Kegiatan Keluarga untuk Hari Anak dan Hari Tanpa TV

Pada 23 Juli ini ada peringatan Hari Anak dan Hari Tanpa TV di Indonesia. Mungkin lebih populer bagi kita Hari Anak Nasional karena sudah ditetapkan sejak tahun 1984, sedangkan Hari Tanpa TV baru digagas pada 2008 lalu. Bukan sekedar peringatan, ada banyak langkah yang sudah dilakukan demi kebaikan anak-anak Indonesia, salah satunya adalah pembentukan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Gagasan lain yang muncul dalam rangka melindungi anak adalah peringatan hari tanpa TV, ini bukan berarti melarang penggunaan TV sama sekali namun langkah yang bertujuan agar kita isa mendapatkan dampak positif dari TV. Kedua gerakan ini tujuannya sama, menjaga masa depan bangsa.

Ilustrated Picture Edited by Canva

Sejarah Singkat

Hari Anak Nasional, mulai ditetapkan sesuai dengan Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1984 yang dikembangkan hingga tertuang dalam UU No. 4 Tahun 1979 hingga Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1989. Langkah selanjutnya adalah membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai lembaga independen yang mengawasi upaya perlindungan anak oleh lembaga-lembaga di Indonesia. 

Penting diketahui, hari anak bukan hanya ditujukan untuk mereka yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah saja, namun untuk kita semua. Memahami hak dan kewajiban masing-masing, bekerja sama dalam upaya melindungi anak sesuai dengan UU dengan prinsip non diskriminasi, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, penghargaan atas pendapat dan hak anak, serta kepentingan yang terbaik bagi anak. 

Perlindungan terhadap anak tersebut tidak lagi sebatas menjaga apa yang mereka makan, tapi juga apa yang mereka lihat dan dengar, salah satunya dari media televisi. Dengan adanya keprihatinan atas durasi menonton hingga kualitas tayangan yang tidak mendidik, maka tahun 2008 lalu ditetapkanlah Hari Tanpa TV oleh Koalisi Nasional bersama Yayasan Pendidikan Media Anak. 

Awalnya gerakan ini berupa ajakan untuk tidak menonton tv, namun seterusnya gerakan ini sebagai bentuk protes pada pihak penyelenggara televisi untuk dapat meningkatkan kualitas tayangan mereka. Dari data Indeks Kualitas Program Siaran TV, program variety show, infotainment, dan sinetron masih berada dibawah standar. Sayangnya kategori itulah yang memiliki banyak penonton, melebihi kategori siaran berita, talkshow, religi, budaya dan anak. 

Studi Nielsen menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia bisa menonton tv hingga hampir 5 jam dalam sehari. Data lainnya menunjukkan, anak Indonesia menonton tv selama 1600 jam dalam setahun, lebih lama daripada waktu belajar yang hanya 750 jam dalam setahun. Ini jauh melampaui durasi yang disarankan, dan memiliki resiko tinggi atas dampak-dampak negatif apalagi dengan tayangan yang tidak berkualitas. Mereka yang menghabiskan banyak waktu dengan melihat layar (screen time) cenderung malas bergerak, sulit berpikir kreatif, dan terpengaruh secara tidak sadar dari apa yang disaksikan.  

Ini menjadi pertanda bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi. Bukan hanya oleh produsen acara, namun oleh kita semua khususnya kita yang berinteraksi langsung dengan anak-anak, orang tua. Dampak negatif dari televisi bisa diminimalisir jika kita memberi filter atas apa yang anak saksikan, memberi batasan waktu yang sesuai, dan menyediakan alternatif kegiatan lain yang bisa dilakukan oleh anak. 


Gerakan Peringatan

Melindungi anak dari efek negatif gadget ini sebenarnya cukup tricky, tapi ada beberapa hal yang perlu lebih dahulu kita pahami. Pertama, anak mengenal tv atau gadget itu dari kita, lingkungan terdekatnya. Tidak mengenal pun mereka sebenarnya baik-baik saja. Sehingga semua ini bermula dari kita, mulai dengan batasi dulu diri sendiri, setidaknya didepan anak-anak, jadilah orang tua yang 'terlihat' tidak bergantung pada tv atau screen pada umumnya.  Kedua, ada banyak sekali kegiatan yang bisa dieksplore oleh anak, dan ini sangat penting untuk perkembangan mereka, kesempatan untuk mencoba kegiatan yang kita tawarkan, kesempatan merasa bosan lalu berkreasi menemukan kegiatan lain. Biarkan anak terus menjalankan fitrahnya untuk aktif bergerak dan kreatif berpikir, dengan menjadikan menonton tv sebagai alternatif kegiatan terakhir.

