• Anak & Keluarga
  • Kesehatan Mental
  • Perempuan & Pernikahan
  • Lingkungan
  • Review & Rekomendasi
Salam, Nasha

Jejak Perjalanan dan Catatan Pelajaran

Setelah memiliki pilihan lebih baik dengan sekolah yang menyediakan kurikulum internasional, seperti sudah dijelaskan pada postingan ini, langkah terakhir adalah bersiap untuk memasuki dunia kerja. Lepas landas menjadi pribadi mandiri yang siap berkontribusi pada masyarakat luas.

Cepatnya arus informasi dan data yang terjadi dekade terakhir adalah akibat dari globalisasi. Bukan hanya informasi dan data yang hanya berjarak ketukan jari, namun juga pertukaran pandangan, pola pikir, kemampuan, keterampilan, bahkan tenaga kerja. Pada tahun 2022 saja, dari dataindonesia, ada lebih dari 111ribu tenaga kerja asing yang memasuki bursa kerja di Indonesia. Banyaknya proyek investasi asing merupakan alasan utamanya. Sampai sini tentu kita paham, bahwa persaingan untuk memasuki dunia kerja semakin meluas. Bukan hanya teman sekelas, namun juga tenaga kerja dari berbagai belahan dunia. Apa daya tawar yang kita punya hingga bisa mengungguli mereka?

Selain banyaknya tenaga kerja asing, data hingga 2020 ada lebih dari 25ribu perusahaan asing di Indonesia. Dengan banyaknya jumlah perusahaan tersebut, harusnya banyak juga tenaga kerja yang bisa diserap, jika saja tenaga kerja Indonesia memang memenuhi kriteria dan kualifikasi mereka.

Pertanyaannya kualifikasi apa yang secara umum dibutuhkan dalam dunia kerja yang semakin mengglobal ini? Bukan hanya untuk kita memiliki kompetensi bekerja di perusahaan asing, namun juga pada perusahaan nasional yang bertujuan global. Bukan hanya untuk kita bisa bekerja disini, namun juga untuk berkiprah di kancah internasional.


Kompetensi Global

Bukan hanya kita sebagai tenaga kerja, namun lebih luas lagi karena apa yang terjadi kini memang menuntut kita lebih sadar bahwa mobilitas dan migrasi adalah hal yang semakin mudah, kemajuan teknologi hampir mustahil untuk diikuti saking cepatnya, berbagai isu seperti krisis iklim dan kesetaraan gender yang tidak bisa diselesaikan hanya didalam negeri, serta pertukaran informasi dari seluruh dunia yang terjadi hanya dalam hitungan detik. Kompetensi global sendiri memiliki banyak definisi, namun singkatnya adalah gabungan berbagai aspek dalam diri seseorang yang menjadikannya siap untuk terliubat dalam berbagai penyelesaian masyarakat dunia. Kompetensi ini terlihat dari keterampilan dan sikap yang bernilai untuk menghadapi dunia yang beragam dan semakin cepat berkembang. 
Photo by Pexels

Melansir laman OECD diterangkan bahwa kompetensi global adalah kombinasi dari ilmu pengetahuan, keahlian, sikap, dan nilai-nilai yang sesuai dengan isu global dan situasi lintas budaya. Keempat aspek inilah yang menurut OECD menjadi kunci seseorang dapat dikatakan siap untuk menghadapi kondisi globalisasi. Individu dengan kompetensi global diharapkan dapat merumuskan permasalahan global, memahami berbagai sudut pandang berbeda dari seluruh dunia, mampu berinteraksi antar lintas budaya, serta dapat bertindak untuk kepentingan bersama dan pengembangan yang berkelanjutan. 

Dalam perkembangan sekarang, menurut AsiaSociety anak mudah dituntut untuk belajar dengan lebih berdaya, relevan, dan terarah secara mandiri agar bisa berkompetisi dan berkolaborasi di masa depan. Organisasi ini mengembangkan empat aspek dominan untuk memiliki kompetensi global, yaitu melihat kondisi global, memperhatikan perspektif dari berbagai sisi, mengkomunikasikan ide, dan melakukan tindakan. Keempat dimensi ini akan mendorong seseorang utnuk belajar berbagai bidang, bukan hanya didalam kelas namun juga diluar sekolah. 

Penelitian yang dirangkum dalam jurnal oleh Wisconsin dan Delaware pada 2019 di Amerika, mencari tahu tentang konsep kompetensi global yang ternyata memiliki hubungan yang cukup erat dengan kompetensi liberal arts. Dari sini mereka meneliti berbagai perusahaan dan melakukan survey mengenai apa yang dibutuhkan dari para tenaga kerja. Hasilnya didapatkanlah kompetensi global yang dibagi atas tiga kelompok sederhana yakni ilmu pengetahuan, sikap, dan kemampuan. Ketiga aspek ini harus berkesinambungan dalam diri seseorang untuk menjadi solusi dalam berbagai situasi global. Mereka menemukan fakta bahwa hal yang paling diinginkan dari seorang tenaga kerja adalah kemampuan komunikasi, kemampuan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang muncul, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama. Selanjutnya, pengetahuan multikultural dan multinasional. Jadi, sangat penting unuk lebih dulu memiliki karakter tahan banting dengan beragam situasi, barulah memahami berbagai pengetahuan dunia. Karena diatas pengetahuan yang cemerlang, seorang pekerja perlu merasa nyaman dan mampu atas  kondisi yang dinamis dan berbagai perubahan yang mungkin terjadi di dalam perusahaan. 

Berbagai penelitian dan teori tersebut, mengantarkan kita pada kesimpulan mengenai aspek apa saja yang penting utnuk menghadapi dunia kerja yang semakin mengglobal ini.


Bagaimana Melakukannya?

Setelah memahami apa itu kompetensi global dan apa saja dimensinya, kita bisa beralih pada bagaimana langkah melakukannya untuk memiliki kompetensi global ini.

    1. Mengenal diri sendiri
Mulai dari tahu kelebihan dan kekurangan, minat dan bakat sendiri, bisa dari kebiasaan harian, bidang apa yang disuka, bidang apa yang dikuasai, atau juga bisa dilakukan dengan mengikuti berbagai tes yang sekarang mudah sekali dijangkau. Langkah ini penting agar kita mampu mengerjakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh nantinya. Jika tidak sampai ke level passionate setidaknya mampu bertanggung jawab pada hal yang dipilih. Situasi di dunia kerja yang penuh tekanan tidak sampai membuat kita stress sehingga berkinerja buruk. Kondisi yang dinamis juga tidak membuat kita kabur sehingga merepotkan orang lain. 

    2. Memiliki mental pelajar
Pada usia dan fase apapun, kita perlu terus belajar, jangan berhenti melatih diri, menyesuaikan dan terus menambah kemampuan. Mental pelajar agar mau terus belajar, terus mencoba, terus menambah pengalaman, mengasah kemampuan, dan menjadi lebih baik. Belajar dan berlatih ini bisa dilakukan dari mana saja, institusi formal ataupun non formal. 

    3. Meningkatkan kemampuan komunikasi
Kemampuan komunikasi bukan hanya berati mempelajari bahasa asing, namun juga belajar kebudayaan negara mereka dengan kebiasaannya. Hal apa yang menjadi hal baik dan hal kurang baik saat berhubungan dengan orang dengan budaya yang berbeda. Tidak sampai disitu, kemapuan komunikai perlu terus ditingkatkan dengan softskill profesional. Bisa dilatih dengan mulai terbuka menjalin koneksi dengan berbagai orang dari berbagai belahan dunia.

