Gagdet Buat Anak Boleh, Begini Caranya Supaya Jadi Screen Time yang Ramah Anak

Melanjutkan postinganku sebelumnya tentang cara membatasi screen time pada anak yang ternyata hanpir setahun lalu. Kali ini kita bahas gimana cara yang tepat memberi gadget ke anak. Karena memberi anak diatas dua tahun itu kan boleh, sesuai anjuran IDAI namun bagaimana pelaksanaanya agar screen time ini tidak sampai 'merusak' anak. 

Picture of Pexels Edited by Canva

Anak dibawah usia lima tahun menurut WHO seharusnya memiliki keseimbangan kegiatan didalam satu hari mereka, diantara waktu aktivitas fisik, waktu diam (restrained time), dan waktu tidurnya. Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk perkembangan tubuh anak, dengan waktu minimal 180 menit dalam satu hari, bisa lebih justru lebih baik. Sedangkan waktu untuk mereka diam, hanya dianjurkan satu jam dalam sekali waktu, misalkan untuk anak hanya duduk diam di stroller aja batasi maksimal satu jam, lalu beri jeda dengan aktivitas lainnya dulu. Begitu juga dengan screen time, dimana termasuk dalam ragam aktivitas anak diam. Bukan hanya karena itu, namun mempertimbangkan berbagai dampak negatif yang mungkin muncul disimpulkanlah satu jam adalah waktu maksimal bagi balita terpapar gadget dalam satu hari. Bukan hanya HP, namun juga TV, laptop, komputer, tablet, dsb.

Mungkin karena kita hidup dengan terus bergerak, terus disibukkan dengan berbagai macam hal, semakin terbiasa dengan gadget, semakin cepat tangan kita meraih handphone saat sedang bengong, kita juga berpikiran anak merasakan hal yang sama. Padahal tidak sama sekali. Bukan hanya anak, kita juga harusnya punya kesempatan untuk diam saja. Having time to just 'be.'  Beri anak kesempatan untuk merasa bosan, untuk mengatasi kebosanan mereka. Bosan itu bisa meningkatkan kreatfitas, meningkatkan kepekaan, dan meningkatkan kesadaran diri. Dengan bosan itu, anak jadi belajar banyak untuk merasa, untuk menghadapi, untuk mengendalikan. Jadi gak perlu buru-buru kasih anak hiburan apalagi dengan gadget.

Susah? Iya, benar. Lebih drama? Awalnya iya, semakin lama semakin nggak. 


Photo by Ketut Subiyanto in Pexels

Selain itu, dengan gak langsung mikirin gadget sebagai alternatif kegiatan anak, anak-anak (dan juga kita) jadi bisa mengeksplorasi lebih banyak kegiatan lain. Banyak sekali hal yang bisa anak-anak lakukan, bisa mereka saja, bisa bersama kita juga. Membuat cerita dengan imajinasi mereka menggunakan mainan dan peralatan yang ada ataupun ikut bekerja sama dengan kita melakukan pekerjaan rumah. Jelas lebih repot, tapi juga bisa jadi lebih menyenangkan.

Jika sudah masuk pada restrained time, membaca buku bisa menjadi alternatif kegiatan yang jauh lebih baik. Kebiasaan ini terbukti memilik banyak dampak positif bukan hanya untuk anak namun juga untuk orang tua. Mulai dari membacakan cerita pendek bergambar hingga nanti anak bisa membaca sendiri dan menjadikan membaca sebagai kebiasaannya. Mulai dari mendukung perkembangan otak anak hingga membangun kesadaran diri, membaca terbukti memiliki banyak sekali dampak positif.

Memang kita gak setiap waktu bisa menghadapi anak yang akan jauh lebih aktif tanpa gadget, sehingga memilih memberi mereka alternatif itu. Atau ada berbagai alasan lain yang membuat kita mempertimbangkan screen time sebagai alternatif kegiatan anak. Namun penting untuk kita sadari bahwa mengasihi sebesar apapun cinta yang kita miliki memang membutuhkan tenaga sering juga disertai pengorbanan. Kita-lah, yang akan mendefinisikan diri sebagai orang tua yang bagaimana sambil terus berharap anak-anak ini akan jadi seperti apa.


Screen Time Ramah Anak

Photo by Mikhail Nilov in Pexels

Hal pertama yang perlu kita telusuri dahulu adalah alasan memberikan gadget tersebut ke anak. Ada banyak sekali alasan tergantung pada masing-masing orang tua dan kondisinya. Mungkin sebagai sarana hiburan anak, mungkin sebagai media anak belajar, bisa jadi juga sebagai pengalih perhatian anak saat orang tua diwaktu itu tidak bisa memberi perhatian yang anak butuhkan, atau malah karena banyak anak lain yang diberi gadget sehingga orang tua merasa perlu ikut juga. Banyak sekali, dan bisa saja tidak sama disetiap waktu. 

Sehingga langkah pertama sebelum memberi gadget ke anak adalah, pahami why-nya. Setelah itu baru kita bisa berangkat ke apa yang diberi, bagaimana caranya, karena lama  waktu maksimal sudah diatur dalam ketentuan WHO bahwa balita maksimal memiliki 1 jam per hari untuk screen time, dengan catatan less is better. 

