ini dengan cara merawat tubuh, menjaga kebersihannya, membasuh sesuai adab dan najisnya. 

Jika anak sudah tahu bagian tubuhnya, ajarkan anak tentang batasan pada tubuhnya sendiri. Bagian mana yang boleh dilihat atau disentuh, dan mana yang tidak. Kita tanamkan mereka tentang rasa malu dengan pengetahuan tentang aurat. Dari awal, kita yang harus membiasakan untuk tidak sembarangan memandikan atau menggantikan pakaian anak didepan umum, apalagi bagian yang tertutup oleh pakaian dalam. Jangan pula biasakan anak untuk buang air sembarangan, dengan dalih masih anak-anak. rasa malu dan menjaga diri perlu ditanamkan sejak bayi.

Setelah itu, baru ajarkan anak tentang bagaimana cara menjaga batasan tersebut. WHO menyebutkan tiga langkah menolak apa yang dirasa tidak nyaman dengan berkata tidak, menjauh, dan melaporkan pada orang lain. Disinilah, pentingnya kita membangun hubungan yang erat dan komunikasi yang baik dengan anak, sehingga kita bisa menjadi safe place mereka untuk menceritakan apa saja. Sentuhan, pelukan, ciuman pada anak itu, meski merupakan ekspresi sayang, harus dilakukan atas izin anak. Biasakan menghargai batasan mereka, dengarkan apa yang mereka rasa, jangan sekali-kali menyepelekan ketidaknyamanan anak. 

Sub topik selanjutnya tentang perkembang biakan atau proses reproduksi manusia. Mungkin bagian ini yang paling menakutkan bagi kita, saat anak tiba-tiba bertanya, darimana aku berasal? Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah tetap tenang, lalu tanyakan kembali pendapat anak, ini untuk mengukur sejauh mana anak tahu. Bisa mulai kita jawab dengan, dari Tuhan yang memberi lewat rahim ibu, bagian yang hanya dimiliki perempuan dan ada didekat perut. Pada usia ini anak biasanya cukup puas dengan jawaban tersebut. Pengajaran nilai bisa dilanjutkan dengan penjelasan bahwa tidak semua keluarga memiliki anak, dan itu memang hak mutlak Tuhan.


Anak Usia 4-6 tahun

Selanjutnya, pengajaran tetap kita lanjutkan berdasarkan sub topik yang sudah kita kenalkan sebelumnya, hanya saja dengan contoh yang lebih sesuai dengan tahap perkembangan anak. Tentang citra positif pada apapun kelamin yang ia ataupun orang lain miliki, tentang proses reproduksi yang benar dan kehendak Tuhan pada masing-masing orang, tentang cara-cara mengekspresikan sayang yang membuat nyaman, hingga pada penerimaan rasa apapun yang timbul dalam diri anak. 

Untuk anak periode usia hingga tiga tahun, kita mengajarkan kesetaraan gender dengan salah satunya menghindari kalimat yang mengelompokkan warna berdasarkan gender, maka diusia ini kita bisa memperlakukan anak, laki-laki dan perempuan, dengan sama. Salah satu contoh yang mudah kita praktikkan adalah pada pekerjaan rumah tangga, memberi contoh bahwa ayah juga memasak, bahwa anak laki-laki juga menyapu. Pekerjaan rumah tangga adalah bentuk kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang tanpa terkecuali. Di periode ini, anak sudah bisa dikenalkan dengan peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga. Partisipasi bagaimana yang diharapkan pada masing-masing anggota keluarga.

Bicara tentang keluarga, mungkin anak sudah bisa menyimak tentang bentuk hubungan keluarga tersebut. Biasanya, ia mulai memahami tentang suami, istri, anak. Dari logikanya, mungkin akan muncul pertanyaan kenapa ada pasangan yang tidak memiliki anak. Pertama, jangan panik. Ini bukan bentuk ketidaksopanan, hanya rasa penasaran. Maka, jawab saja dengan tenang, itu urusan Tuhan untuk menghadirkan anak dalam keluarga, apa kelaminnya, berapa jumlahnya, kapan waktunya. Biasanya, mereka akan cukup puas dengan penjelasan tersebut. 

