Begini Harusnya Merayakan Hari Kartini dan Peringatan Hari Perempuan Lainnya

Hari Kartini kita peringati secara nasional untuk mengenang jasa seorang pahlawan wanita asal Jepara bernama Raden Ajeng Kartini, yang lahir pada 1879. Pemikirannya untuk kesetaraan gender dan pendidikan perempuan dianggap telah mengubah banyak kehidupan. Surat-suratnya berhasil membuka pikiran banyak orang, sekolah yang ia dirikan juga menjadi gerbang bagi banyak perempuan untuk bisa berkembang. Hingga kini, perayaan hari kartini masih kita lakukan. Paling umum dengan berbagai acara yang dimeriahkan dengan peragan kebaya di sekolah atau perkantoran. Pertanyaannya, apakah semangat kartini untuk perempuan itu cukup diperingati dengan kebaya dan acara hiburan saja?



Hari Kartini dari Tahun ke Tahun

Sejak masih di sekolah dulu, saya sudah tahu tentang hari kartini. Hafal di luar kepala tanggal lahirnya pada 21 April, meski tidak benar-benar paham apa jasanya selain surat-surat yang ia tulis pada sahabatnya di Belanda. Seingat saya, tidak ada yang menceritakan bagaimana surat-surat tersebut bisa membuat namanya harum hingga hari lahirnya bisa diperingati bahkan beratus tahun kemudian. Bahkan setelah dewasa ini, baru saya mengetahui bahwa ia sempat mendirikan sekolah untuk perempuan, salah satu jejak yang ia tinggalkan untuk perjuangannya bagi perempuan.

Setiap tahun saya merayakan. Mulai dari sekolah saat anak-anak hingga di kantor ketika dewasa. Umumnya, perayaan dimeriahkan dengan berbusana kebaya dan aneka lomba hiburan, bahkan saya sempat memenangkan lomba dengan berpakaian adat serta adu cepat membungkus kado. Setelah diingat-ingat, apa yang kami lakukan tidak pernah benar-benar membawa kesadaran pentingnya kesetaraan dan bagaimana harusnya semangat itu diperjuangkan. Meski sudah lama tidak menyukai dan tidak menemukan korelasi, baru tahun ini saya benar-benar menyadari pemikiran yang menganggap perayaan ini perlu diluruskan.

Sebelum itu, mari kita bahas secara singkat tentang Kartini. Seorang anak keturunan bangsawan yang mendapat kesempatan belajar di sekolah belanda kala itu. Meski hanya mengenyam pendidikan dasar dan melanjutkan tradisi dipingit di rumah saja, Kartini tetap memperluas wawasannya dengan membaca dan berkirim surat dengan sahabat belanda-nya. Setelah menikah, ia pun mendirikan sekolah perempuan di Rembang. Tidak lama setelah itu, ia pun wafat, beberapa hari setelah melahirkan putra pertama dan satu-satunya.

Harusnya, kita bisa sedikit berpikir, bagaimana seorang perempuan di kabupaten yang usianya hanya sampai seperempat abad itu bisa dikenang hingga hari ini? Apa yang ia lakukan? Semangat apa yang sesungguhnya ia nyalakan?


Lalu, Bagaimana Merayakannya?


0 Comentarios

Mau nanya atau sharing, bisa disini!