    4. Kemampuan personal
Kemampuan personal berkaitan dengan kehalian yang meningkatkan kualitas diri secara keseluruhan. Seperti ketenangan dan kebijaksanaan mental untuk menghadapi berbagai situasi. Kita juga perlu kuat memegang nilai yang diyakini sekaligus mampu beradaptasi dengan perubahan di masa datang. Dunia yang lebih baik tercipta dari banyaknya kolaborasi sehingga kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain merupakan hal esensial. 
Photo by Pexels

    5. Memilihi dukungan yang tepat 
Lingkungan adalah salah satu faktor yang menentukan bagaimana kompetensi kita kedepannya. Memilih lingkungan supportif yang mendukung pengembangan diri merupakan langkah penting yang perlu diambil. Lingkungan pertemanan dan sekolah yang sesuai untuk untuk mendukung kompetensi global. Sekolah yang menawarkan kurikulum internasional tentu memiliki akses yang lebih banyak pada lingkungan internasional yang bisa dijadikan sarana untuk meningkatkan kompetensi global. Untuk peserta didik tingkat lanjut, pendidikan internasional bisa didapatkan melau kuliah di negara maju seperti Amerika. Sayangnya, tidak mudah untuk bisa sekolah di negara dengan predikat sistem pendidikan terbaik dunia tersebut. Jarak tempuh yang jauh dan biaya yang tinggi merupakan dua dari beberapa kendala yang mungkin dihadapi.

Sampoerna University

 







Pilihan terbaik lainnya adalah sekolah di Indonesia tetapi dengan sistem pendidikan Amerika!

Sampoerna University merupakan lembaga pendidikan tinggi swasta sekarang menjalin kerja sama dengan University of Arizona untuk menghasilkan lulusan Indonesia berstandar Amerika. Melalui program gelar ganda yan ditawarkan, alumni akan mendapatkan dua gelar sekaligus. gelar sarjana (S1) dari Sampoerna University dan bachelor degree dari University of Arizona. Gelar ini bisa didapatkan hanya dengan berkuliah penuh di Indonesia.

Kedua kampus ini tidak perlu diragukan kualitasnya. SU sudah mengantongi akreditasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Program pendidikannya juga merupakan hasil kerja sama dengan lembaga mitra SU di Amerika, yang telah diakui secara internasional. Dua tahun studi di SU bisa mendapatkan kredit akademik dari Broward College yang dapat digunakan untuk transfer pendidikan empat tahun di Amerika dan banyak negara lainnya. University of Arizona adalah universitas terkemuka di Amerika dengan lembaga penelitian yang diakui dunia. Menduduki peringkat 46 sebagai kampus terbaik berdasarkan Council of World University Ranking pada 2020-2021. Kedua institusi ini bekerja sama untuk menghasilkan lulusan berstandar global.

Tanpa perlu jauh pindah ke Amerika dan tetap mendapat benefitnya, kita bisa menghemat biaya hingg 75% dari seharusnya.Tidak hanya itu, ada berbagai beasiswa yang ditawarkan bahkan hingga potongan 100% dalam waktu empat tahun! Semua informasinya tersedia lengkap dalam website Sampoerna University, silahkan langsung kunjungi.


 

Pendidikan jalur formal yang bisa dengan mudah kita akses adalah sekolah. Indonesia sendiri menerapkan program wajib belajar dengan sekolah nasional tanpa biaya. Upaya ini adalah salah satu bentuk perwujudan dari pentingnya pendidikan bagi kehidupan. Anak-anak, sekarang sejak berusia tujuh tahun diwajibkan untuk mengikuti program pendidikan formal di sekolah dengan harapan pendidikan dapat menjadi bekal mereka kelak saat terjun ke masyarakat.

Menurut GlobalPartnership pendidikan secara luas akan berpengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi kedepannya. Dari berbagai penelitian tersebut, untuk meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa, diperlukan peningkatan pendidikan. Pendidikan akan memperbesar pintu peluang anak agar bisa lebih berkembang nantinya.

Pentingnya pendidikan ini harus kita sadari agar tidak lagi ada pemahaman bahwa sekolah sebatas kewajiban yang diiyakan, namun sebagai kebutuhan untuk bekal kehidupan. Sekolah bukan hanya untuk mengisi kegiatan dalam rentang usia anak sebelum bekerja, bukan pula sebatas perkara angka dan nilai. Di sekolah lah, anak sepatutnya belajar dan berlatih sebelum benar-benar siap lepas landas dan mandiri bertanggung jawab pada hidupnya kelak.

Persiapan itu sudah dimulai sejak mempertimbangkan pilihan sekolah usia dini hingga jenjang tertinggi, universitas. Sekolah yang seperti apa yang sesuai dengan nilai dan visi keluarga, dan pendidikan apa yang bisa membantu mencapai tujuan jangka panjang. Berkontribusi pada masyarakat luas, leluasa memilih dengan meningkatnya sumber daya yang dimiliki, dan memperbaiki kualitas hidup diri sendiri dan orang lain.

Pendidikan di Indonesia

Pertanyaannya, apakah cukup dengan kurikulum Indonesia saat ini bisa mencapai tujuan tinggi yang kita miliki? Faktanya, menurut World Population Review Indonesia menempati peringkat 54 dari daftar 78 negara yang disurvey berdasarkan kriteria seputar pendidikan seperti perkembangan sistem pendidikan publik, pilihan untuk melanjutkan pendidikan, juga tersedianya pendidikan berkualitas tinggi. Amerika Serikat menempati peringkat pertama dengan banyaknya tersedia pendidikan yang berkembang di sana.

 

 Dari data tersebut, bisa kita simpulkan bahwa untuk bersaing secara global, yang mana sangat diperlukan dalam dunia tanpa batas kini, pendidikan Indonesia belum mumpuni. Sistem pendidikan dan kurikulum kita belum dapat memenuhi kebutuhan anak dengan tujuan global. Hal yang wajar jika kita lihat sejarah ke belakang, saat Amerika Serikat mendirikan universitas pertamanya pada tahun 1636, wilayah Indonesia masih berbentuk kerajaan dan sangat jauh dari kata merdeka.

Tidak apa, itulah gunanya kita dan anak-anak kita belajar jauh pada mereka. Untuk mengejar ketertinggalan waktu, akses informasi yang sangat cepat dan mudahnya mobilitas manusia kini, bisa dimanfaatkan untuk akselerasi laju perkembangan Indonesia, melalui pendidikan berkualitas tinggi. Dari laman upGrad Abroad, disebutkan bahwa Amerika memiliki lebih dari dua juta program pendidikan yang terhubung dalam lebih dari tiga ribu universitas, yang bisa diraih oleh penduduk dari belahan dunia manapun, termasuk Indonesia.


Kurikulum Internasional

Jika berpindah tempat dari Indonesia ke Amerika terasa sangat jauh, maka ada alternatif lain yang bisa kita pilih untuk tetap mendapatkan kualitas pendidikan terbaik di dunia tersebut. Pilihannya adalah memilih institusi pendidikan di Indonesia yang menerapkan kurikulum internasional. Bisa disebut juga dengan sekolah internasional, yaitu satuan pendidikan yang dikelola oleh Lembaga Pendidikan Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan Asing. 

Photo by Pexels

Di Indonesia setidaknya ada lima kurikulum internasional yang sudah tersebar di sekolah-sekolah berbagai jenjang antara lain Kurikulum Montessori, Kurikulum Internasional Cambridge, International Baccalaureate, International Primary Curriculum, dan Singaporean Primary School Curriculum; dimana kurikulum Cambridge adalah kurikulum internasional paling banyak yang diaplikasikan pada sekolah internasional di Indonesia. 