Melanjutkan pengajaran tentang batasan pada usia sebelumnya, di periode ini biasanya sudah mulai tumbuh rasa malu pada diri anak. Pisahkan anak dengan saudaranya saat di kamar mandi, meskipun berjenis kelamin sama. Selalu handuki anak saat keluar dari kamar mandi, biasakan mereka untuk mengenakan pakaian di area tertutup, di kamar misalkan. Mulai ajarkan anak bagaimana cara membersihkan diri yang benar, sehingga mereka tidak melulu membutuhkan orang lain untuk membersihkan diri mereka. Terus sounding, area tubuh mana yang boleh diperlihatkan, mana yang tidak, siapa saja yang boleh melihat, siapa pula yang tidak boleh. Ini termasuk pada bagaimana anak menunjukkan ekspresi sayang, hormat, serta interaksi mereka dengan orang lain. Misalkan dengan keluarga dekat, bisa pelukan, atau ciuman di area kening, pipi, juga punggung tangan; dengan orang lain cukup dengan bersalaman dengan cium tangan. Meskipun awalnya, cium tangan ini dilakuakn dengan bibir atau hidung, tapi dengan berbagai pertimbangan, saya mengajarkan anak untuk menggunakan kening. 

Periode ini menjadi lebih menantang karena biasanya anak sudah bergaul dengan lebih banyak orang, sehingga ia mendapatkan informasi dari lebih banyak sumber. Kadang informasi itu sesuai dengan nilai yang inigin kita tanamkan, kadang juga tidak. Apalagi jika anak sudah berkenalan dengan gadget, mereka mendapatkan info yang lebih beragam lagi. Inilah pentingnya keterikatan kita pada anak, sehingga kita bisa tahu informasi apa saja yang anak dapatkan pada hari itu, dari siapa, apa yang anak pikirkan, sekaligus mengoreksi ketepatannya. Mungkin ada kalanya anak aakan mengonfirmasi perbedaan info yang mereka dapatkan diluar dengan yang mereka terima dari kita. Tetap tenang. Jangan sampai mencerca mereka dengan pertanyaa-pertanyaan panik. Tarik nafas, lalu tanyakan bagaimana pendapat anak, luruskan kembali dengan penjelasan sederhana sesuai dengan perkembangan pikiran mereka. 


Mengajarkan pendidikan seksual pada anak, sebenarnya hampir sama dengan topik-topik lainnya. Hanya satu hal yang membuat urusan ini lebih sulit, yakni pikiran kita sendiri yang tertutup. Wajar, mengingat kita tidak mendapat pengajaran yang serupa, namun kita perlu terus belajar dan tenang, sembar mengingat betapa urgensinya pendidikan ini sekarang. Betapa pentingnya kita menyiapkan anak-anak ini dengan bekal yang mumpuni agar mereka tetap bisa aman meski jauh dari jangkauan. Dalam dokumen WHO dan UNESCO tersebut, sebenarnya dijelaskan sampai anak remaja usia diatas 15 tahun hingga diatas 18 tahun, namun karena saya belum mempraktikkannya, jadi silahkan diunduh untuk dijadikan pedoman keluarga masing-masing. Dokumen tersebut bisa diperoleh secara gratis pada link yang tersedia dibawah ini. Ingat, sekarang ataupun nanti, anak pasti akan mempelajari topik seksual ini, pilihannya adalah anak dijarakan dengan nilai kebaikan sesuai yang kita yakini atau mendapat informasi abstrak dari sumber yang tidak jelas tanggung jawabnya, kita yang tentukan. Semoga bermanfaat!


