Mengenal Batas antara Diam dan Silent Treatment serta Bagaimana Menghadapinya

Pernah mendiamkan seseorang karena sedang kesal? Atau pernah diacuhkan saat sedang berbicara? Sikap mendiamkan seseorang dalam hubungan, biasanya saat terjadi konflik ini, dikenal dengan istilah silent treatment. Tindakan ini bisa dilakukan dalam bentuk hubungan apa saja, bisa dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Namun yang pasti, respon ini bukanlah respon yang sehat dan bisa berdampak negatif pada hubungan maupun orang yang menjadi sasaran. Lalu bagaimana mengatasinya jika kita terbiasa melakukan atau terbiasa mendapat perlakuan demikian?


Tentang Silent Treatment

Silent Treatment adalah sikap yang ditunjukkan dengan mendiamkan, mengabaikan, atau menghindar dari seseorang. Biasanya sikap ini ditunjukkan sebagai respon dari adanya konflik. Ada banyak alasan seseorang melakukannya, baik secara sadar disengaja ataupun tidak sadar. Jika masih bingung, silent treatment bisa dicirikan dengan menghindari total komunikasi, merespon dengan sangat minimal bahkan enggan melakukan kontak mata, menarik diri dan menjauh, menolak kontak fisik, hingga manipulasi emosional. 

Melansir dari sejarahnya yang tecatat di Wikipediasilent treatment ini bermula dari penjara pada abad ke-19 sebagai alternatif dari hukuman fisik. Di sana, para tahanan tidak boleh berbicara satu sama lain, wajahnya ditutup, dan mereka hanya dipanggil dengan menggunakan nomor saja. Perasaan tidak nyaman yang ditimbulkan dari hukuman ini, dianggap sebagai cara yang tepat bagi mereka dalam merefleksikan kesalahannya. Ini bentuk intimidasi psikologis yang akan menyengsarakan kita sebagai makhluk sosial. 

Tanpa bermaksud meniru apa yang telah terjadi dahulu, sekarang silent treatment terjadi dalam hubungan intrapersonal. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya perilaku ini, yang sepertinya bisa kita pisahkan sebagai faktor personal mencakup untuk  menghindari konflik, menekan emosi, sebagai mekanisme pertahanan diri, memiliki masalah kontrol diri, dan ketidakmampuan komunikasi. Sedangkan untuk faktor yang bisa kita anggap sebagai red flag adalah saat seseorang melakukan silent treatment sebagai bentuk hukuman pada orang lain, memanipulasi emosi sehingga orang yang diabaikan akan merasa terpojok dan bersalah. Mungkin kita akan lebih mampu mengatasi silent treatment ini jika mengetahui alasannya, namun penting dipahami bahwa perilaku mendiamkan ini memiliki dampak yang negatif dan tidak mengenakkan, sehingga perlu untuk diatasi.


Faktanya, konflik yang dihadapi dengan silent treatment tidak terselesaikan dengan baik. Hubungan yang dibumbui dengan silent treatment akan mengalami penurunan kualitas seiring dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan baik bagi pelaku maupun korban silent treatment. Melansir dari laman klikdokter, dampak tersebut antara lain:

  • Pelaku akan kesulitan mengekspresikan diri, merasa tidak dipahami (karena memang tidak ada penjelasan) yang menimbulkan berbagai emosi seperti marah dan frustasi, hingga kesulitn menjalin hubungan dengan orang lain.
  • Sedangkan korban silent treatment akan mengalami kebingungan, terus berputar dalam pertanyaan yang tidak ada habisnya, overthinking, perasaan bersalah, kecemasan, stres, merasa tidak berharga, sampai merusak kepercayaan diri karena ia jadi meragukan dirinya sendiri. Perasaan tidak mengenakkan itu akan terbawa menjadi pengalaman yang akan mengubah bagaimana ia memandang situasi dan konflik kedepannya. 

 


Dengan dampak yang ditimbulkan tersebut, psikolog bahkan menyebut bahwa silent treatment adalah perilaku manipulatif yang didorong oleh keinginan untuk berkuasa atas seseorang, bisa termasuk pada pelecehan emosional. Psychcentral bahkan menyebut bahwa silent treatment bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan, karena memiliki dampak secara emosional, psikolgi, dan juga fisik. Tapi, pengelompokan ini bisa dilihat dari alasan seseorang melakukannya dan efek yang ditimbulkannya, karena tidak semua orang bermaksud buruk seperti untuk menghukum, kadang juga ada alasan lain seperti ketidakmampuan komunikasi atau ketidaktahuan cara lain untuk bertahan. Kadang bahkan juga didorong oleh niat baik, untuk menghindari konflik yang lebih besar sehingga diam agar bisa meredakan emosi masing-masing.   Disinilah kita perlu memahami batasan mendiamkan, apalagi jika efek yang ditimbulkan sudah tidak tertahankan, dengan menurunnya kepercayaan diri dan menimbulkan stres hingga depresi. 