Hingga kini, ada lebih dari seratus sekolah internasional di Indonesia yang mayoritas berada di Jakarta dan tersebar di kota besar lainnya. peningkatan jumlah sekolah dan menanjaknya minat masyarakat terhadap sekolah dengan kurikulum internasional, menandakan bahwa kurikulum internasional mampu menjawab kebutuhan masyarakat atas pendidikan berkualitas lebih baik.

 

Proses belajar sesuai kebutuhan

 Umumnya, sekolah internasional tidak terpaku pada nilai ujian anak, namun pada banyak hal terkait dari potensi masing-masing siswa. Fokusnya seperti pada bidang minat akademik anak, pembentukan karakter anak yang percaya diri dan memiliki leadership skill, hingga ketahanan anak dalam memproses tanggung jawabnya. Semua hal itu dilihat dan dijadikan bahan evaluasi dalam rentang waktu tertentu. 

Setiap anak memiliki karakter dan keunikan masing-masing. Begitu juga dengan kemampuan, minat, dan keterampilan mereka. Menyamaratakan apa yang mereka dapatkan di sekolah dan menuntut mereka mendapatkan hasil terbaik di setiap aspek, adalah hal keliru. Namun sayangnya, sistem pendidikan kita masih ada di zona itu. 

Penawaran terbaik dari kurikulum internasional adalah kesempatan bagi anak mempelajari bidang yang ia minati, dan mendapat dukungan untuk memaksimalkan potensi diri. Sekolah yang belasan tahun itu semoga bisa menjadi pengalaman menyenangkan bagi anak dan memberi dampak besar bagi kehidupan mereka. 

 

Standar Komunikasi dan Jaringan Internasional

Sebagai upaya mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke dunia global, bahasa pengantar yang digunakan tentu saja adalah bahasa internasional yang digunakan hampir di seluruh dunia, bahasa inggris. Dengan membiasakan diri bertutur kata asing, anak diharapkan memiliki kemampuan bahasa inggris bukan hanya untuk berbicara sehari-hari namun juga untuk berkomunikasi secara profesional. Berlatih untuk tampil dimuka umum, hingga membiasakan kerja sama dan memimipin rekan dengan standar internasional. Communication skill yang perlu dilatih sekarang untuk dimanfaatkan pada fase mendatang.

Photo by Pexels


Sekolah internasional berkemungkinan lebih besar memiliki murid warga negara asing daripada sekolah nasional. Bisa jadi karena bahasa pengantar, bisa jadi karena kecocokan kurikulum, atau langkah lanjutan dari pendidikan anak itu sendiri. Sehingga, lebih besar pula kemungkinan interaksi dengan peserta didik dari negara lain. Ini hal yang menguntungkan, untuk belajar banyak tentang keberagaman. 

Lingkungan begini akan membuka pikiran dan memperluas pandangan tentang banyaknya perbedaan di muka bumi. Selain itu, peserta didik juga akan belajar banyak tentang kebiasaan dan kebudayaan lain, pikirannya akan jauh melampaui kelas atau lingkungan hidup sekitar saja. Memiliki teman dari berbagai negara adalah hal baik untuk memperluas koneksi yang bisa membuka berbagai kesempatan nantinya. 

 

Pengakuan Internasional

 Lulusan sekolah internasional bisa mendapatkan sertifikasi yang diakui secara global. Untuk kurikulum cambridge misalkan, saat ini sebagai kurikulum paling banyak dipakai diseluruh dunia, mengantongi pengakuan dan berbagai kemudahan untuk melanjutkan studi ataupun berkecimpung di dunia pekerjaan. Berhubung kurikulum ini sudah diakui kualitasnya di seluruh dunia. Lulusan kurikulum cambridge dinilai memiliki kualifikasi terbaik yang siap memberi kontribusi. Apalagi jika institusi pendidikan yang dimasuki memiliki program kerja sama khusus dengan universitas dunia, pengakuan yang didapat jadi berkali lipat.

 

Memiliki Kapasitas Lebih Tinggi

 Dengan segala keunggulan yang disebutkan sebelumnya, lulusan kurikulum internasional keluar dengan kompetensi bekerja yang lebih memadai. Segala bekal yang disiapkan selama proses pendidikan, hendaknya membuat lulusan kurikulum internasional lebih percaya diri untuk terjun ke masyarakat dan mampu membawa perubahan pada bidang yang ia sudah tentukan. Keuntungan yang tidak hanya bisa dinikmati oleh diri sendiri, namun juga orang sekitar.

 

Sampoerna University




Belajar di Indonesia, dengan standar Arizona

Satu-satunya universitas di Indonesia yang menawarkan pengalaman pendidikan tinggi ala Amerika, Sampoerna University. 

Hingga kini, ada 67 universitas di Amerika yang bekerja sama dengan Sampoerna University (SU) agar para peserta didik SU bisa langsung transfer untuk melanjutkan studi di universitas pilihan mereka di Amerika. Secara eksklusif, SU bekerja sama dengan University of Arizona dalam menciptakan program gelar ganda yang memungkinkan mahasiswanya untuk berkuliah di Jakarta secara penuh namun lulus dengan dua gelar sekaligus , gelar sarjana AS terakreditasi dari University of Arizona dan gelar sarjana (S1) dari Sampoerna University. 

University of Arizona sendiri merupakan universitas terkemuka di Amerika yang menempati peringkat 46 di dunia menurut Council of World University Rankings pada 2020-2021. Sejak didirikan pada tahun 1885 silam, ada lebih dari 300.000 alumninya yang tersebar diseluruh dunia dengan berbagai bidang unggulan. 

Selain sistem pendidikan internasional, hal menarik dari Sampoerna University ini adalah alumninya yang siap bekerja secara profesional, terbukti dengan 94% lulusan SU bekerja dalam kurun waktu tiga bulan. Program pendidikannya mampu meningkatkan kredensial dan kemampuan mahasiswa untuk berkarir di kancah nasional maupun internasional. Dengan lebih dari 70% pengajar memiliki gelar Doktor, tentu kemampuan akademisnya tidak perlu lagi diragukan. 

Nah, dengan semua benefit itu, biaya yang ditawarkan Sampoerna University jauh lebih rendah daripada studi langsung ke Amerika. Penghematan yang bisa kita lakukan mencapai 75% dari estimasi pengeluaran pendidikan internasional dengan keuntungan serupa. Tertarik? Info lebih lanjut bisa langsung meluncur ke website SampoernaUniversity ini ya! 

Dalam kelompok pertemanan yang aku punya, aku termasuk yang awal-awal menikah. Aku yang diam-diam lalu tiba-tiba ngasih kabar lagi dekat eh gak berapa lama udah ada seragam dan undangan nikah. Waw! Dengan riwayat hubungan asmaraku emang jadinya gak ada yang bayangin aku akan menikah sebelum dua lima. Aku juga gak kebayang sih sesungguhnya. Gak heran, dari aku pertama ketemu suami sampai nikah aja rentang waktunya gak sampai dua tahun. Cuplikannya bisa baca disini. Jadi wajar kalau ada aja pertanyaan gimana kok bisa aku akhirnya yakin memutuskan menikah? Apa aku sebucin itu? 😂

Akhirnya pertanyaan-pertanyaan nada serupa bikin aku mikir, eh iya, kenapa ya?

