Mengajarkan Toleransi pada Anak untuk Hidup Damai Bermasyarakat

Setidaknya ada delapan miliar orang di muka bumi saat ini. Meskipun kadang kita berkelompok berdasarkan ciri tertentu, namun kita semua tetaplah tiap individu yang berbeda-beda. Sehingga toleransi menjadi pondasi untuk kita bisa hidup damai dalam masyarakat. Ajaran toleransi dapat dikatakan sebagai ajaran kunci yang perlu kita tanamkan pada anak sejak dini. 


Ilustrated Picture


Tentang Toleransi

Kita bisa mengartikan toleransi sebagai sikap menghargai perbedaan orang lain dalam batas tertentu. Batas kebenaran dan kebaikan misalkan. KBBI mendefinisikan toleransi sebagai sikap toleran atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda dengan pendirian sendiri. Perlu diingat bahwa ada batasan dalam menerima perbedaan tersebut, karena yang berbeda bisa diterima namun yang keliru tidak bisa dibiarkan.  

Pentingnya toleransi ini dapat mencegah berbagai tindakan yang mengatasnamakan kelompok tertentu. Dalam kasus berat, terorisme misalkan. Dengan adanya peringatan hari korban terorisme pada 21 Agustus dan peringatan hari korban kekerasan agama dan keyakinan pada 22 Agustus, menjadi catatan pada kita bahwa kasus-kasus memilukan tersebut bisa kita antisipasi dengan toleransi, menerima perbedaan sebagai bagian dari kehidupan kita.

Meskipun toleransi sering dikaitkan pada perbedaan keyakinan, namun sikap toleran tidak hanya terbatas pada perbedaan agama saja. Begitu juga pengajarannya, tidak hanya menerima keberadaan orang-orang yang berbeda agama serta praktik-praktik ibadah mereka saja, namun memahami lebih luas lagi bahwa kita semua memang diciptakan berbeda-beda, memiliki latar belakang dan lingkungan hidup berbeda, sehingga melahirkan pemikiran yang berbeda pula. Kita semua memang berbeda, namun bukan berarti tidak setara, sehingga tidak perlu merasa sebagai kelompok yang lebih superior dariapada kelompok yang lain. Terima perbedaan sebagai aksesoris dari setiap kita yang berkedudukan sejajar sebagai makhluk Tuhan. 

Pemahaman ini harusnya bisa mendorong kita pada kehidupan yang lebih damai, mencegah kita pada perilaku diskriminatif, rasisme, hingga radikalisme, lalu melahirkan sikap multikulturalisme. Inilah yang perlu kita ajarkan pada anak-anak yang akan hidup di masyarakat kelak. 


Mengajarkan Toleransi pada Anak

Ilustrated Picture

Hampir sama dengan berbagai isu lainnya, negara memang berperan penting dalam memupuk toleransi dalam kehidupan kita. Bagaimana kebijakan dan pemerintahan yang ada mampu melindungi hak setiap individu dalam menjalankan apa yang mereka yakini dalam batas tidak melanggar norma-norma yang ada; kemampuan untuk tegas pada pelanggaran-pelanggaran kebebasan, demokrasi, ataupun kejahatan rasial; sera menciptakan lingkungan yang melanggengkan kebebasan. Namun bukan berarti peran tersebbut hanya pada negara, karena kita sebagai orang tua tetaplah berperan sebagai penanggung jawab utama atas pendidikan anak-anak kita. 

Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk mengajarkan toleransi pada anak-anak ini?


  • Menjadi Teladan

Jadilah orang yang bisa menghargai perbedaan, yang melihat orang lain sama saja tidak peduli agamanya apa, keyakinannya bagaimana, sukunya apa, pilihan politiknya siapa. Biasakan saling tolong-menolong sesama manusia tanpa melihat label yang melekat pada diirnya, tidak memaksakan keyakinan yang kita miliki pada orang lain, tidak mencela ataupun merendahkan orang lain dan perbedaannya. Anak akan banyak melihat bagaimana kita berperilaku, sama dengan mereka akan mendengar kalimat yang kita ucapkan. Jadi sebelum ataupun sembari mengajarkan anak tentang toleransi, jadiah pribadi toleran. 


  • Latihan Toleransi dari Rumah

    Membiasakan demokrasi dalam keluarga juga dapat meningkatkan toleransi anak, menyadarkan mereka bahwa perbedaan itu hal biasa. Apa yang tepat menurut kita bisa jadi kurang tepat untuk orang lain, begitu juga sebaliknya. Beri anak pilihan (dalam batas yang kita kehendaki) lalu beri mereka kesempatan memilih. Ini akan melatih anak untuk berpendapat dan berekspresi. 

    Selain itu, latih anak untuk bisa berempati pada orang lain, untuk mengkhawatirkan anggota keluarganya, untuk ikut cemas saat adik terjatuh, untuk merasa kesal saat ada yang mengganggu kakak. Bukan malah menertawakan orang yang kesakitan. Lalu, latih mereka untuk saling menolong, berempati dan menuangkannya dalam tindakan. 


    Baca Juga: Kompasiana - Pengalaman Muslim Minoritas: Berbeda, tapi Tetap Saudara


    • Mengajarkan tentang Kesetaraan

    Semua ciptaan Tuhan itu sama baiknya, termasuk seluruh pemberian fisik seperti warna kulit, bentuk anggota tubuh, model rambut, dll. Kita semua lahir dalam kondisi yang berbeda-beda, ada yang  sama dengan orang kebanyakan bisa kita sebut normal, ada pula yang dalam kondisi sedikit berbeda bisa kita sebut khusus. Tidak apa, semua sama baiknya. 