Orang yang terkena silent treatment dapat merasakan banyak emosi negatif. Diabaikan itu jelas menyakitkan. Membuat seseorang merasa tidak berharga, tidak dihargai keberadaannya, tidak penting apa yang diucapkan ataupun dia rasakan. Jika berlangsung lama atau sering, perasaan itu bisa sangat menyesakkan, bahkan berimbas pada kinerja otak yang sama dengan saat kita mengalami kesakita, juga gangguan fisik seperti peningkatan tekanan darah, penurunan berat badan, serta gangguan tidur. 

Mungkin kita jadi bertanya, jadi bagaimana jika kita berada pada situasi dimana kita kewwalahan dengan emosi sendiri, sedang tidak siap untuk berbicara, hanya memiliki sedikit energi untuk diam saja, atau memang begitulah cara yang kita tahu selama ini untuk bertahan? Mungkin diam bisa menjadi pilihan, jika saja tidak ada yang tersakiti dengan perilaku tersebut. Bisakah? Sepertinya bisa, dengan sedikit usaha. Tapi sebelumnya, pahami dulu penggalan ini. 

"The reasons and ways the silent treatment is used in each of these instances may be different, but the result is the same. Pain for the people involved and damage to the relationship between them."

 

Bagaimana Menghadapinya



Jika kita sebagai orang yang sering atau pernah melakukan silent treatment, setelah melihat dampaknya, lebih baik berpikir ulang untuk meneruskan kebiasaan tersebut. Ingat, niat yang baik harus disampaikan dengan cara yang baik pula. Jika memang niatnya baik, misalkan untuk menenangkan diri atau meredakan emosi, coba lakukan dengan cara ini:

  • Bicarakan! Satu kalimat seperti, "aku menenangkan diri dulu" atau "tunggu, kita bicarakan besok" adalah kalimat pendek sederhana tapi memiliki dampak perubahan yang sangat besar.
  • Cari tempat aman untuk menyendiri, jika sedang tidak ingin melakukan kontak maka cari tempat yang minim interaksi sehingga orang lain tidak merasa risih dengan keberadaan kita yang sedang 'diam.'
  • Tetap komunikasikan jika masih ada emosi. Hal yang merepotkan dari menjalin hubungan adalah agar kita terus berkomunikasi, tidak peduli ketidakinginan kita untuk bicara, orang lain punya hak untuk mendapat jawaban, mendengar penjelasan. Orang yang berhubungan dengan kita punya hak untuk dihargai.

Diam yang boleh itu adalah diam yang dimaksudkan untuk menenangkan diri, bukan untuk menghindari apalagi memanipulasi emosi. Diam yang tidak sampai melukai hati orang lain. Maka, setelah tenang, bicarakan. Selesaikan permasalahan dengan bijaksana.



Sebaliknya, jika kita mendapat silent treatment dari orang lain, coba lakukan beberapa hal berikut:

  • Jangan menyalahkan diri sendiri. Kita tidak pernah bertanggung jawab atas emosi yang orang lain rasakan. 
  • Kendalikan emosi sendiri. Tetap tenang, meski emosi membuncah dan situasinya tidak mengenakkan, kita tetap harus berupaya untuk tetap tenang. Hindari respon yang justru memperburuk situasi. 
  • Perjelas tentang situasi dan perasaan pribadi. Gunakan kalimat "saya merasa sedang didiamkan" maupun "saya merasa sedih, frustasi, karena ..."
  • Beri pertanyaan terbuka dan tawarkan solusi yang memberi kesempatan untuk saling menenangkan diri. Ingat, fokus saat ini adalah ketenangan perasaan bukan solusi dari permasalahan.
  • Tetapkan batasan dan konsultasi ke profesional. Perlakuan yang tidak mengenakkan, permasalahan-permasalahan yang dibiarkan, lambat laun akan melebarkan jarak dalam suatu hubungan. Jika ingin hubungan tetap bertahan, lakukan sesuatu untuk memperbaikinya. 