Pernikahan di masa kita sekarang sepertinya gak sama dengan pernikahan zaman orang tua kita dulu misalkan. Kenal sendiri atau dikenalkan, tahu bibit, bebet, bobot dengan jelas, bisa langsung gas. Dulu juga gak ada panduan pasti gimana memilih the one and only yang akan kita nikahi. Sekarang, ada banyak panduan gimana memilih pasangan hinga meyakinkan diri untuk menikahi orang tersebut. Bisa tuker CV juga. Kepo-in sosmed-nya. Bisa saling kasih pertanyaan untuk dijawab dan jadi bahan pembicaraan di pertemuan selanjutnya. Banyak hal yang akhirnya disadari sekarang perlu banget diobrolin sebelum nikah, bahkan ada yang mengaturnya dalam perjanjian pra-nikah.

Waktu itu, ilmu aku belum sampai sana :')

Photo by Emir Kaan Okutan in Pexels

Pertanyaan Sebelum Nikah

Soal obrolan dan list pertanyaan sebelum nikah ini, belakangan emang lumayan banyak dibicarakan. Beda dengan saat aku nikah beberapa tahun lalu, entah emang baru ramai sekarang atau emang aksesku aja yang belum sampai kesana. 

Mencoba cari dengan keyword question before married, ada banyak sekali artikel yang memuat daftar pertanyaan sebelum nikah bahkan di BetterTopics ada 300 pertanyaan! Maaf, aku sih udah mundur duluan lihat angkanya. Tapi laman lain seperti Brides hanya mencantumkan 12 pertanyaan esensial juga OprahDaily dengan 25 pertanyaan pokok. Pertanyaan itu berisi tentang pandangan pasangan kita terhadap sesatu, biasanya terdiri atas topik keluarga, hubungan sebelumnya, gaya hidup, pekerjaan, kondisi kesehatan, rencana masa depan, dll. Hal-hal yang dianggap perlu untuk masing-masing pasangan. Ada yang mencantumkan pilihan politik juga, dimana itu gak masalah kalau menurut kamu emang penting. Tapi kalau nggak, ya bisa diskip aja. 

Daftar pertanyaan ini dianggap penting karena menurut konselor pernikahan disini, banyak pasangan yang melewatkan membicarakan hal-hal yang sebenarnya penting. Obrolan yang bisa mengurangi konflik di masa depan serta sebagai salah satu alternatif untuk mempersiapkan solusi jika ada (pasti ada sih kalau udah nikah tuh) kondisi menantang kedepannya. Masuk akal sih, setidaknya dengan mengetahui sudut pandang pasangan kita jadi bisa lebih saling memahami, jadi mengerti oh kenapa dia begini, apa yang mau dia capai, apa yang dia inginkan, bisa jadi jembatan untuk sama-sama mendukung impian masing-masing juga. Para expert juga menyarankan obrolan ini dimulai sejak awal kita menjalin hubungan dengan orang lain, bukan saat kita sudah mulai membicarakan pernikahan dengan alasan excitement menjelang nikah akan mempengaruhi bagaimana kita menilai pasangan sebenarnya. 

Photo by Katerina Holmes in Pexels

Memang bukan hal yang mudah untuk membicarakan topik berat. Ada topik yang bikin kita terpaksa mengenang masa lalu yang kita gak mau lagi ingat, menghadapi perasaan dalam yang selama ini kita hindari, atau isu-isu yang ada di diri kita yang mungkin belum kita sadari tanpa diobrolin. Bisa jadi juga topik yang susah buat dipikirin, yang jadinya dihindari aja. Buatku, soal uang misalkan. Dulu males banget bahas, sekarang ya harus. Syukur sejauh ini banyak yang sepemikiran aja. Karena satu hal yang pasti, isu itu akan tetap ada disana. Kita bisa pilih untuk membicarakannya sekarang, atau nanti saat tiba-tiba muncul dalam pernikahan (dimana persoalan akan lebih banyak lagi).

Membicarakan hal-hal ini bukan berarti kita mencari kebenaran, melihat siapa yang paling benar, dan gak berarti juga kita jadi setuju sama semua hal dari pasangan. Sama sekali bukan. Apalagi dengan kemungkinan jawaban sekarang, belum tentu juga akan berwujud gitu nantinya. Bukan hanya soal gak jujur atau terbuka, tapi kita semua kan berproses, kondisi juga pengaruh ke gimana sikap kita nantinya. Nah, obrolan ini tuh dimaksudkan untuk membuka pikiran, membuka jalan diskusi, gimana nih sebaiknya kedepannya, dengan pandangan masing-masing jalan tengahnya yang mana ya. Gimana aku bisa bantu kamu, gimana kita bisa saling support, gimana kita gak menghalangi satu sama lain. Dibicarakan supaya kita bisa bekerja sama mencapai visi keluarga kita. 


Bagaimana Jika Tidak

Aku adalah golongan yang nggak punya daftar pertanyaan sebelum nikah itu. Bukan karena menganggap itu gak penting, tapi simply karena gak tau aja. Kalau tau ada beginian sih, sebagai orang teoritis bakal aku kerjain ya. Emang belum mateng sih masanya itu kayanya, lol. Jangankan daftar pertanyaan, apa yang akan terjadi dan apa yang akan aku hadapi setelah pernikahan aja aku gak kebayang. Apalagi dengan perubahan arah hidupku sekarang, gak kepikiran sama sekali. Makanya waktu ditanya sama teman-teman aku rada e.. ee... apa ya...

But calm, kita bisa tetap bertanya kok walaupun setelah menikah. Jawabannya mungkin akan berbeda dan berkembang dengan bedanya kondisi dulu dan sekarang. Menarik banget sih ini buat jadi bahan obrolan, buat bisa lebih mengenal lagi, dan untuk mengonfirmasi kesimpulan yang selama ini kita pikir itu bener gak sih. Seru kan mendalami karakter seseorang apalagi pasangan sendiri!  
Photo by EKATERINA BOLOVTSOVA in Pexels

Balik lagi, setelah dipikir-pikir, mungkin sekarang aku bisa menjawab, selain dengan list pertanyaan itu ada cara lain dimana kita juga bisa tahu isi pikiran pasangan. 

-  Melihat

Sepertinya ini cara yang paling banyak aku praktikkan sejak sebelum nikah. Tanpa perlu ditanyakan pun ada beberapa hal yang bisa aku simpulkan sendiri dari apa yang aku lihat. Actions speak louder than words katanya. 

Saat bertemu keluarganya, aku tau bagaimana posisi dia di keluarga, kenapa dia memiliki karakter tertentu, apa yang aku bayangkan dengan sifat dia yang seperti itu. Aku tau banyak hal dari kondisi keluarga dan dari bagaimana dia memperlakukan keluarganya. Karena keluarga adalah lingkungan terdekat dan lingkungan pertama yang membentuk kepribadian seseorang, jadi sangat penting untuk mengenal keluarga pasangan. 

Selain keluarga, aku juga menyimak gimana dia memperlakukan orang lain. Teman-temannya, bagaimana dia berteman, gimana dia berinteraksi dengan lawan jenis, sejauh mana dia mementingkan pertemanan, dan apa prioritas hubungannya. Aku juga melihat bagaimana dia bersikap dengan orang asing, bagaimana dia menempatkan diri dengan orang-orang yang gak begitu dia sukai. Sampai ke gimana dia bekerja dan berinteraksi dengan rekan kerja. Kayanya kami gak pernah terang-terangan membicarakan ini, tapi aku jadi tau batasan mana yang dia harap aku miliki, dan batasan mana yang dia tahu wajar, khususnya dalam hubungan dengan lawan jenis, isu yang rentan dalam pernikahan. Walaupun dengan rasa penasaran yang aku punya, tetap ada aja sih pertanyaan yang muncul dan akan aku ajukan.