    Kesetaraan ini memang bukan terbatas pada agama atau kepercayaan, tapi juga untuk menghormati  kondisi fisik, pilihan hidup, pemikiran, minat, hobi, kemampuan, yang dimiliki orang lain. Termasuk juga didalamnya soal kesetaraan gender, biasakan tidak mengelompokkan hanya berdasarkan warna atau jenis permainan. Tidak ada masalahnya anak laki-laki suka bunga atau anak perempuan bermain bola. Itu sama-sama media untuk mereka bereskplorasi dan belajar.

    Ilustrated Picture

    • Ajarkan Anak Fakta Apa Adanya

    Anak tahu baik buruk benar salah dan berbagai penilaian lainnya itu ya dari kita sebagai orang tuanya. Anak tidak akan pernah sampai pada kesimpulan kalau putih itu lebih bagus jika kita tidak terus menggemakan hitam dengan nada merendahkan. Ajar anak untuk melihat fakta apa adanya tanpa tambahan penghakiman lebih bagus atau lebih buruk, apalagi pada kondisi fisik yang memang sudah anugerah dari Tuhan. 

    Kita ambil contoh paling umum, warna kulit. Kulit putih itu bagus, begitu juga kulit coklat ataupun hitam. Kulit berwarna terang itu sama bagusnya dengan kulit berwarna gelap. Rambut lurus juga sama saja bagusnya dengan rambut keriting ataupun model botak. Kulitku coklat, rambutku botak, memang benar, tidak apa. Kulit dia putih, rambutnya lurus panjang, betul juga, tidak apa. Sudah, cukup sampai data apa adanya itu saja tanpa perlu ditambahkan dengan kata lebih bagus atau lebih buruk. Tanpa perlu disampaikan dengan nada merendahkan ataupun menyanjung salah satunya. Kulit kita semua sama bagusnya, syukuri apa yang sudah diberi.

    Masih tentang kulit, jangan melarang anak bermain panas-panasan dengan alasan takut kulit hitam. Karena tidak ada yang perlu ditakutkan dari kulit hitam. Bermain panas-panasan bisa membuat sakit kepala atau kulit pedih kemerahan. Benar, ini juga akan selaras dengan pengajaran tentang self love. Menerima apa adanya, biarkan anak memutuskan mana yang ia lebih suka tanpa memusingkan standar sosial kita, 

     

    • Menghargai Diri Sendiri

    Penerimaan diri sendiri menjadi hal yang juga penting dalam toleransi. Perasaan menyayangi, menerima, menghargai diri sendiri karena orang yang menghormati dirinya sendiri akan mampu menghargai dan menghormati orang lain. 

    Ajaran ini bisa dimulai dengan orang tua yang menghargai anak, tidak mencela mereka, apapun bentuk tubuhnya, tidak merendahkan mereka apapun kesukaan mereka, tidak tertawa pada kesulitan atau kesakitan yang mereka alami. Kita juga perlu menjadi teladan sebagai orang yang menyayangi diri sendiri, yang tidak mengeluhkan apa yang tubuh kita punya di depan anak-anak. Tidak menormalisasi tindakan merendahkan, kalimat ejekan, apalagi pembullyan apapun bentuknya, bagaimanapun salah satu pihak mengklaim keseruannya. Sehingga mereka terbiasa berada dalam lingkungan yang memang menghargai diri masing-masing dan saling menghargai orang lainnya.


    • Ajak Anak Terlibat Langsung

    Anak yang hanya melihat lingkungan sama hanya terpapar dengan informasi seragam, apalagi anak yang hidup di lingkungan mayoritas. Untuk belajar toleransi, beri anak kesempatan untuk melihat perbedaan. Menyaksikan langsung aktivitas kepercayaan lain, menonton pertunjukan perbedaan dalam festival budaya, hidup atau liburan di tempat dengan bahasa dan kebiasaan yang berbeda, hingga bergabung dalam sekolah atau komunitas inklusi. 

    Tidak lupa, selalu sampaikan dalam cerita sederhana yang disesuaikan dengan usia anak. Jangan hanya bawa anak menyaksikan lalu tidak diberi penjelasan apa-apa. Misalkan pengenalan tentang agama, masuk dari pengenalan nabi dan rasul. Sebagai muslim kita mengimani mereka semua, lalu ceritakan tentang ajaran yang mereka bawa, yang membuahkan keyakinan lain, agama lain, dengan kitab-kitab lain. Penting untuk kita sabar dalam memuaskan rasa penasaran mereka. 


    • Media Permainan dan Pembelajaran yang Mendukung Toleransi

    Sekarang ada banyak alat untuk menjadi media permainan sekaligus pembelajaran anak, maka kita perlu benar-benar memilah mana yang mendukung toleransi mana yang justru menekannya. Beri anak permainan yang sesuai dengan value yang kita inginkan. 

    Dari permainan tradisional misalkan, jelaskan pada anak sejarah singkatnya. Dari pentas seni, jelaskan ada banyak sekali ragam pakaian adat di negara ini bahkan di dunia ini. Dari buku, yang sarat nilai tentang perbedaan dan toleransi, hingga dari berbagai video singkat yang mudah mereka temui. 


    Pembicaraan tentang toleransi ini akan membawa kita pada banyak isu tentang kebebasan pilihan setiap orang. Namun penting untuk diingat bahwa toleransi itu membiarkan pilihan orang lain dalam koridor yang tepat. Toleransi tidak berarti menerima atau memaklumi segala tindakan orang lain. Perilaku yang menyimpang, tindakan yang salah, kalimat yang tidak baik, tentu tidak bisa dibiarkan. Perkara salah tetaplah salah, tidak perlu ada pemakluman apalagi toleransi pada urusan yang keliru. 



    Salam, Nasha. 

    0 Comentarios

    Mau nanya atau sharing, bisa disini!