Memang dibutuhkan usaha dan kesabaran ekstra jika kita sudah terbiasa dengan perilaku ini. Menganggapnya sebagai hal yang lumrah padahal menjadi penyakit dalam hubungan. Namun, untuk orang yang disayang dan hubungan yang sudah lama berjalan, bukankah sedikit perubahan yang kita upayakan akan sepadan?




Salam, Nasha

15 Comentarios

  1. Ini pengingat buat diri sendiri sih, aku juga sering sama pasangan melakukan hal ini. Memang salah satu alasannya adalah biar masalah gak runyam, tapi ada ego juga di dalamnya, jadi memang gak sehat. Penting memang untuk menyelesaikan masalah dalam kepala dingin, tapi kalau kelamaan jadi es batu dong, hehe

    BalasHapus
  2. Tidak enak memang kalau didiamkan tanpa tau sebabnya. Tapi mungkin memang jalan terbaik untuk menghindari permusuhan yang lebih besar. Memberi jeda sebentar untuk mengatir emosi

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak, diam itu sebenernya gapapa tp ya batasnya emang untk menenangkan diri bukan untuk manipulasi emosi. ada jg cara2nya spy bisa sama2 nyaman

      Hapus
  3. Ternyata ada sejarahnya ya silent treatment ini, aku kira terjadi begitu saja. Aku justru malah jadi korban silent treatment ini hingga pernah diabaikan 2 minggu. Bener banget yang ditulis disini dampaknya ke psikologi jadi merasa bersalah dan seperti dianggap tidak ada serta jadi merubah cara pandang untuk menyelesaikan masalah. Cara mengatasinya juga sama aku tetap tenang dan slay aja 😂

    BalasHapus
  4. Intinya komunikasi ya. Saya jengkel sama orang yg ada atau tidak ada masalah tapi diem aja. Puasa ngomong keknya. Nah buat yg suka silent treatment seharusnya tahu diri dan tahu kekurangan jika itu dilakukan, dampaknya kek bagaimana...

    BalasHapus
  5. Huhuh jadi merasa bersalah, dulu aku pernah diem in suami dan anakku di rumah sampe 3 hari. Dan bener, g enak banget. Kasian juga kalau dipikir-pikir. Sekarang kami membuat kesepakatan kalau ada masalah ya diselesaikan bukan didiemin seperti dulu. Thanks for sharing, Kak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. ia kasian kl sampai anak terlibat jg ya kak. tp kita belajar dr yg lalu, dan semoga anak2 jg bisa paham kl kita akan terus belajar dan memperbaiki diri

      Hapus
  6. sepakat banget dengan tulisan silent treatment ini, efeknya malah jadi negatif dan masalah tidak terselesaikan dengan baik, yang ada keduanya malah saling tersakiti, dan sebagai orang yang pemikirannya matang harusnya memang diselesaikan dengan cara komunikasi yang baik kedua arah

    BalasHapus
  7. Yang orang-orang ini (sering melakukan sharing treatment) sebenarnya adalah tempat untuk bercerita, dan mendengar apa yang mereka rasakan atau ingin katakan. Bisa jadi karena suara mereka tidak didengar atau dihargai mereka melakukan ini sebagai bentuk penyerangan dan ingin ditanya "kamu kenapa, ada masalah apa?". Ya itu yang saya pelajari dari pengalaman pribadi, baik diri sendiri ataupun pasangan.

    BalasHapus
  8. Aku tuh paling gak suka sama pasangan yang silent treatment. Mending aku dimarahin abis abisan daripada didiemin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah, beda2 pendapat dan kenyamanan ya kak. itu kenapa diam gak selalu baik krn ada orang yg gak nyaman, jalan tengahnya emang komunikasi

      Hapus
  9. silent treatment untuk menunjukkan kemarahan, menunjukkan kebencian, dan berniat menghukum. Jika mendiamkan sesaat biasanya tetap ada komunikasi yang baik, bertujuan menhindari kemarahan berlebih, jadi tenang dulu untuk berkomunikasi

    BalasHapus
  10. iya, kalau bisa saling mengerti jg alasan orang diam dan alasan orang gak nyaman didiamkan. jadi tetap aja kembali ke komunikasi ya kak

    BalasHapus
  11. Kok ngena banget nih artikelnya. Thanks for sharing ...

    BalasHapus
  12. Aku termasuk yang silent treatment kalau ada masalah, biasanya menenangkan diri terlebih dahulu dan tidak ingin mengungkapkan lebih dulu. Kalau emosi udah biasa aja baru bahas masalah yang terjadi itu, gak mau menyakiti siapapun sih.

    BalasHapus

Mau nanya atau sharing, bisa disini!