Bukan hanya melihat hubungan dia dengan orang lain, tapi bagaimana dia bersikap atau menghadapi sesuatu. Kalau ada apa-apa tuh kan bisa terlihat dia orang yang cepat bereaksi atau bisa kalem dulu. Orang yang merespon dengan perasaan atau pikiran. Emosinya gimana, karena ini juga penting. Setelah nikah itu akan ada aja persoalan, kalau nggak sama-sama paham kondisi emosional masing-masing ya bisa beradu tuh. 

Walaupun ya kadang udah banyak tanda yang terlihat tapi bisa aja terbutakan saking cintanya lol. Pantes ada istilah cinta itu buta. Jangan sampai ya, pakai perasaan tentu aja boleh tapi logika tetap harus jalan. Ada red flag yang muncul, coba dipikir ulang. Bener gak nih sanggup kalau dia begini terus, jangan mikir kemungkinan baiknya dia akan memperbaiki diri dulu deh. Karena berubah itu gak bisa cuma karena cinta sama kamu, gak bisa instant juga abis nikah terus berubah baik, perlu waktu yang panjang dan proses yang bertahap. Sanggup gak dengan segala konsekuensinya. Jawabannya hanya kamu yang tahu.

Photo by Helena Lopes in Pexels

- Bertanya

Gak semua yang kita lihat itu benar, sama dengan gak semua jawaban yang kita dapat saat bertanya itu benar dan bakal terbukti di masa akan datang, maka untuk menambah persentase keyakinan kita juga lakukan keduanya.

Bertanya itu cara paling jelas untuk kita dapat jawaban. Jelas langsung dari sumbernya, tanpa asumsi, tanpa prasangka. Mengurangi overthinking berlebihan. Tanya dengan detail. Namun, bertanya juga ada caranya sekalipun ke pasangan sendiri. Tahu kapan harus bertanya, kapan harus berhenti. Tahu bagaimana caranya untuk membuka tanpa menekan, tanpa terasa seperti menginterogasi. Tips-nya sih share dulu apa goal dari pertanyaan itu, kalau udah sama-sama setuju bisa lebih terbuka menjawab karena tahu tujuannya apa.

Sebelum nikah, aku emang gak punya daftar pertanyaan seperti artikel-artikel di atas, tapi aku tetap bertanya apa yang kepikiran penting buatku. Hal yang terjadi dimasa lalu, hal yang aku mau kedepannya, hal yang pasangan harapkan. Karena buatku yang pernah terjadi dan yang kita mau terjadi itu saling berhubungan. Berhubung aku emang dulu belum kepikiran banyak hal, jadinya aku gak bertanya banyak hal juga. Syukurnya sekarang banyak hal itu bisa dibicarakan dan didiskusikan. 

Saat bertanya, aku pribadi sebenarnya adalah orang yang penasaran dan mau tau apapun dengan detail. Aku mau informasi yang sampai ke aku itu runut, jelas, dan bisa aku bayangkan bagaimana kejadiannya. Maka, bumbu obrolan dan informasi pelengkap adalah hal yang penting buatku. Nah, suamiku kebalikannya. Dia yang penting tahu point inti lalu yasudah. Jarang sekali, dia bertanya kelanjutan rinci dari apa yang aku sampaikan, sebaliknya aku akan mengulang dan merinci lagi apa yang dia ceritakan sampai jelas terbayang. Nah, kadang aku bisa tanya sampai jelas, kadang harus merelakan berlalu tergantung situasi saat itu. Apalagi volume standar suara kami yang juga berbeda, satu dua kali dia ngomong kalau aku masih belum dengar juga, yang ketiga tinggal dijawab "ooh ya" kadang tanpa tahu omongannya apa, lol.

Photo by Ketut Subiyanto in Pexels


Apa yang penting buatku belum tentu penting buat suamiku. Begitu juga sebaliknya. Tapi karena kita punya goal yang sama ya gapapa saling menjelaskan aja, saling memberi ketenangan. Apalagi buat pasangan lain, ada yang menganggap suatu topik itu bisa diperdebatkan, ada juga yang gak mau diganggu gugat keyakinannya soal sesuatu. Maka sebelum buru-buru bicarain nikah dan acara pernikahan (yang memakan waktu dan tenaga itu), coba lihat dulu gimana hubungan yang dijalani ini.

- Mendengar

Satu hal lagi yang bisa kita lakukan adalah mendengarkan dari pihak lain. Cari tahu sebanyak-banyaknya gimana pandangan orang tentang dia. Bisa dari keluarga, dari teman, atau dari rekan kerjanya. Tapi plis, jangan kaya interogasi ya. Obrolan biasa aja. Kaya kebiasaan dia, sehari-hari tu ngapain aja gimana dia, atau buruk-buruknya sekalian deh. Bukan langsung kesimpulan menurut pandangan orang itu si dia ini orangnya gimana, tapi cerita soal kejadian aja. Apa yang dia lakukan di kejadian itu, gimana responnya, nah berdasarkan cerita itulah kita sendiri yang akan menilai dia ini orangnya gimana sih.

Aku gak pernah kepikiran dengan sengaja mencari tahu tentang suamiku dari orang lain. Tapi aku pernah obrolin tentang dia, atau ada yang tiba-tiba ceritain, yang ternyata jadi bahan juga untuk aku menyimpulkan sesuatu. Oh pantesan dia begini. Oh ternyata dia pernah begitu. 

- Menyerahkan

Dari aku yang gak paham-paham amat soal pernikahan apalagi ditanyai soal wejangan, utamanya adalah gimana kita menyerahkan pada Sang Pemilik Kekuasaan.

Aku gak pernah punya target, gak pernah merumuskan kriteria tertentu, tapi aku diberi seseorang yang wah ternyata emang yang begini yang aku butuhkan. Seiring tahunan pernikahan, banyak yang aku sadari belakangan. Oh, pantes aku bisa cepet klik ya sama dia, ternyata emang kita punya kesamaan disitu. Oh aku tuh orangnya begini, pantesan dikasih dia yang begitu. Dia bisa mentolerir kekuranganku, begitu juga aku bisa berdamai dengan kurangnya dia. Bagi sebagian orang mungkin kekuranganku/ kekurangan suamiku adalah hal yang bakal jadi masalah, begitu juga sebaliknya, ada kebiasaan orang lain yang gak bisa aku terima tapi diterima aja sama pasangannya. 

Photo by Thirdman in Pexels

Jadi emang balik lagi ke diri kita dan pasangan masing-masing. Tahu dulu kita tipe orang yang bagaimana, kira-kira butuh yang seperti apa. Hal-hal dasar hingga remeh apa yang bisa kita terima dan gak bisa kita tolerir. Pingin jalani hubungan yang seperti apa, dan dengan orang yang bagaimana kita mau menjalani hari-hari. Lalu berserah deh, serahkan seutuhnya benar-benar ya udah. Tapi ingat, berserah bukan berarti pasrah ya, tetap mengusahakan sebelum pernikahan dan selama pernikahan itu. Pernikahan adalah perjalanan yang sangat panjang, harus diusahakan!



Salam, Nasha

Di postingan sebelumnya, bisa klik disini, aku jelaskan bahwa berdasarkan berbagai test kepribadian yang aku ikuti, menunjukkan kecenderungan aku sebagai kelompok introvert. Semua test sama hasilnya begitu. Dalam buku yang aku tulis, aku juga menyebut bahwa satu kekurangan dasar yang sedang aku proses adalah ketidakpercayaan diri.

