Buku The Psychology of Emotion, Belajar Memahami Bagaimana Menyikapi Emosi

Buku terjemahan dengan judul asli Never Get Angry Again ini cocok untuk kita yang ingin lebih dalam memahami tentang emosi dan bagaimana menghadapinya, khususnya pada jenis emosi yang membuat kewalahan seperti marah. Entah apa sebabnya, tapi kita semua pasti pernah merasa marah, kesal, kecewa, ataupun tersinggung. Dalam buku ini, Davd J. Lieberman mengajak kita untuk memahami dari mana emosi itu berasal, apa batasan baik dan tidak baik yang bisa kita lakukan, serta bagaimana mengelolanya bukan asal menekannya. 


Sekilas tentang Buku

Buku setebal 280 halaman ini ditulis oleh David J. Lieberman, seorang penulis buku asal Amerika yang juga merupakan tokoh di bidang perilaku manusia dan hubungan antarpribadi. Genrenya adalah pengembangan diri dengan subjudul Mengerti Daya Ledak Emosi dan Cara Ampuh Mengelolanya Hingga Kamu Bisa Tetap Tenang-Terkendali di Segala Situasi. Terdiri dari tujuh bagian dengan total 30 bab di dalamnya.

Bagian-bagian tersebut antara lain:

  1. Sebenarnya Alasanmu Marah Adalah...
  2. Biaya Hidup, Harga untuk Melepaskan Diri
  3. Memahami Rasa Sakit dan Penderitaan
  4. Berdamai dengan Masa Lalu, untuk Selamanya
  5. Bagaimana Caranya Mencintai Kehidupan
  6. Merebut Kembali Diri Sendiri dan Menetapkan Ulang Batas
  7. Strategi Psikologi Lanjutan untuk Hidup Bebas Amarah

Dari judul bagiannya, mungkin sudah sedikit ada gambaran bagaimana kita-kira isi buku ini. Dari mengenal diri sendiri, emosi yang ada di dalamnya, luka yang pernah ada, hingga merekonstruksi ulang pemahaman-pemahaman yang kita miliki. 

Topik yang dibahas memang tidak ringan apalagi melalui pendekatan ilmiah dari segi psikologi, namun penulis dapat menyampaikannya dengan cara sederhana. Kadang juga dilengkapi dengan contoh praktikal sehingga lebih mudah dipahami,dengan catatan, kita benar-benar fokus saat membacanya. Secara keseluruhan memang antar bagian saling berkaitan agar bisa dipahami, tapi untuk membaca ulang, tidak masalah jika hanya di bagian tertentu saja. Jadi, buku ini memang cocok untuk dewasa muda yang kadang merasa kewalahan dengan emosi diri sendiri, ingin lebih memahami berbagai emosi yang dirasakan, serta ingin hidup lebih tenang, bijaksana, dan tentunya berbahagia.


Personal Review

Menariknya, buku ini tidak langsung membahas apa itu marah, apa yang seharusnya kita lakukan, dan apa saja yang tidak boleh kita lakukan. Namun, buku ini diawali dengan penjelasan tentang diri kita sendiri khususnya emosi yang kita rasakan. Seolah kita merasa dimengerti dulu, baru pelan-pelan dibenahi apa yang selama ini keliru, yang dimulai dari diri sendiri dulu, baru pada situasi di luar diri, hingga ke hubungan dengan orang lain. 

Dimulai dengan memahami bahwa setidaknya kita terdiri atas jiwa, ego, dan tubuh. Jika jiwa ingin melakukan sesuatu yang benar, tubuh ingin merasa nyaman, ego ingin terlihat benar. Iya, terlihat. Idealnya semua harus seimbang, tapi sering kali, terutama ketika kita merasa kehilangan kendali, ego mengambil alih. Kita melakukan sesuatu agar telihat baik, sesuatu dengan pembenaran, bukan yang benar-benar benar. Inilah yang membuat pandangan kita semakin subjektif dan memicu amarah yang tidak berkesudahan.

Setelah diulik-ulik lagi, seringnya kita marah bukan karena apa yang terjadi, tapi karena persepsi yang dibangun atas ego diri sendiri. Tersinggung mendengar perkataan seseorang, ternyata yang menjadi masalah bukan kalimat orang tersebut, tapi karena ego yang terluka, pengalaman di masa lalu, anggapan dan kesimpulan yang tidak terlalu berkaitan, dsb. Inilah awal yang akan ditelaah pelan-pelan dalam buku ini.

Selanjutnya, ada pula pembahasan tentang fenomena igital yang terjadi di sekitar kita. Ketika relaita kita begitu mudah teralihkan dengan teknologi, kita terbiasa kabur dari perasaan sendiri padahal perasaan itu tidak akan kemana-mana. Ia akan tetap ada di sana, menggerogoti kepuasaan hidup kita sedikit demi sedikit. Menyisakan kehampaan dan makna yang nyaris kosong. Dari sini, kita diajak untuk bersikap apa adanya dan mau mengambil tanggung jawab secara penuh atas hidup sendiri. 

Yang lebih penting daripada jalan yang kita tempuh adalah menjadi seperti apa diri kita sepanjang jalan itu.

Bagian berikutnya kita diajak untuk berdamai dengan apa yang terjadi, baik itu di masa lalu, masa kini, juga masa depan. Berdamai pada kemugkinan-kemungkinan yang tidak sesuai harapan. Sebab katanya ketika kita paham akan pengendalian diri dan ketidak mampuan kita mengendalikan dunia, kita tidak akan lagi merasa gelisah. Tenang. Kita juga akan belajar bagaimana membina hubungan yang damai dengan orang lain, sekalipun orang tersebut tidak sesuai dengan yang kita inginkan.

Kita tidak perlu membenci diri sendiri karena orang lain membenci kita. Kita tidak perlu menyakiti diri karena orang lain menyakiti kita. Kita bukan tidak pantas dicintai karena seseorang tidak mampu mencintai kita. 

Bukankah itu kutipan yang sangat indah? Sangat melegakan. Meski kita semua tahu, praktiknya tidak semudah itu. Tapi tenang, bagian selanjutnya akan membuat kita pelan-pelan belajar menerima dan mencintai diri sendiri juga kehidupan. Dimulai dengan seni memaafkan, memberi, menerima perbedaan, mengatur batasan, serta berbagai kiat yang bisa dipraktikkan seperti cara menjalin hubungan, bersyukur,  hingga teknik pernapasan.

Mungkin kita tidak akan langsung menjadi pribadi yang tenang dan bebas amarah setelah selesai membaca buku ini. Namun, kita akan sedikit memahami tentang emosi dan memiliki pandangan yang lebih luas ketika merasakan emosi tersebut. Sedikit banyak ini akan membantu kita lebih tenang ketika merasakannya.



Salam, Nasha 

 

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!