Referensi:

https://www.bzga-whocc.de/fileadmin/user_upload/BZgA_Standards_English.pdf

https://cdn.who.int/media/docs/default-source/reproductive-health/sexual-health/international-technical-guidance-on-sexuality-education.pdf?sfvrsn=10113efc_29&download=true 

15 Comentarios

  1. Sangat penting pendidikan sex pada anak, agar ketika tumbuh dewasa paham akan hal seperti itu. Dan juga paham mana yang tidak boleh dilakukan

    BalasHapus
  2. Sebagai orang tua dari anak cewek, saya benar-benar was-was dengan berita-berita seperti itu. Sangat penting untuk memberikan pendidikan sex sesuai usinya agar dia paham ada yang harus dilindungi dari tubuhnya.

    BalasHapus
  3. Suka heran dengan orang tua yang menganggap enteng dan membiarkan saat anaknya kencing sembarangan. Biasanya ini terjadi pada anak laki-laki. Bila ditegur cuma senyum-senyum

    BalasHapus
  4. Pendidikan seks memang harus dikenalkan sejak dini, kalau bisa emang harus dri orang tuanya sendiri dan disesuaikan dengan perkembangan umur. Kalau orang tua yang mengenalkan, jika ada pertanyaan bisa dijawab dengan tuntas dn orang tua juga tenang

    BalasHapus
  5. Pendidikan seks ini memang mesti diakui masih kagok dilakukan di negara kita, ya? Masih kerap disalahphami kalau dilakukan di masyarakat kita.

    BalasHapus
  6. Mau gak mau kita harus mulai menanamkan pendidikan seks sejak dini sesuai dengan usianya, biar anak lebih peduli dan sadar untuk menjaga pergaulannya ketika dewasa yess...

    BalasHapus
  7. Mengajarkan pendidikan seksual pada anak memang harus diberikan sejak dini. Tentu saja cara memberitahunya harus dengan hati-hati.

    BalasHapus
  8. setuju sih. sedini mgkn hrs d ajari sex education. soalnya ngeri2 pergaulann anak zaman now

    BalasHapus
  9. Pendidikan seks untuk anak seharusnya bukan lagi materi tabu ya. Mempelajari seks sejak dini, akan memberikan mereka pemahaman mendalam soal menghargai diri sendiri dan mengenal jati diri mereka. Jauh dari kesimpangsiuran atau bingung dengan kepribadian sendiri dan jadi kaum LAGI BETE

    BalasHapus
  10. jujur, salah satu tantangan yang berat dalam mendidik anak adalah memberikan sex education. Aku dari kecil gak pernah diajarin sama orang tua tentang ini. Karena bagi mereka ini hal yang tabu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar kak, sepertinya kebanyakan dr kita begitu. maka kita pelan2 belajar spy mereka tumbuh sesuai dgan tantangan zamannya jg

      Hapus
  11. Pendidikan yang sangat penting untuk kita Ibu-Ibu di tengah banyaknya berita kejahatan seksual terhadap anak-anak.

    BalasHapus
  12. Jaman sekarang punya anak perempuan dan laki laki sama was wasnya. Karena pengaruh internet, jadi anak sekarang lebih cepat berkembang dan dewasanya. Pendidikan seks menjadi penting agar anak lebih aware kepada dirinya sendiri dan tau mama yg boleh dilakukan dan yg tidak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak, kl dulu was2nya cuma di anak perempuan sekarang anak laki2 pun sama. mereka lebih banyak terpapar informasi yg sayangnya kadang belum sesuai dgan perkemabngannya. apalagi kl ortu kurang pengawasan, bisa bablas anak tahu banyak hal dr sumber yg asal

      Hapus
  13. sex education ini emang urgent banget sih ya, gak perlu tunggu anak gedean dikit baru diajarkan tapi sedari dini udah harus diberi penjelasan kepada anak-anak dengan bahasa yang mudah mereka mengerti.

    BalasHapus

Mau nanya atau sharing, bisa disini!