Sebenarnya gak ada hubungan pasti antara tidak percaya diri dengan introvert karena perbedaan dasar antara introvert dan extrovert hanyalah pada bagaimana mereka menghasilkan dan menghabiskan energi. Namun karena introvert mudah kelelahan ditempat umum, maka sebagian orang melabeli introvert sebagai pemalu, tidak percaya diri tampil. Aku juga bisa saja tampil didepan umum, bukan karena menikmati atau menyukai sorotan, namun jika itu memang perlu. Nah, ini beberapa tips yang bisa kita, kaum introver praktikkan supaya terihat lebih percaya diri:

Photo by Monstera in Pexels

1. Siapkan energi

Kita perlu mengawali dengan menerima kalau kecenderungan tubuh kita memang begini, keramaian nantinya akan menyedot energi introvert, maka isi amunisi dulu sebelum keluar rumah. Siapkan diri dengan energi yang penuh. Perbanyak senyum dan sounding kalimat positif tentang diri  kita sendiri, apapun komentar atau kata orang nanti tidak menentukan siapa kita sebenarnya. 

Aku udah lama tahu kalau aku introvert, tapi dulu itu sebatas oh aku lebih suka sendiri, padahal kan gak begitu juga. Aku tetap perlu keluar, ketemu teman-teman, ikut kelompok sosial, meskipun akan terasa lebih nyaman dalam kelompok yang lebih kecil. Tapi orang asing bisa aja memberi nilai atau menginspirasi jadi aku gak mau menghindar. Maka aku lebih suka keluar rumah yang terrencana, yang aku tahu sejak malam sebelumnya, sehingga aku bisa bersiap dan lebih besar kemungkinannya untuk kegiatan akan berjalan lebih lancar. 


2. Latihan 

Kalau perlu tampil bicara didepan umum, ini tips yang harus kita lakukan. Karena biasanya introvert itu lebih mudah menulis daripada bicara, maka tuliskan dulu apa yang mau disampaikan. Bikin point dan penjelasannya, bisa dimodifikasi lagi nanti saat bicara. 

Aku jarang banget ngomong tanpa ditulis dulu, bahkan ngomong serius ke suami sendiri juga ada draft nya. Aku bawa data juga. Supaya kalau tiba-tiba aku kehilangan keyakinan ditengah pembicaraan, ada nih bahan-bahan yang mengingatkan aku lagi kenapa aku menyampaikan sesuatu ini. Sering kali, aku gelagapan kalau ngomong tanpa persiapan. Apalagi kalau lagi apa tiba-tiba ditanyain tentang apa. Perlu setting mode dulu aku kayanya. Begitu juga kalau dalam forum aku perlu menyampaikan pendapat, biasanya aku notes dulu pointnya, ada pertimbangan penting apa, baru aku sampaikan. 

Photo by Bayley Nargang in Pixabay

3. Tuliskan Ketakutan dan Cara Mengatasinya

Sebenarnya, yang bikin kita gak percaya diri itu ya pikiran kita sendiri. Moment saat kita membandingkan diri kita dengan orang lain, atau saat kita berpikir kita tidak mampu untuk melakukan sesuatu. Padahal gak ada yang benar-benar tahu sebelum mencoba. Ketakutan ini bisa diakali dengan menulis! Tulis aja apapun ketakutan yang mungkin kamu rasakan di luar sana, sekecil apapun.
Misalkan takut saltum, caranya pastikan ada dresscode gak, cek lagi, tanya sama rekan yang juga ikut agenda itu pakai pakaian apa. Takut salah ngomong, coba mulai dari tenangkan diri dulu, tarik nafas sebelum bicara supaya pikiran lebih bisa mencerna. Takut orang mikir apa, tulis, lalu bikin jalan keluarnya. Seremeh apapun, akui dulu itu ketakutan yang kita rasakan. Setelah itu, baru dipikir ulang kenapa ya hal begitu aja aku pikirin sebegitunya? Biasanya setelah dituliskan, apa yang riwet di otak jadinya gak seruwet itu kok. 

4. Penilaian Orang itu Gak Valid

Nilai kita gak bisa ditentukan dari apa yang orang lain pikirkan. Kesimpulan yang orang ambil tentang kita belum tentu mewakili kita sebenarnya. Karena yang paling tahu tentang kita ya diri kita sendiri. Orang hanya bisa melihat luarnya atau hanya sisi yang mereka ingin lihat. Jadi komentar atau anggapan orang lain itu gak usah terlalu dipikirkan. Kalau dirasa bisa menjadi kritik yang membangun, yang bisa membawa kamu ke arah yang lebih baik, ya silahkan. Tapi kalau hanya akan menambah beban pikiran, lebih baik lupakan. 


5. Memperbaiki Postur Tubuh

Aku gak tahu mana yang mulai duluan, entah karena aku gak terbiasa berdiri tegap sehingga jadi kurang percaya diri atau aku kurang percaya diri sehingga postur tubuhku jadi gak tegap. Entah karena saking tertuup dan gak pingin kelihatan-nya sampai mengecilkan diri sendiri atau emang keiasaan ngasal yang bikin postur tubuhku begini. perkara postur dan kesehatanku sendiri, bisa baca lagi disini.

Tapi untuk percaya diri dan postur adalah perkara yang saling mempengaruhi. Sekarang saat aku merasa perlu percaya diri, maka aku perbaiki posturku agar bisa lebih tegap, membuka bahu, mmbusungkan dada, dan berjalan dengan yakin. Bukan sekedar berjalan tegak asal-asalan. Begitu juga dengan cara duduk, cara bersikap.  Bahkan gesture tangan juga pengaruh pada kepercayaan diri dan bagaimana orang lain melihat kita kan. Hal-hal kecil ini akan membantu kita menghadapi hari dan menambah percaya diri, hal yang kita sangat kita butuhkan.
Photo by Anna Shvets in Pexels

6. Perhatikan Penampilan

Mungkin kita emang lebih nyaman dalam balutan santai seperti di rumah, tapi kan gak bisa pakai stelan itu untuk keluar apalagi untuk hal-hal profesional. Kita hanya introvert bukan orang yang gak tahu diri dan status sosial. Nah, penampilan rapi dan baik itu perlu untuk meningkatkan kepercayaan diri, menunjang apa yang akan kita lakukan, dan mengurangi hal-hal yang perlu kita khawatirkan. Bukan berarti kita perlu barang mewah ya, tapi lebih dari itu, nilai yang kita yakini saat menggunakan barang. Bisa sih mengutip Marie Kondo, sparks joy. Gunakan barang yang pantas dan nyaman juga untuk kita.

Lebih dari sekedar pakaian, tapi bagaimana kita secara keseluruhan. Termasuk wajah, ekspresi, gerakan tangan dan kaki. Setidaknya kita harus nyaman dengan diri sendiri. Nyaman kalau tubuh bersih? Ya mandi dulu. Gak pede dengan tubuh bau? Ya jaga kebersihan, pakai wewangian. Kita yang paling paham nyaman kita itu gimana. Kenyamanan kita akan menambah percaya diri dan bisa dirasakan juga oleh orang lain. 


7. Pola Hidup yang Lebih Sehat

Terlihat gak nyambung, tapi sebenarnya ini ada hubungannya. Saat kita memperbaiki aspek dasar di hidup kita, aspek-aspek lain akan perlahan mengikuti. Aspek dasar aku sebut karena ini kesehatan, menyangkut tubuh kita, hal yang akan selalu ada bersama kita dan satu-satunya yang kita bawa seterusnya. Dengan memperhatikan kesehatan, kita jadi mengutamakan hal-hal baik yang kita beri pada tubuh, baik itu raga maupun jiwa. Kita akan cenderung mengabaikan hal-hal yang dirasa gak baik untuk tubuh. 
Dengan merutinkan pola hidup sehat, kita juga jadi memiliki tubuh dan pikiran yang lebih sehat, lebih baik, yang ujungnya juga bisa meningkatkan rasa percaya pada diri kita sendiri. 