Ilustrated Picture

Berikut alternatif kegiatan yang bisa kita lakukan bersama anak:

  • Olahraga bersama

Mulai hari dengan menggerakkan badan, bisa dengan senam bersama atau bermain bola di halaman. Berlarian, bersepeda bahkan lompat di tempat juga bisa menjadi pilihan. Anak-anak akan senang melakukan aktivitas yang mengeluarkan energinya, apalagi jika diakukan dengan orang yang mereka sayangi, kita. 

  • Menyiapkan makan 

Jika sulit meluangkan waktu khusus yang lama untuk anak, ajak saja anak berkegiatan bersama. Memasak misalkan, ajak anak berpartisipasi mulai dari belanja, menyiapkan bahan, hingga membersihkan peralatan. Anak akan senang mencoba hal-hal baru, melakukan pekerjaan orang dewasa. Ia akan merasa dihargai karena diajak ikut serta dan dianggap telah mampu. Mengupas kulit dengan peeler, memotong menggunakan pisau roti yang tidak terlalu tajam, membersihkannya, membuang sampah, mengupas telur, memegang ayam, dsb. Lanjutkan dengan makan bersama yang benar, di meja makan, tanpa pengalih perhatian. Lebih lama dan lebih berantakan, tapi juga lebih menyenangkan. 

  • Bermain bersama
Meski tidak bisa dilakukan setiap waktu, namun luangkan waktu untuk benar-benar masuk ke dunia anak dengan bermain bersama mereka. Tidak masalah jika hanya 30 atau 15 menit sehari, tapi pastikan tanpa distraksi. Ajak mereka melakukan sesuatu dengan permainan mereka, atau ikut serta dalam permainan yang mereka ciptakan. Bermain peran, tebak-tebakan, balok, bongkar pasang, puzzle, mewarnai, dll.

  • Membaca buku
Tidak mungkin berharap anak gemar membaca jika tidak kita beri peluang untuk membiasakannya. Jadikan membaca sebagai rutinitas harian, opsi kegiatan awal saat anak bosan. Sediakan buku di tempat yang terjangkau oleh anak, tetapkan waktu khusus anak dibacakan buku, beri anak keleluasaan memilih buku yang ia sukai dan sesuai dengan tahap perkembangannya. 
  • Melakukan pekerjaan rumah
Pekerjaan rumah tidak pernah terbatas, bisa dilakukan oleh seluruh anggota rumah. Mulai dari membereskan tempat tidur, menyapu, membereskan mainan, mengelap air yang tumpah, menyirami tanaman, mencuci piring, melipat pakaian, memasak, dsb. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu disesuaikan dengan usia anak dan tingkat resikonya. 

Sebagian orang tua menjadwalkan alternatif kegiatan anak lalu menyediakan fasilitasnya. Sebagian lagi tidak. Tidak masalah. Tapi penting dipahami, bahwa kita perlu memberi mereka kesempatan dan fasilitas untuk melakukan kegiatan. Sedikan buku agar mereka bisa membaca. Sediakan bola sehingga mereka bisa menendang, melempar, berkejaran. Sediakan mainan bola agar mereka bisa melatih jari-jarinya. Sediakan ruangnya.  Mereka juga sebenarnya bisa bermain sendiri sesuka hati, tanpa perli terus didampingi. Memang, mendidik anak perlu sumber daya. Tapi kita yang menentukan batasannya. Tidak melulu harus ikut tren, orang lain, tanpa tahu tujuannya apa. Lakukan saja apa yang bisa kita lakukan. 

Ada banyak sekali opsi kegiatan yang bisa kita lakukan, tapi dengan catatan jadikan opsi menonton tv sebagai opsi terakhir atau tiadakan sekalian. Sehingga otak kita juga akan terlatih untuk terus mencari alternatif lain, anak juga akan terbiasa mengeksplorasi dan berkreasi. Pola ini bisa menjadi bekal mereka hingga dewasa nanti. Mampu terus bergerak mencari solusi. 



Salam, Nasha

0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!