Photo by Jessica Lewis Creative in Pexels

Memberikan gadget pada anak apalagi yang dilengkapi akses pada internet sama juga dengan membuka kesempatan anak terpapar hal-hal yang kadang tidak dalam kontrol kita. Bisa jadi anak melihat dan mendengar hal-hal yang bukan konsumsinya. Tidak sesuai dengan usia dan perkembangan logikanya. Kita boleh memberikan gadget pada anak, tapi tidak boleh lepas pengawasan dari apa yang mereka akses. Apalagi dimasa ini semua orang bisa membuat konten, mudah mempublikasikan kreasi mereka. Kadang tanyannya bukan hanya tidak bernilai namun memiliki efek negatif. Tidak adanya tanggung jawab lanjutan atas apa yang  dibuat kreator, hanya kebijakan kita sebagai pengguna-lah yang paling penting untuk meminimalisir segala resiko tersebut.

Berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk tetap menjaga batas aman screen time anak:

- Video Call

Dengan berbagai pertimbangan pada kemajuan teknologi dan hubungan kekerabatan, video call diperbolehkan pada anak sejak usia satu tahun. Ini pemenuhan fungsi paling dasar dari gadget, yaitu sebagai media komunikasi dua arah dengan keluarga dan kerabat yang tinggal berjauhan. Begini bentuk yang diperbolehkan, namun tetap dibatasi seperlunya dan seefisien mungkin.

Photo by EKATERINA BOLOVTSOVA in Pexels

- Melihat Galeri Foto dan Video

Kadang anak merasa tertarik dengan gadget karena melihat di sekelilingnya orang-orang begitu asyik dengan gadget. Mereka penasaran, sehingga meminta untuk menjawab rasa ingin tahu tersebut. Salah satu cara untuk meminjamkan gadget pada anak dengan konten terbatas adalah aplikasi galeri foto dan video. 

Kegiatan ini bisa menjadi sarana bagi anak mengenang masa kecilnya, mengingat keluarga atau kerabat yang tinggal tidak berdekatan, atau melihat hal-hal menarik yang tidak bisa ia lihat secara langsung. Ini bisa dilakukan dengan tanpa atau dengan dampingan kita untuk bahan obrolan tentang cerita-cerita dibalik foto tersebut. 


-  Tontonan Offline

Bisa jadi gadget digunakan sebagai media edukasi anak, sebagai perantara untuk membantu kita menjelaskan, atau bisa jadi sebatas hiburan yang positif. Tidak masalah. Pengawasan kita yang tidak bisa sepenuhnya dan selalu pada anak, membuat tontonan offline jadi jauh lebih aman. Pilihlah tontonan yang memang diperuntukkan sesuai usia anak, memiliki kesan yang baik pada anak, menghibur sesuai logikanya. Saat anak dimasa meniru apapun yang ia lihat, perlihatkan hal-hal baik untuk ia tiru dari tontonan tersebut. Jadi kita sendiri perlu melihatnya dulu, mempertimbangkan kecocokan tayangan pada anak, download (sediakan dalam peranti offline), baru memberikannya ke anak.


- Sesuaikan dengan Usia 

Kebijakan sudah dibuat untuk lumayan membantu kita para orang tua agar bisa mengawasi anak sesuai dengn perkembangan mereka. Tontonan dibuat dengan berbagai pertimbangan lalu dikategorikan berdasarkan usia mereka. Aplikasi seperti youtube kids juga memiliki saran usia yaitu usia empat tahun ke atas, namun organisasi Common Sense Media merekomendasikan tujuh tahun sebagai usia aman anak mengaksesnya. Bukan hanya tontonan, jenis permainan pun sudah diklasifikasikan berdasarkan usia, dalam kebijakan IGRS (Indonesia Game Rating System) yang mengelompokkan games pada usia 3, 7, 13, 18, dan SU (Semua Umur). Media sosial juga, ada ketentuan batas usia minimal seseorang boleh memiliki akun instagram, tiktok, dsb yakni 13 tahun. Sistem pengelompokkan ini bisa menjadi panduan bagi kita memberi tools anak yang sesuai dengan perkembangan mereka. 

Photo by Kampus Production in Pexels

- Area Terbuka

Daripada memberikan handphone pada anak yang digunakan di dalam kamar, lebih baik menggunakan TV di ruang tengah untuk bisa diakses bersama-sama. Ini akan membuat semua pihak menjadi aware pada apa yang anak tonton. Akses di layar lebih besar yang bisa disaksikan bersama-sama jadi lebih baik daripada layar lebih kecil yang lebih sulit diawasi. Ini juga bisa menghindarkan anak dari jarak mata yang terlalu dekat dengan gadget. Bukan hanya konten, tapi kesehatan anak seperti jarak dan posisi tubuh juga perlu kita perhatikan.


Screen time pada anak dua tahun ke atas kan udah gak dilarang, apalagi teknologi itu punya dampak yang positif jika digunakan dengan tepat. Kadar ketepatan itulah hanya kita masing-masing orang tua yang memahami, agar bisa mendapatkan manfaatnya bukan bahanyanya. Kita sendiri yang perlu menyaring apa saja yang anak-anak ini konsumsi agar tetap dalam batas aman, tetap memiliki nilai kebaikan, bisa menjadi sarana hiburan, jauh-jauhlah segala dampak negatif apalagi membahayakan buat perkembangan mereka nantinya.



Salam, Nasha 

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!