Meningkatkan percaya diri itu bukan perkara instant yang bisa terjadi dalam semalam, tapi pelru proses panjang dan pembiasaan. Wajar kalau deg-degan parah di awal ditambah mules-mules bolak balik ke belakang, tapi seiring dengan seringnya kita berlatih, gejala-gejala itu bakal berkurang dengan sendirinya. 
Semangat!


Salam, Nasha

"Loh, dulu gak begini baik-baik aja kok!"

"Ada-ada aja ya zaman sekarang, segala dilarang"

"Kamu dulu gak begitu, sampai sekarang sehat aja kan!"

Pernah denger gak? Atau bisa jadi kalimat-kalimat serupa Aku pertama kali dapat komentar seperti ini saat masa MPASI anakku. Padahal aku gak ikut tren yang aneh-aneh, hanya kasih makanan lengkap di enam bulan, makan yang perlu dan punya gizi, serta minimalkan garam dan gula. Misalkan pemberian teh, kerupuk, madu, yang bukan makanan bayi dan gak ada juga perlunya dimasukin ke badan anak, apalagi di bawah satu tahun. Air putih aja dibatasi kok, supaya perut mereka yang kecil itu gak penuh. Jus juga belum dibolehkan. Lagipula kebutuhan cairannya bisa dipenuhi dari ASI. Apalagi air-air lain yang gak tau tujuannya apa.

Makin berkembangnya ilmu, makin banyak hal yang kita dulu gak tahu sekarang jadi tahu. Sekarang ada batasan jelas tentang penggunaan gula dan garam dimana dulu penggunaan gula dan garam adalah hal lumrah tanpa takaran berdasar usia. Ada lagi perkara mulai memberi makanan pada bayi, sekarang kan jelas saat anak berusia enam bulan (atau rekomendasi dokter anaknya langsung), langsung menu lengkap dalam tekstur lunak, bukan hanya satu jenis makanan. 

Gak cuma soal MPASI anak, komentar tentang gaya hidup orang dewasa sekarang juga ada. Belakangan, semakin banyak pola makan yang bisa dipraktikkan, kalori dihitunglah, kandungan nutrisinya disesuaikan, ada dietitian dan nutritionis perorangan, sampai proses cari tahu asal bahan makanannya. Dengan beragamnya pola makan sekarang, perlunya aturan dan batasan konsumsi, juga jenis olahraga yang perlu dilakukan, semua dalam kebutuhan yang perlu diukur; emang rasanya pingin ikutan ngomen, "dulu gak seribet sekarang tapi bisa sehat-sehat aja tuh." atau "dulu mana ada kelas olahraga macem-macem kaya sekarang, tapi tetap bugar kok."

Photo by Alex Green in Pexels

Kenapa ya bisa gitu?


1. Lingkungannya Udah Beda

Populasi manusia aja udah meningkat drastis! Hanya dalam satu dekade, ada penambahan hampir satu miliar orang di bumi. 2010 ada 6.97miliar manusia, sedangkan 2020 ada 7.82miliar manusia. Tidak sampai dua tahun berselang, populasi manusia menembus delapan miliar. Sedangkan bumi tetap hanya satu, sumber daya bukannya bertambah malah terus berkurang. 

Banyaknya aktivitas manusia yang menghasilkan berbagai limbah dan menyebarkan polutan yang ada di udara, air, dan dalam tanah berpengaruh pada kualitasnya yang berujung juga berpengaruh pada apa yang kita konsumsi. Aktivitas-aktivitas manusia yang masih jauh dari kata ramah bumi ini meningkatkan zat berbahaya yang menurunkan kualitas lingkungan yang kita huni. Dengan banyaknya zat berbahaya tersebut di air, udara, dan tanah di sekeliling kita, tubuh menjadi lebih mudah terpapar. Polutan pun terus berkembang pesat dalam lingkungan yang tidak bersih dan bertambah banyak seiring dengan penumpukan sampah dan limbah dari kegiatan makhluk di sekitarnya. Dengan rendahnya kualitas lingkungan saat ini, kalau masih menggunakan perlindungan yang sama untuk tubuh, udah jelas kita yang hidup di masa ini akan lebih mudah terserang penyakit. 


2. Pola Hidup yang Berbeda

Cerita-cerita dengan orang-orang tua dulu mengantarkan kita ke kesimpulan kalau hidup sekarang jauh lebih mudah dengan segala fasilitas yang ada, serta perkembangan infrastruktur dan teknologi. Untuk perkara makan aja, ada banyak sekali pilihan. Mulai dari pilihan banyaknya menu makanan yang ditawarkan dan bisa kita dapatkan hanya dengan gerakan jari. Kebutuhan lain bisa kita dapatkan dengan hanya menunggu di rumah. Bukan kemudahan yang bisa dinikmati puluhan tahun silam. Kabar buruknya, kita terbiasa dengan kemudahan yang tidak menggerakkan tubuh. Transportasi dengan mesin yang kita gunakan sekarang pun, membuat kaki kita tidak seaktif para tetua yang perlu banyak sekali gerakan kaki untuk sampai di suatu tempat. Padahal tubuh kita memang diciptakan untuk bergerak. 

Disisi lain, jenis pekerjaan dulu dengan sekarang pun jauh berbeda. Dulu, orang bekerja dengan banyak menggunakan fisik, langsung di alam dengan oksigen yang berasal dari pohon di sekelilingnya. Berbeda dengan kita yang mayoritas bekerja di ruang tertutup dengan oksigen berputar-putar dalam ruangan setidaknya delapan jam kebelakang. Aktifitas standar yang mereka kerjakan sudah memenuhi kebutuhan gerak tubuh tanpa perlu mendaftar di kelas olahraga tertentu.


3. Pengolahan Makanan

Dulu bahan makanan yang didapat hari ini atau kemarin diolah untuk dimakan hari ini. Berbeda dengan sekarang. Pengolahan makanan saat ini sudah menggunakan teknologi mutakhir sehingga makanan yang kita makan hari ini bisa jadi adalah olahan dari tahun lalu. Bisa kita makan? Tentu bisa. Tapi, apakah sama?

Lagi-lagi kemudahan akses dan meningkatnya konsumerisme menyebabkan kita bisa melakukan pembelian atas apa saja. Makanan olahan dari waktu-waktu lalu, makanan yang datang dari belahan dunia lain, juga berbagai makanan yang sekedar ingin kita coba makan atau disebut cemilan. Makan bukan lagi perkara kebutuhan lapar untuk mengisi tenaga, tapi ada di level yang berbeda, sebagai pengalaman salah satunya. Berbagai alat juga terus dikembangkan agar makanan bisa didapatkan dengan cara yang mudah dan murah.  

Pola makan sekarang jadi terlihat berbelit karena makin banyak yang kembali teringat bahwa makan, sejatinya adalah untuk mengisi nutrisi tubuh, namun tidak ingin kembali ke masa silam yang dianggap merepotkan. Jadi, banyak ilmu yang juga berkembang untuk mendapatkan nutrisi lengkap sekaligus kemudahan praktiknya. Ditambah pula dengan isu lingkungan, yang menjadi pertimbangan tambahan apa yang baik kita konsumsi untuk diri dan baik juga untuk bumi.

Photo by Kamaji Ogino in Pexels

4. Tingkat Stress yang Tinggi

Beragam keperluan dari tiap manusi yang semakin banyak membuat waktu kita sudah habis terpakai. Transportasi boleh jadi jauh lebih maju, namun masih banyak orang menghabiskan berjam-jam perjalanan. Berdesak-desakan di transportasi umum atau melewati jalanan yang macet dan penuh sesak dengan transportasi pribadi, bisa meningkatkan stres. Dalam artikel halodoc ini dijelaskan bahwa ada berbagai reaksi kimia di otak yang dipicu oleh kemacetan, sehingga kemacetan memang berbanding lurus dengan tingkat stress.

Itu baru perjalanan. Belum gaya hidup. Maraknya sosial media salah satunya. Akses yang sangat mudah untuk kita membandingkan hidup dengan orang lain. Melihat kecemerlangan hidup yang ditampilkan di sosial media, lalu membandingkan dengan pencapaian diri kita sendiri. Secara tidak langsung, kita memberi beban tambahan yang menekan diri kita sendiri.

Disamping itu, kemudahan komunikasi juga membuat batasan peran yang kita jalani semakin kabur. Dulu, pegawai hanya bekerja di kantor pada jam kerja. Sampai di rumah yang dihadapi adalah perkara rumah, bisa jadi anak atau istirahat sambil menonton televisi. Privilese orang dulu, bahasa karyawan kantoran sekarang. Di masa ini, atasan bisa dengan mudah menjangkau bawahan, klien bisa tiba-tiba minta revisi di malam hari. Aktifnya grup pekerjaan dan kirim pesan yang sangat instant membuat pikiran kita terus dalam mode kerja meski di waktu istirahat. Sedang menemani anak bermain tetapi pikiran tentang presentasi esok hari. Apalagi dengan berlakunya WFH atau WFA. Bukan hanya tempat, namun jam kerja juga turut jadi fleksibel. Sudah tidak asing kan saat cuti tapi harus was-was ditanyai pekerjaan? Saat liburan harus bawa laptop karena bisa jadi ada revisi laporan? Waktu dimana harusnya tubuh bisa beristirahat tapi tetap dipakai bekerja begini, menjadi pemicu stress yang mempertaruhkan kesehatan.


5. Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Hal pasti yang tidak kalah penting, jumlah sekolah dan lembaga penelitian terus bertambah. Ada semakin banyak ketidaktahuan di masa lalu yang sudah bisa diketahui jawabannya kini. Penelitian terus dilakukan sehingga melahirkan banyak temuan. Ilmu-ilmu itu melahirkan banyak cabang keilmuan lain dengan ahli-ahli yang mempelajari dengan semakin rinci.

Jika bicara penyakit, bisa jadi penyakitnya sudah ada sejak dahulu, namun baru diketahui belakangan karena perkembangan ilmu pengetahuan. Dulu ada orang yang sakit parah, hanya ada beberapa diagnosa, sekarang ada banyak pemeriksaan yang lebih detail hingga diketahui jenis penyakitnya. Nama penyakit yang jarang, terdengar sulit, ini dianggap adalah kondisi yang hanya terjadi pada saat ini. Padahal, mungkin saja itu karena baru diketahuinya jenis penyakit tersebut. Beda kan, sehat-sehat saja dengan tidak ketahuan sakitnya apa.

Berbagai temuan juga menambah batasan-batasan kita pada hal tertentu. Misalkan pengaruh suatu zat pada kondisi tertentu. Dulunya bahan itu bisa dikonsumsi ternyata setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa bahan itu berbahaya. Atau adanya senyawa yang baru diketahui sekarang ternyata kurang cocok pada tingkatan usia tertentu, atau memiliki batas wajar konsumsi. Tidak lupa, semua hal saat ini lebih mudah didata. Fasilitas kesehatan sudah jauh bertambah dari waktu ke waktu, laporannya bisa langsung di-update hingga ke pusat saat itu juga. 



Salam, Nasha


Artikel dengan ide serupa pernah dipublish pada laman kumparan ini.


Referensi:

https://www.kait8.com/story/14706033/are-more-kids-sick-today-than-in-years-past/

https://www.inirumahpintar.com/2017/08/mengapa-orang-dulu-jarang-sakit-ini-rahasianya.html


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Kenalan Dulu, yuk!

Hai, aku Nasha! Aku diberkahi dengan dua guru hebat dan akan seterusnya belajar. Sedang giat tentang gracefully adulting, mindfull parenting, dan sustainable living. Kadang review tontonan, buku, dan produk yang baik juga. Semoga berguna!
PS, untuk info kerja sama, bisa email aja ya! ;)

Follow @salamnasha

POPULAR POSTS

  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Hubungi Aku di sini

Nama

Email *

Pesan *

Advertisement

Label

family REVIEW lifestyle rekomendasi BUMI lingkungan parenting kesehatan mental kesehatan netflix marriage adulting rekomendasi buku

Daftar Tulisan

  • ►  2025 (24)
    • ►  Mei 2025 (5)
    • ►  April 2025 (5)
    • ►  Maret 2025 (4)
    • ►  Februari 2025 (5)
    • ►  Januari 2025 (5)
  • ►  2024 (41)
    • ►  Oktober 2024 (4)
    • ►  September 2024 (8)
    • ►  Agustus 2024 (5)
    • ►  Juli 2024 (5)
    • ►  Mei 2024 (5)
    • ►  April 2024 (3)
    • ►  Maret 2024 (5)
    • ►  Februari 2024 (3)
    • ►  Januari 2024 (3)
  • ▼  2023 (117)
    • ►  Desember 2023 (10)
    • ►  November 2023 (10)
    • ►  Oktober 2023 (10)
    • ►  September 2023 (10)
    • ►  Agustus 2023 (10)
    • ►  Juli 2023 (10)
    • ►  Juni 2023 (11)
    • ►  Mei 2023 (12)
    • ►  April 2023 (8)
    • ►  Maret 2023 (10)
    • ▼  Februari 2023 (8)
      • Strategi Melangkah Percaya Diri di Dunia Kerja den...
      • Kurikulum Internasional sebagai Bekal untuk Kompet...
      • Tanpa List Question Before Married, Bagaimana Memu...
      • Meningkatkan Percaya Diri buat Kamu yang Introvert
      • Jawaban buat Komen, "Dulu Gak Perlu Begitu, Sehat-...
      • Semarak Hidup Kakak Adik Jarak Dekat
      • Hotel Peduli Lingkungan itu yang Gimana, sih?
      • What Makes You Happy Today? Ayo, Mulai Buat Gratit...
    • ►  Januari 2023 (8)
  • ►  2022 (31)
    • ►  Desember 2022 (6)
    • ►  November 2022 (3)
    • ►  Oktober 2022 (4)
    • ►  September 2022 (3)
    • ►  Agustus 2022 (1)
    • ►  Juli 2022 (2)
    • ►  Juni 2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (1)
    • ►  April 2022 (2)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (3)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2020 (13)
    • ►  Desember 2020 (1)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  Oktober 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (1)
    • ►  Juni 2020 (1)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Maret 2020 (2)
    • ►  Februari 2020 (2)
    • ►  Januari 2020 (1)
  • ►  2019 (6)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  April 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (3)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember 2018 (1)
    • ►  November 2018 (4)

BloggerHub Indonesia

Tulisanku Lainnya

Kompasiana Kumparan

Popular Posts

  • Review Popok Perekat (Taped Diapers) Premium: Mamy Poko, Fitti, Sweety, Merries
  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Trending Articles

  • Biaya yang Dibutuhkan untuk SD Swasta Rekomendasi di Jogja dan Sleman bagian Utara
  • Cara Tepat Makan Lebih Sehat Tanpa Diet Ketat
  • Menyadari Bahaya Doomscrolling hingga Mencoba Socmed Detox untuk Kesehatan Jiwa Raga
  • Table Daftar TK di Solo Raya, Lengkap sampai Kontak (Update 2022)
  • Tips Mengurangi hingga Meniadakan Screen Time Anak, Simpel!

Copyright © SALAM, NASHA. Designed by OddThemes